Santi Wellyanti, Atlet Panjat Tebing Berprestasi Panjat tebing identik dengan olahraga ekstrem. Namun justru, olahraga inilah yang paling disukai Santi Wellyanti. Meskipun sudah dilarang oleh sang ibu, Santi terus saja memanjat seperti tokoh idolanya, seorang pemanjat tebing tanpa tali asal Santa Cruz, California, Chris Sarma. YUDHA IMAN PRIMADI, Purwokerto Sosok atlet kelahiran 30 Juli 1990 ini tomboi. Pembawaannya sangat jauh dari kata feminim. Bahkan suaranya keras dan tegas. Putri pasangan Eko Susanto dan Manisah termasuk salah satu atlet panjat tebing andalan Banyumas. Sudah banyak kejuaraan yang diraih Santi. Ada lebih dari 100 kejuaraan sepanjang karirnya. Mulai dari tingkat kabupaten, provinsi, nasional hingga internasional ini. Saat bertemu Radarmas di Sekretariat KONI Kabupaten Banyumas beberapa waktu lalu, Santi menceritakan "perjalanannya" hingga menjadi atlet seperti saat ini. Ya, Santi memang sudah mengenal panjat tebing sejak umur 13 tahun. Dituturkan, banyak rintangan yang harus dihadapi. Seperti harus cuti kuliah selama 1 tahun dari 2011 hingga 2012, karena mengikuti Pelatnas Sea Games di Palembang. "Terkadang saya sekarang merasa masa kecil saya kurang bahagia, karena waktu bermain saya kurang dan tersita hanya untuk latihan. Cidera pun sudah tiga kali saya rasakan. Tetapi Alhamdulillah, dari mulai memanjat ketika usia 13 tahun hingga kini, hanya tiga kali saya cidera," kata alumnus S1 Teknik Informatika Unsoed ini. Menurut Santi, sebenarnya dia tidak terlalu mendapat "restu" dari sang ibu. Ibunya selalu menyuruh Santi untuk berhenti memanjat. Namun, kecintaannya terhadap panjat tebing membuat Santi berusaha keras meluluhkan hati ibunya. Hingga akhirnya, sang ibu sedikit melunak. "Dulu dilarang karena takut lihat saya manjat," ujarnya. Kini berbagai kejuaraan sudah diikuti. Dari berbagai kejuaraan, pengalaman yang tak bisa dilupakan Santi yaitu ketika bertanding di Italia di 2011 mengikuti Kejuaraan World Championship mewakili Indonesia. "Senang sekali rasanya bisa bertemu dan bertanding langsung dengan para pemanjat tebing terbaik dari setiap negara. Alhamdulillah dari 30an negara, saya keluar menjadi peringkat ke-9," tuturnya. "Disitulah saya merasa kecil sekali dengan melihat atlet-atlet terbaik dari Cina, Rusia, Korea dan Jepang. Ternyata saya ini belum ada apa-apanya dibandingkan dengan mereka," lanjutnya. Untuk inspirasi, Santi sangat mengidolakan Chris Sarma. Salah satu pemanjat tebing terbaik di dunia yang telah memaku beberapa rute panjat tebing paling sulit di dunia, seperti Es Pontas & La Rambla. "Saya saagat mengagumi dia. Meskipun sebagai seorang wanita, saya tidak ingin seperti Chris Sarma," tuturnya sambil tersenyum. Santi sangat tahu kodratnya sebagai wanita, bahkan dia siap berhenti memanjat bila memang suami melarang. "Kalau sudah menikah, saya akan turuti kata suami," tegasnya. Kini selagi masih sendiri, Santi terus berusaha mengukir prestasi. Bahkan dia saat ini lebih sering tinggal di Semarang. "Sekarang saya sudah jadi atlet Panjat Tebing Jawa Tengah, yang disiapkan turun di PON XIX Jawa Barat pada 2016 bersama Gusti Abimanyu. Sekarang pulang ke Purwokerto menikmati jatah libur setiap Senin dan Selasa," kata atlet penerima dua KONI Award ini. (*/sus)
Memanjat Sejak Umur 13 Tahun, Cidera Tiga Kali
Senin 18-01-2016,13:54 WIB
Kategori :