MEDITASI
Puisi Pasya Alfalaqi MEDITASI Ia mengharapkan sesuatu datang, bukan nyamuk yang menukik pada gelap kulit. meskipun darah adalah darah, melanin hanya warna, dan pernah ia tertidur dengan perut yang mengembang tak lebih besar dari tulang dada. Ia hendak menyaksikan mata seekor cicak pada eternit berkedip, dengan kesenyapan kran mati dan apung gayung, sembari menghitung bunyi “plung” selama memasang diri pada posisi. Ia tahu seseorang telah melabur dinding serupa kapas dan keramik biru muda membuatnya seolah-olah melayang pada langit Agustus. Ini mengingatkannya pada cita-cita semasa kecil: Menjadi burung yang bebas memilih dahan. Ia merasa bisa memahami seseorang di masa silam, yang mendekam di dalam gua, menjauhkan diri dari keramaian dengan perbekalan yang tak banyak, dengan kepala yang disesaki renungan dan pertanyaan, yang kemudian dijawab oleh suara dari langit. Ia merasa bisa mengerti semua: hari-hari depan, keberanian hidup, dan cinta. Ia mengerti bahwa gagasan kerap tenggelam oleh siraman berulang pada lubang kakus. Ia mengerti bahwa dari sekian banyak hal yang memaksa abadi, satu-satunya yang tersisa adalah kesementaraan. Ia merasa bisa membaca peta yang terbentang dalam diri tanpa jarum penunjuk arah. Ia merasa sanggup menerka lahan-lahan yang belum terbaca. Sampai kemudian terdengar ketukan pada pintu, dan seseorang berseru,”Ember jangan lupa diisi!” Ia bergegas menyelesaikan hajatnya. 2019 DI RUMAH NENEK Barangkali sebenar-benarnya rumah bukanlah tempat untuk kamu definisikan sebagai bukan rumah hanya karena sebungkus mie instan yang mengingatkanmu pada malam dingin di perantauan. Barangkali harapan yang ia punya adalah kamu yang merasa pulang sejak kau putar gagang pintu yang tak pernah benar-benar terkunci itu. 2019 PESAN DARI IBU ambil buku puisi dari rak penuh debu dan benang laba-laba biarkan ia terbuka tanpa kau harus menuruti angka halaman baca puisi tersebut pelan-pelan, baca ia hanya untuk dirimu saja dan tunggu hasilnya: barangkali di dalam kamar berisi pakaian kotor dan kertas-kertas dan abu rokok kau akan teringat sebuah pesan dari ibu. 2019 MENYUSURI KOTA KALA LISTRIK PADAM mengapa barisan panjang lampu itu tak lagi mengumbar nyala? aku butuh iringan cahaya agar sebentang jalan di telapak tangan tak begitu gelap. 2019 DI STASIUN di stasiun terdengar “di tepinya sungai serayu” mengalun matahari jatuh dan lampu-lampu dibangunkan ransel dan koper ribuan kali melintasi pintu masuk apakah anda sudah mencetak tiket berangkat/pulang? tanya petugas oranye sebelum hilang ditelan kerumunan. di luar, deru mesin kendaraan menjadi tanda perpindahan manusia. pendingin ruangan membekukan kaki di bangku tunggu kereta tujuan anda segera berangkat... sungguh, aku bisa pulang kapanpun aku mau. 2019 MEMBACA BUKOWSKI Kumatikan lampu ruang tamu dan kubaca puisi-puisimu, penyair tua, dari layar komputer jinjing. tetikus nirkabel menggulirkan kata demi kata yang kau susun dengan hidup. bagaimana caranya melihat botol bir, pisau cukur, lonte, bahkan kuping kiri van gogh sebagai puisi? begitu ramai, berantakan, dan rusak, bahasa yang tak ramah bagi hari-hari. memang kau gemar mabuk, gemar melantur dan omonganmu terkesan ngawur. Tapi aku tahu, kau seorang jujur dari hati yang terdalam. segala yang datang menimpa tubuhmu adalah puisi. air yang mengalir dari botol bir adalah puisi. istri yang pincang adalah puisi. sepatu bercelup biru adalah puisi. pertanyaan kepada pria pecandu adu banteng di spanyol adalah puisi. pertanyaan kepada peta india adalah puisi. anjuran untuk menghancurkan kepalamu dengan kapak adalah puisi. kuda jelek adalah puisi. burung biru di dadamu adalah puisi. bocah jenius yang gagal menangkap keindahan laut adalah puisi... aku menyesap fanta, menyalakan sebatang rokok terakhir, merebahkan diri sejenak karena kedua mata mulai panas, memandangi langit-langit yang gelap sambil memikirkan apa itu puisi, apa itu puisi, apa itu puisi. 2019 DI KELAS PUISI kami bicara tentang puisi penyair eropa. kelas adalah ruang rapat para dosen, jadwal kelas pengganti sudah penuh. jendela terbuka setengah. gordyn oranye. Jam bergerak lambat menunjuk pukul dua lebih seperempat. berulang dilontarkan lelucon tak lucu. mikropon mati. delapan batang lampu neon menggantung nyala. pendingin ruang menyentuh tengkuk dan telinga belakang. dinding-dinding pucat. ada yang salah mengucapkan "poetry", menjadi "putri" dan semua tertawa. infokus menembak papan putih dengan puisi langston hughes jatah presentasiku ternyata minggu lalu. kembali kumasukan puisi ezra pound yang kutulis ulang dengan dadakan ke dalam tas. 2019 PASYA ALFALAQI. Mahasiswa Sastra Inggris FIB Unsoed. Bergiat di Unit Kegiatan Mahasiswa Teater Teksas, sambil sesekali menulis di blog pribadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: