DIBORONG: Karya perupa Purbalingga yang dipajang dalam pameran. ADITYA WISNU WARDANA/RADARMAS
PURBALINGGA - Lukisan karya perupa Purbalingga ternyata memiliki tempat tersendiri di kalangan kolektor lukisan.
Hal itu, terlihat jelas dalam pameran seni rupa bertajuk Kluruk!, di arena Bioskop Misbar Purbalingga, Jumat (5/11) hingga Selasa (9/11). Pameran ini digelar oleh Dewan Kesenian Purbalingga (DKP).
Sebanyak 17 lukisan langsung dipesan kolektor lukisan yang hadir pada pembukaan Jumat (5/11) lalu. Adalah Buntoro, kolektor lukisan ini memesan lukisan milik 17 perupa yang tengah pajang karya tersebut.
Pengusaha yang lama bermukim di Jakarta ini mengaku tertarik membeli lukisan karya perupa Purbalingga, karena terpesona dengan gaya lukisan yang ditampilkan.
"Lukisan yang dipajang memiliki keunikan tersendiri," katanya.
Sementara itu, pameran lukisan tersebut dibuka dengan pementasan monolog Buang Kala, oleh Trisnanto Budidoyo. Selanjutnya, Ketua Dewan Kesenian Purbalingga (DKP) Bowo Leksono menghadirkan sebuah teks dari pada pameran yang menandakan berdirinya Komunitas Seni Rupa Purbalingga (KSP) yang digelar 24-30 Juni 2002 lalu.
Ketua DKP Bowo Leksono mengatakan, seluruh peserta pameran merupakan perupa asal Purbalingga. Mereka diundang untuk menyajikan karya-karya idealis yang jarang ditampilkan di depan publik.
Karya yang hadir di antaranya absurd, abstrak, naif, surealis, ekspresionisme dan karya yang terinspirasi dari motif batik.
https://radarbanyumas.co.id/17-perupa-bakal-meriahkan-pameran-kluruk/
Aliran-aliran itu seolah menabrak arus yang lebih sering muncul di Purbalingga seperti realis, naturalis dan dekoratif.
Selain itu, ada sejumlah karya yang menampilkan ekspresi kegelisahan, kematangan, imajinatif serta identitas budaya.
Perupa yang terlibat dalam pameran ini di antaranya Agus Winarto, Andi Wahyudi, Andriyanto, Bagus Firmansyah, Bayu Prasetyo Aji, Chune Ebeg Mayong, Djentot Subechi, Hamdi, Kurniawan Dwi Hastanto, Lujeng Ismail, Muhammad Sutarmo, Nur Agustus, Pramono Endar, Suratno Amru, Trisnanto Budidoyo, Ugo Untoro dan Wendro Tanjung. (tya)