40 Persen Pabrik Rambut Belum Patuhi IPAL

Senin 15-02-2016,16:08 WIB

Berpotensi Cemari Lingkungan PURBALINGGA-Pengolahan limbah pabrik rambut di Kabupaten Purbalingga hingga saat ini masih belum optimal. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Purbalingga menengarai masih ada 30 hingga 40 persen dari 26 jumlah pabrik rambut di Purbalingga yang belum mengolah limbah sebagaimana mestinya. Hal itu terbukti dari pemantauan tim yang dilakukan secara periodik. “Kami memiliki program pemantauan kadar di perairan terbuka dan limbah pabrik. Dalam setahun, kami memantau limbah dari  sekitar 20 pabrik. Dari beberapa yang kami pantau, masih banyak yang belum standar dan berpotensi mencemari lingkungan,” jelas Kepala BLH Purbalingga, Ichda Masriyanto, Minggu (14/2). Sesuai pengamatannya, kesadaran membuat IPAL yang standar itu masih rendah. Banyak pabrik yang beralasan dana yang dibutuhkan untuk membuat IPAL standar itu dinilai sangat tinggi. Padahal menurutnya, dengan aset pabrik yang mencapai miliaran, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) seharga ratusan juta seharusnya tidak berat. “Kami akui, kesulitan yang dihadapi BLH yaitu soal personel yang melakukan pemantauan. Karenanya, pembinaan dan pengawasan serta pemantauan kita serahkan kepada pemerintah provinsi. Namun kami juga tetap melakukan pembinaan,” tegasnya. Pihaknya tetap tegas dalam menerapkan punishment bagi pabrik yang tetap membandel saat sudah dibina provinsi. Biasanya ia akan menggandeng kepolisian setelah penyidik PNS di BLH turun dan memperoleh bukti laboratorium dan menyertakan hasilnya. “Polisi tidak akan jalan menyidik atau memeriksa tanpa data dari kami misalnya bukti laboratorium adanya pencemaran itu,” tambahnya. Sementara itu usai melakukan inspeksi mendadak (Sidak) ke pabrik rambut PMA di Purbalingga, Jumat (12/2), Komisi IV DPRD Purbalingga menilai pengelolaan limbah pabrik khususnya pabrik rambut dan bulu mata masih membutuhkan pembenahan intensif. Hal itu dikatakan Wakil Ketua Komisi IV, Karseno SH menyikapi masih adanya pabrik yang belum standar dalam IPAL dan ada juga yang sedang tahapan awal pembuatan IPAL itu. “Kami memang belum memiliki data angka soal jumlah pabrik yang sudah ada IPAL standar dan memenuhi kriteria. Namun dari informasi yang masuk, masih banyak yang harus diminta memiliki IPAL yang sesuai aturan,” jelasnya, kemarin. Karseno menambahkan, salah satu pabrik di wilayah Kalikabong mengatakan sempat membuat IPAL, namun saat tahap awal penggalian, sturktur tanah tidak memungkinkan dan akhirnya ditunda. Sembari menunggu pihak konsultan yang sanggup menangani dan membuat kembali bangunan fisiknya. Melihat fenomena ini, pihaknya mendorong instansi terkait seperti Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan Kantor Penanaman Modal dan Perizian Terpadu (KPMPT) Purbalingga membuat persyaratan khusus. Artinya ketika suatu calon pengusaha akan mendirikan pabrik, dalam pengurusan izinnya harus menyertakan sudah dan wajib membuat IPAL. “Saya optimis, dengan diarahkan dan ditekankan sejak awal agar memiliki IPAL, maka kedepan tidak ada lagi persoalan belum bisa memiliki IPAL dan lainnya. Ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah melalui instansi terkait,” tegas politisi PDI Perjuangan Purbalingga ini. Pihaknya juga memiliki rencana untuk mempertemukan maupun mengundang pihak verifikator IPAL pabrik agar turun dan menjelaskan kepada dewan soal kriteria dan aturan IPAL. Langkah ini penting karena jika dibiarkan, maka limbah bisa mencemari perairan terbuka maupun lingkungan. “Ketika kami cek lokasi di salah satu pabrik itu, mereka mengaku meski belum bisa memiliki IPAL karena masih dalam proses, maka setiap periode dititipkan pengangkutann IPAL ke pabrik induknya di Purbalingga. Jadi tetap tidak dibuang sembarangan,” ungkapnya. Pada kesempatan sidak, jajaran Komisi IV tidak didampingi BLH Purbalingga. Karena waktu yang mepet, data limbah dan data pengecekan periodik limbah belum dapat dikantongi tim sidak Komisi IV DPRD Purbalingga.(amr/bdg)

Tags :
Kategori :

Terkait