Berakrobat di Udara Hanya dengan Pengaman di Perut
Butuh Konsentrasi dan Tenaga
Olahraga ekstrim kini mulai diminati. Salah satunya slackline yang membutuhkan nyali ekstra dan kekuatan. Sebab, olahraga slackline dilakukan di ketinggian dengan hanya mengandalkan seutas tali.
AMARULLAH NURCAHYO, Purbalingga
Tali berwarna cerah terlihat dibentangkan pada dua pohon besar yang berseberangan. Tali webing itulah yang digunakan sebagai media utama olahraga slackline. Dua pohon dijadikan tumpuan pemasangan tali yang akan dilalui para pegiat slackline.
Adalah Pegiat Indo Slackline asli Purbalingga, Isro Adi Harso yang sudah lebih dari lima tahun menggeluti olahraga penuh tantangan ini. Dia mengaku, slackline tetap mengandalkan fokus pikiran dan otot perut yang kuat agar bisa berjalan dan melakukan manuver gerakan yang enak dilihat.
“Otot perut harus dilatih rutin, misalnya dengan sit up dan pemanasan anggota tubuh lainnya. Kemudian mencoba berjalan di atas tali webing dengan ketinggian yang ditentukan. Pertama bisa dengan ketinggian satu meter sebagai awal,” tuturnya.
Dalam slackline juga dibutuhkan keseimbangan tubuh yang prima. Apalagi ketika tali sudah dipasang diantara pohon yang memiliki ketinggian ekstrim. Termasuk di ketinggian antar bukit. Fokus dan imbang serta kuat otot perut, menjadi modal utama selain jam terbang yang tinggi.
Tali webing yang memiliki ketahanan berat hingga 500 kuintal, mampu dijadikan ajang “menari” indah sebagai variasi slackline maupun trik lain. Selain butuh konsentrasi dan tenaga, olahraga ini juga menbutuhkan biaya yang cukup banyak. Karena beberapa peralatan harus didatangkan dari luar negeri.
Isro yang sudah melanglang buana sampai keluar Jawa ini sesekali menjadi instruktur di beberapa lokasi slackline. Tak hanya di Purbalingga, yang saat ini baru ada sekitar 10 orang yang tergabung dalam komunitas.
Bayu Purwono, pria asli Purbalingga ini mengaku tertarik olahraga slackline karena penuh tantangan dan memacu adrenalin. Bahkan dia memiliki pengalaman saat berlatih di ketinggian kurang lebih 10 meter hanya dengan pengaman di perut.
“Semua bisa dilatih dengan kesabaran dan keuletan serta keberanian. Nantinya akan terbentuk kebiasaan yang membuat slackline mengasyikkan. Bahkan sangat dirindukan dan ingin tantangan lain,” ungkap pria 29 tahun ini. (*/sus)