Ariyo Irhamna, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).
JAKARTA - Persoalan Gula Kristal Putih (GKP) atau gula pasir tidak kunjung selesai. Setelah pemerintah berhasil menstabilkan harga gula pasir di Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp12.500 per kilogram (kg), kini giliran harga gula dari petani yang anjlok. Kondisi ini tidak menguntungkan petani lokal.
Pihak Komisi VI DPR RI pernah menyoroti harga gula petani yang jeblok seiring derasnya arus impor. Bahkan, harga gula melorot hingga Rp10.700 per kg. Ini karena pedagang enggan membeli gula petani dengan harga yang memadai karena sudah memegang gula impor.
Nah, menyikapi persoalan gula yang tidak kunjung kelar ini, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ariyo Irhamna mengatakan, bahwa persoalan gula di Tanah Air hanya sekadar lawakan yang diperlihatkan pemerintah terhadap rakyatnya.
"Saya melihat ada dagelan yang dimainkan oleh pemerintah terutama Kementrian Perdagangan (Kemendag). Jika memang kita bisa memproduksi kebutuhan GKP berbagai jenis. Seharusnya izin importir tersebut dicabut dan petani bisa langsung jual ke retail atau distributor tanpa harus jual ke importir," ujarnya kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (12/7).
"Selain itu, jika pemerintah meminta importir membeli dari petani maka importir menjadi pengepul saja," tambah Ariyo.
Sementara itu, importir menyanggupi permintaan pemerintah untuk membeli gula pada petani lokal. Terdapat 12 perusahaan importir yang diwakili oleh Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) untuk meneken perjanjian membeli GKP di petani senilai Rp11.200 per kg.
Sekjen APTRI M Nur Khabsyin mengatakan, bahwa langkah ini dilakukan untuk mencegah jatuhnya harga gula di petani. Sebab di musim giling ini setok gula melimpah ruah. Saat ini, petani sudah memproduksi 200 ribu ton GKP. APTRI sendiri manargetkan produksi musim giling yakni mulai Juni hingga akhir Oktober sebanyak 800 ribu ton.
Adapun daftar 12 perusahaan tersebut antara lain PT Sugar Labinta, PT Dharmapala Usaha Sukses, PT Makassar Tene, PT Berkah Manis Makmur, PT Permata Dunia Sukses Utama, PT Sentra Usahatama Jaya. Kemudian, PT Medan Sugar Industry, PT Andalan Furnindo, PT Angels Products, PT Kebun Tebu Mas, PT Adikarya Gemilang, dan PT Priscolin.
Dia menyebutkan, dalam isi perjanjian tersebut, 12 perusahaan bersedia membeli seluruh gula petani pada musim giling 2020 dengan harga RP11.200 kg. "Tapi apabila terjadi harga penjualan gula kristal putih milik petani di bawah Rp11.200 per kg setelah penandatanganan kontrak, maka kesepakatan ini otomatis tidak berlaku," ucapnya.
Karenanya, ia meminta petani untuk menjaga harga gula tetap di angka Rp11.200 per kg. Dengan hal ini, ia berharap harga gula di tingkat petani bisa stabil. Meski begitu, menurutnya, petani diperbolehkan untuk menjual di atas Rp11.200 per kg. Sebab angka kenaikan sedikit masih wajar. Sebagai informasi, harga acuan gula di tingkat konsumen menurut Permendag nomor 7 tahun 2020 ialah Rp 12.500 per kg. "Ya, kalau kenaikannya wajar tidak apa-apa," pungkasnya.
Sekadar informasi, pemerintah mengimpor gula senilai USD195 juta selama Mei 2020. Pada April 2020, Indonesia juga mengimpor setara 684 ribu ton gula senilai USD238,5 juta. Impor gula dilakukan untuk menstabilkan harga gula yang sempat melonjak di angka Rp19.000 per kg pada April 2020 atau saat Ramadan kemarin dari HET pemerintah Rp12.500 per kg. (din/fin)