Kegembiraan meledak sesaat setelah Sapto Yogo Purnomo melayani sesi wawancara dengan awak media. Di pintu merah Stadion Utama Gelora Bung Karno, ayahandanya, Tulusno menghampiri Sapto, yang dilanjutkan dengan sesi pelukan mesra antara keduanya.
Rasa haru menyeruak tadi malam. Di samping mereka juga ada kerabat Sapto yang datang langsung dari Banyumas, Jawa Tengah. Sapto, anak kedua dari pasangan Tulusno-Umiati itu memang dikenal dekat dengan kedua orang tuanya.
"Dia selalu kasih kabar sebelum bertanding," sebut Tulusno. Dukungan hampir 3000 penonton di SUGBK turut melancarkan tugas Sapto untuk mendulang emas keduanya di Asian Para Games (APG) 2018. Dia menggenapi total empat medali emas yang diraih tim atletik Indonesia.
Jumlah itu sekaligus melewati target tim sebelumnya yang hanya tiga keping emas. Capaian tersebut merupakan prestasi besar bagi atletik Indonesia. Setidaknya bila membandingkan raihan mereka di Incheon 2014. Kala itu, tim Merah Putih tanpa emas dari sana. Hanya, 2 perak dan 7 perunggu yang berhasil dibawa pulang.
Baca: Jalur Kracak-Ciberung Rusak Parah
Sapto Yogo melengkapi raihan sekeping emas yang dia koleksi sehari sebelumnya. Pada nomor andalannya 100 meter T37 putra kemarin, Sapto tampil dominan. Bermodal catatan waktu 11,94 detik pada sesi kualifikasi, Sapto yang baru muncul pada 2016 itu tampil konfiden di final tadi malam.
Hasilnya, dia melesat terdepan dengan waktu, 11,49 detik. Disusul sprinter Iran, Davoudali Ghasemi (11,97 detik) dan pelari Arab Saudi, Ali Alnakhli (12,01 detik). Catatan tersebut sekaligus menempatkan sprinter 20 tahun itu sebagai pemegang rekor Asia yang terbaru.
"Awalnya gak tahu kalau pecah rekor Asia, yang penting lari saja," sebut peraih lima medali emas di Peparnas 2016 Jawa Barat tersebut.
Selanjutnya, dia berupaya keras untuk bisa melaju ke babak final 400 meter T37 putra hari ini. "Yang penting target di nomor 100 meter dan 200 meter rampung, kalau dapat lebih di 400 meter itu bonus," lanjutnya.
Meski begitu, Sapto dinilai punya peluang untuk menambah medali.
Dalam kaca mata pelatihnya, Slamet Widodo, Sapto adalah sosok yang penurut. "Dia orangnya gak neko-neko. Hasil itu juga buah kerja kerasnya," katanya. Sejak pertama berjumpa dengannya pada awal 2016, Slamet sudah melihat potensi besar Sapto.
Selain itu, Slamet melihat kepribadian anak didiknya itu periang. Hampir tidak pernah dia melihat Sapto mengalami frustasi dalam latihan. (nap/dis)