Sambel Rumahan Reno Tembus Bandung hingga Bali

Kamis 04-12-2025,15:27 WIB
Reporter : Dimas Prabowo
Editor : Ali Ibrahim

PURWOKERTO, RADARBANYUMAS.CO.ID – Dari sebuah dapur kecil di Cikarang, Reno sapaan akrab Retno Haryanto (42), pria asli Purwokerto tidak pernah menyangka isengnya bereksperimen dengan sambal justru membuka jalan usaha yang kini merambah berbagai kota di Indonesia.

Semua berawal saat ia merasa jenuh karena tak memiliki aktivitas selepas kembali ke Cikarang. “Lagi di rumah, bingung mau ngapain. Saya lihat-lihat motivator, terus mikir, hidup kok begini ya. Dari situ kepikiran coba bikin sambel. Mulai kecil-kecilan, modalnya cuma seratus ribu,” kenangnya.

Modal minim itu ia gunakan untuk membeli cabai rawit merah yang saat itu masih seharga Rp20 ribu per kilo. Bahan lainnya memanfaatkan peralatan dapur seadanya. Reno mengaku sebenarnya sudah punya resep sambal sejak 15 tahun lalu, namun baru digarap serius setelah enam bulan bereksperimen hanya untuk konsumsi pribadi.

“Aku nyari variasi yang nggak pasaran. Kalau sekarang kan banyak sambel cumi, nah aku pengin yang beda. Akhirnya bikin sambel tongkol. Bahan bakunya murah dan gampang dicari, tinggal pintar mengolahnya,” ujarnya.

Varian pertama yang ia jual hanya dua: sambel bawang dan sambel tongkol. Itu pun hanya dipasarkan lewat status WhatsApp. Tak disangka, peminat mulai berdatangan, bahkan muncul pelanggan tetap. Pesanan mengalir hingga Surabaya, Jakarta, Bandung, dan Bali. Harga awal Rp17 ribu per 150 ml, kini menjadi Rp20 ribu mengikuti kenaikan bahan baku.

Seiring waktu, Reno memperluas pilihannya menjadi enam varian: empat sambel dan dua srundeng. Sambel asap—yang mulai ia buat pada 2024—menjadi salah satu primadona. Ia memproses sambal itu dengan cara diasap menggunakan kayu buah-buahan. 

“Smoky-nya itu yang dicari orang. Banyak yang tanya ini ikan apa. Padahal nggak pakai ikan sama sekali,” tuturnya sambil tertawa.

Untuk restoran, ia juga menyediakan ukuran lebih besar, mulai 500 gram hingga satu kilogram. Pasarnya sebagian besar berasal dari pelanggan tetap dan reseller yang tersebar di Purwokerto, Bali, Bandung, Jakarta, Semarang, dan Jogja. Paling laris tetap sambel tongkol dengan dua tingkat kepedasan.

Produksi dilakukan sesuai pesanan. Sekali memasak satu jenis sambal, ia bisa menghasilkan sekitar 30 botol. Dulu, saat baru merintis, setiap jenis sambal hanya dibuat lima botol. 

“Awalnya satu kilo cabe tak bagi jadi empat varian. Terus kukirim ke teman-teman buat dicoba,” katanya.

Kendati permintaan terus naik, Reno mengaku harus pintar menyiasati harga cabai rawit yang kerap melambung saat musim hujan, Nataru, maupun Lebaran. 

“Kalau harga cabe murah, aku beli agak banyak. Bisa sampai 50 kilo, langsung tak packing lima kilo-lima kilo, terus masuk freezer. Jadi kalau mau produksi tinggal ambil,” jelasnya.

Saat momen seperti itulah, Reno berharap peran pemerintah melalui TPID-nya dapat terus bisa mengendalikan harga bahan baku pangan.

Ia juga sempat mendapat tawaran untuk menyuplai petani cabai langsung, namun memilih tidak mengambil kesempatan itu. 

“Takutnya nanti pasarnya mati karena nggak bisa nyesuaiin,” ucapnya.

Tags :
Kategori :

Terkait