KEBUMEN - Setiap Kamis Wage atau menjelang Jumat Kliwon pada bulan Sura, setiap tahunnya warga Desa Adikarso Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen menggelar tradisi Krapyak. Tradisi penggantian pagar makam sesepuh desa ini digelar secara gotong-royong.
Sekertaris Desa Adikarso Kebumen, Ahmad Amin Mustofa mengatakan, tradisi Krapyak di Desa Adikarso, merupakan tradisi turun-temurun pemugaran pagar bambu makam yang digelar setahun sekali di dua makan, secara bergantian. Tahun ini, tradisi Krapyak Adikarso digelar di makam wetan dimana proses pemugaran pagar yang melingkari makam sesepuh desa yakni Mbah Amonggati, dan Mbah Amenggati, dan Mbah Wargantaka.
“Tradisi ini digelar setiap tahun sekali saat bulan Sura atau bulan Muharam secara kalender Hijriyah, namun ada dua lokasi makam yakni Mbah Amonggati dan Amenggati dan Makam Bokuning jadi setiap tahunnya bergantian, jadi satu makam dua tahun sekali,” kata Amin yang juga Ketua GP Ansor Kebumen kepada wartawan Kemarin.
Amin menjelaskan, pelaksanaan tradisi Krapyak di Desa Adikarso tahun ini agak berbeda yakni digelar selama dua hari yakni Kamis Wage 26 Juni atau 29 Dzulhijjah dan Jumat Kliwon tanggal 27 Juni 2025 atau 1 Muharam 1447 Hijriyah.
“Ini karena kebetulan hari Kamis Wage jatuh masih bulan Besar atau Dzulijah, dan 1 Muharam jatuh tepat hari Jumat Kliwon, pelaksanaan ini berbeda dari biasanya dan sudah berdasar kesepakatan rapat bersama sesepuh dan perangkat desa,” ujar Amin.
Tradisi ini juga sebagai bentuk dukungan Gopark Kebumen Global Unesco dalam segi kreatifitas seni kriya dan sejarah serta kekompakan gotong-royong masyarakat menjaga alam.
“Krapyak ini bukan sekedar tradisi namun bentuk melestarikan kreatifitas seni kriya anyaman bambu secara turun temurun,” ujar Amin.
Amin menjelaskan, keunikan Krapyak di Desa Adikarso yakni memugar dan mengganti pagar makan dari bambu wulung. Tak sekedar menganyam biasa, namun ada motif tersendiri dalam setiap anyaman yang ujugnya harus saling menyambung.
“Selain menurunkan tradisi, budaya dan kreatifitas, Krapyak ini sekaligus menguatkan nilai gotong-royong serta kekompakan masyarakat, dimana masyarakat harus kompak dan satu tujuan dalam membuat anyaman, karena kalau berbeda saja anyaman bisa gagal dan harus diulang, jadi antara ujung dan ujung yang lain itu harus saling ketemu,” jelasnya.
Selain itu, uniknya prosesi anyaman Krapyak di Desa Adikarso Kebumen ini dalam proses penyusunannya tidak menggunakan paku atau bahan modern. Yakni hanya menggunakan tali ijuk sebagai pengikatnya.
“Prosesi pemugaran dan menganyam dilakukan oleh kaum laki-laki sementara untuk kaum perempuan berperan memasak berkat untuk dibagikan kepada masyarakat yang hadir, juga sebagian kaum perempuan memasak wajib yakni gulai kambing, olahan ketan untuk warga yang kerja bakti di makan,” ujarnya.
Tak hanya itu, sebagai wujud kekompakan, sebelum prosesi Krapyak masyarakat juga iuran untuk membeli bambu, kerja bakti membersihkan makam hingga proses, ziarah makam, kenduri dan doa bersama. (fur)