Cagar Budaya Belum Dilindungi Perda
BERCERITA : Alumni Volkschool Ketjepit, Nakim Padmowidjojo mengisahkan pengalamannya sekolah di Volkschool Ketjepit yang kini menjadi SDN 1 Kecepit. DARNO/RADARMAS
BANJARNEGARA - Cagar budaya di Kabupaten Banjarnegara belum dilindungi Perda. Salah satu situs tersebut yaitu SD Negeri 1 Kecepit Kecamatan Punggelan.
Sekolah tersebut merupakan peninggalan sekolah modern era Kolonial Belanda. Sekolah tersebut, merupakan bangunan cagar budaya yang merupakan saksi bisu penerapan politik etis atau politik balas budi Belanda di bidang pendidikan di negeri ini.
Guru Besar Sejarah Universitas Airlangga Prof Purnawan Basundoro mengatakan, SD Negeri 1 Kecepit dulu bernama Volkschool Ketjepit yang didirikan pada tahun 1904. Volkschool berarti Sekolah Rakjat (SR) atau Sekolah Rendah di masa itu.
"Sekolah ini disebut Sekolah Rakyat rendah, karena yang sekolah di situ rakyat pribumi. Sementara sekolah tinggi hanya untuk anak Belanda" kata dia, kemarin.
Purnawan yang merupakan ahli sejarah perkotaan mengatakan, sekolah ini punya keunikan karena awalnya hanya untuk kaum elit desa. Namun lama kelamaan, semua rakyat di Punggelan bisa bersekolah di sekolah itu termasuk anak petani.
"Dampaknya, masyarakat Punggelan mengalami kemajuan yang cukup pesat. Termasuk menjadi masyarakat pertama yang melek huruf. Jadi tidak heran jika orang-orang tua di Kecepit jarang yang buta huruf," terangnya.
Keberadaan cagar budaya bidang pendidikan ini belum dilindungi Perda. Meskipun Banjarnegara belum memiliki Perda Cagar Budaya, dia berharap Bupati Banjarnegara menerbitkan SK Perlindungan Cagar Budaya sebagai payung hukum sementara.
"Kepala Sekolah juga bisa membuat plakat atau papan pengumuman, yang menyatakan bangunan cagar budaya yang tidak boleh dirusak. Agar bangunan ini lestari," tuturnya.
Alumni Volkschool Ketjepit, Nakim Padmowidjojo mengatakan, sekitar tahun 1939 sekolah itu disebut SR Sempurna karena sudah sampai kelas enam.
"Jadi yang sudah tamat kelas tiga di desa lain, melanjutkan kelas empat di SR Kecepit," ungkap alumni sekolah tersebut yang kini telah berusia 87 tahun.
https://radarbanyumas.co.id/aset-budaya-jadi-potensi-wisata/
Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Kabupaten Banjarnegara Heni Purwono berkomentar, cagar budaya bangunan pendidikan cukup lengkap dan harus dilestarikan di Banjarnegara.
"Ada Dharmasala yang konon semacam tempat mencari ilmu bagi umat Hindu di percandian Dieng. Ada pula bangunan Europe Leger School dan HIS Arjuna yang bentuknya masih sangat asli mewakili bangunan sekolah era kolonial di Klampok," urainya.
Selain itu, juga terdapat Darul Ma'arif yang meskipun bekasnya sudah tidak terlihat sebagai saksi kejayaan Syarikat Islam di era Pergerakan Nasional. Namun narasi dan arsipnya masih ada.
"Semua itu memang harus dilestarikan sebagai sebuah memori kolektif. Kita mendorong agar DPRD maupun Pemkab Banjarnegara segera membuat Perda Cagar Budaya. Kalau tidak, bisa jadi kita akan kehilangan sejarah pendidikan di Banjarnegara," terangnya. (drn)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:


