BERHARAP SEJAHTERA: Para pekerja pabrik rambut di Purbalingga berharap penerapan struktur skala upah (SSU) bisa lebih meningkatkan kesejahteraan. AMARULLAH/RADARMAS
PURWOKERTO - Kenaikan UMK tahun depan dinilai masih belum sesuai harapan, khususnya bagi para pekerja. Di Kabupaten Banyumas misalnya, kenaikan UMK hanya Rp 13 ribu dari tahun 2021 ini. Lalu di Kabupaten Purbalingga, kenaikan UMK malah lebih kecil lagi, yakni hanya Rp 8.800. Bahkan di Kabupaten Cilacap, kenaikan UMK hanya bertambah Rp 1.800.
Terkait keputusan tersebut Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di masing-masing daerah mengaku kecewa. Mereka juga berupaya melakukan koordinasi, audiensi, dan menunggu instruksi dari SPSI Provinsi Jawa Tengah.
Harapannya tidak muluk-muluk. SPSI berharap penerapan struktur skala upah (SSU), untuk pekerja yang sudah bekerja di atas satu tahun untuk direalisasikan dan dikawal betul. Mengingat, kenaikan UMK sudah ditetapkan kemarin, disebut hanya berlaku bagi pekerja yang masa kerjanya kurang dari satu tahun.
Kepala SPSI Banyumas, Haris Subiyakto mengatakan usulan SPSI Banyumas berdasarkan perhitungan kebutuhan hidup layak (KHL) yakni mencapai Rp 2,5 juta. Sehingga, ketika hanya naik Rp 13 ribu saja maka bisa dikatakan upah tersebut jauh dari kata layak.
"Jadi pekerja harus mengencangkan ikat pinggang," kata dia.
Meski sebetulnya, lanjut dia, UMK itu hanya diperuntukkan kepada pekerja yang bekerja tahun pertama. Sedangkan mereka yang bekerja lebih dari setahun menggunakan Struktur Skala Upah (SSU). Untuk itu, penerapan SSU ke depannya perlu dikawal dan benar-benar diterapkan.
"Tata caranya harus diatur juga dengan pekerja," kata dia.
Terkait dengan sikap SPSI Banyumas atas kenaikan UMK tahun depan, dikatakan akan dirapatkan pada tanggal 5 Desember dengan SPSI Provinsi.
"Terkait ini kami juga akan berkoordinasi dengan SPSI Provinsi, besok tanggal 5 Desember ada rapat, kita lihat keputusannya seperti apa," katanya.
Hal serupa juga disampaikan Ketua KSPSI Purbalingga, Mulyono. Menurutnya, kenaikan UMK yang hanya Rp 8.800, yakni dari 1.988.000 di tahun 2021 menjadi Rp 1.996.814,94, diakui sangat mengecewakan.
“Kami kecewa karena saat ini kembali yang menentukan upah justru pusat dengan regulasi yang ada. Saat rapat tripartit kami pernah mengajukan lebih besar dari saat ini. Namun di regulasi cara perhitungan UMK sudah dikunci,” tuturnya, Kamis (2/12).
Mulyono mengakui saat ini pekerja melalui organisasi tidak bisa berbuat apa-apa. Paling hanya mengawal penerapan Struktur dan Skala Upah. Hanya itu yang bisa menjadi harapan pekerja melalui KSPSI.
“Dalam waktu dekat kami SPSI juga bakal audiensi dengan Bupati soal kondisi pengupahan di Kabupaten Purbalingga. Karena belum semua perusahaan menerapkan Struktur dan Skala Upah. Kabar dari Dinaker Purbalingga, baru kisaran 25 persen,” tegasnya.
Jumlah perusahaan itupun belum tepat dalam menghitung upah melalui Struktur dan Skala Upah. Sehingga memerlukan pemahaman dan tugas dinas memahamkan dan mensosialisasikan kembali. Karena aturan penerapannya sudah ada sejak 3 tahun lalu.
Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Purbalingga, Bambang Widjonarko mengatakam, saat ini penerapan UMK meliputi 326 perusahaan termasuk toko besar seperti swalayan dan minimarket. Selain UMK, pihaknya juga mengoptimalkan penerapan struktur dan skala upah.
“Arahan bupati juga tetap kita lakukan, yaitu mewujudkan situasi investasi yang kondusif, tanpa merugikan kedua pihak. Yaitu perusahaan dan karyawannya. Jadi soal pengupahan, hubungan industrial, terus kami monitor. Jika ada yang belum menerapkan, maka akan ditegur dan diminta melaksanakan,” tegas Bambang.
Sebagai informasi, UMK 2022 di Cilacap Hanya Naik Rp 1.800. Sebelum ditentukan tersebut, atau saat pembahasan, tiga anggota Dewan Pengupahan Kabupaten (DPkab) Cilacap dari unsur pekerja memutuskan walk out (WO) atau keluar saat rapat DPKab yang sedang membahas usulan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Cilacap 2022, di Ruang Rapat Kantor Dinas Ketenagerjaan dan Perindustrian (Disnakerin) Kabupaten Cilacap, Senin (22/11).
Keputusan WO tersebut merupakan bentuk kekecewaan anggota DPKab dari unsur pekerja yang menilai pimpinan DPKab tidak mengamodir aspirasi pekerja terkait besaran usulan UMK 2022 yang hanya naik 0,08 persen atau naik Rp 1.800 dari UMK tahun 2021 yang sebesar Rp 2.228.904 dan hanya menjadi Rp 2.230.904 mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.
Anggota DPKab unsur pekerja, Joko Waluyo menjelaskan, sejak awal pembahasan UMK 2022, pekerja menolak PP nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan. Oleh karena itu, unsur pekerja memutuskan untuk WO pada saat rapat DPKab membahas usulan UMK 2022. BACA JUGA: Kenaikan UMK 2022 Cilacap Rp 1.800 Tidak Penuhi KHL, Ketua DPKab Cilacap Didik Nugraha: Sudah Sesuai Acuan BPS Sah, UMK Cilacap 2022 Hanya Naik Rp 1.800, Jadi Rp 2.230.904
“Kita dari unsur pekerja WO, kita tidak mau terlibat dalam perhitungan hal tersebut,” kata Joko setelah WO dari rapat DPKab kemarin.
Selain tidak setuju pada PP nomor 36 tahun 2021, pekerja juga menyoroti kinerja DPKab yang menurut dia tidak sesuai dengan Permenaker nomor 13, di mana DPKab seharusnya tidak hanya mengusulkan, tetapi juga melakukan pembahasan UMK secara dinamis.
https://radarbanyumas.co.id/umk-purbalingga-hanya-naik-rp-8-814-jadi-rp-1-996-81494-spsi-kecewa/
“Tata kerja DPKab itu bukan hanya tukang stempel. Di situ juga harus ada pembahasan yang nanti bisa dilakukan musyawarah mufakat, artinya kita bisa melakukan diskusi yang lebih baik dari peraturan,” ungkapnya.
Dengan kenaikan hanya sebesar Rp 1.800 pada UMK 2022, menurut dia sangat tidak memenuhi standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang setiap tahunnya mengalami kenaikan.
“Untuk bayar WC umum saja itu tidak cukup. Sementara beban hidup kita semakin naik, inflasi terus meningkat, dan daya beli buruh Cilacap bisa dipastikan akan semakin tergerus,” tandasnya.
Ketua DPKab Cilacap, Diddik Nugraha menyampaikan, hal yang perlu dipahami pekerja adalah kenaikan sebesar Rp 1.800 pada UMK 2022 sebenarnya hanya untuk mereka yang baru bekerja di bawah satu tahun. Sementara pekerja yang di atas satu tahun bisa menggunakan strukturs skala upah yang ada di perusahaan. “Saya minta kepada pekerja dan pengusaha untuk memahami itu,” kata Dikdik yang juga Kepala Disnakerin Cilacap. (mhd/amr/nas)