BUKAN BENDA BERSEJARAH : Batuan yang sebelumnya dikira benda bersejarah, ternyata hanya proses alam. AMARULLAH NURCAHYO/RADARMAS
PURBALINGGA - Batu berbentuk unik di Desa Sirau, Kecamatan Karangmoncol, oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) dinyatakan bukan sebagai benda bersejarah ataupun cagar budaya. Hal ini didasarkan pada hasil kajian dan penelitian dari Balai Pelestari Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah, terhadap batu yang dikenal dengan Situs Gunung Lumbung.
Salah satu Arkeolog Purbalingga, Adi Purwanto mengatakan, tim BPCB telah menyakinkan jika benda itu bukan karena sentuhan tangan manusia. Selain itu di lokasi tidak ditemukan kegiatan pemujaan maupun peradaban zaman silam, yang menghasilkan batuan.
Melalui laporan yang sia terima sebagai hasil penelitian, gugusan batu tidak terbukti adanya intervensi kebudayaan manusia di zaman lampau baik sebagai artefak ataupun ekofak.
“Sebelumnya memang batu-batu ini dikira peninggalan zaman purbakala, karena memang bentuknya unik dan langka. Namun setelah diteliti lebih lanjut, ternyata murni bentukan alam. Sehingga itu tidak bisa ditetapkan sebagai benda cagar budaya,” tuturnya.
Gugusan batu yang tersebar menjadi tujuh kelompok dan 41 unit batu, berbentuk menyerupai spiral atau jamur. Berdasarkan kajian arkeologis BPCB Jateng, ada beberapa alasan ilmiah yang menepis bahwa batuan ini merupakan peninggalan sejarah.
Anggota Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kabupaten Purbalingga Ganda Kurniawan mengatakan, bukan sebagai benda bersejarah karena pertama dari segi arkeologis zaman Prasejarah (Megalitik) batuan ini tidak berorientasi ke gunung seperti halnya peninggalan megalitik umumnya.
“Orientasi batuan menghadap Utara-Selatan. Padahal Gunung Slamet berada di sebelah barat gugusan batu ini,” ungkapnya.
Sementara jika dikaitkan dengan peninggalan zaman kuno atau Hindu-Budha juga tidak cocok. Batuan yang berbentuk seperti phallus tidak bisa dianggap sebagai Lingga-Yoni. Berdasarkan pengalaman empiris, Lingga-Yoni tidak pernah ditemukan dalam jumlah banyak dalam satu kompleks.
Jika bukan peninggalan zaman kuno, maka bukan peninggalan zaman kerajaan Islam yang cenderung anti penyembahan berhala. “Gugusan batu ini ternyata lebih dekat dengan akibat proses geologis. Jenis batuan itu merupakan dampak dari aktivitas Gunung Slamet berupa batuan beku yang mengalami intrusi lokal. Proses intrusi inilah yang menyebabkan batuan menjadi berbentuk spiral,” terangnya.
Dengan tidak ditetapkannya sebagai benda cagar budaya, Dindikbud tidak mengalokasikan tenaga juru pelihara situs ini. Namun keunikan batuan bisa dijadikan sebagai potensi wisata cagar alam.
Untuk menuju Situs Gunung Lumbung bisa dijangkau dengan medan yang cukup sulit. Yaitu dengan menembus alas rimba perbukitan dan membutuhkan waktu 2 jam dari pusat Desa Sirau.
Seperti diketahui, gugusan batu pertama kali ditemukan warga sekitar 1960. Pertama kali ditinjau pemkab pada 16 Februari 2016. Kemudian ditinjau oleh BPCB Jateng. (amr/sus)