Realita Pendidikan Pandemi: Orang Tua Merangkap Guru, Pembelajaran Prematur, Guru: Banyak Siswa Numpuk Tugas

Realita Pendidikan Pandemi: Orang Tua Merangkap Guru, Pembelajaran Prematur, Guru: Banyak Siswa Numpuk Tugas

DARING: Pelajar sekolah menengah pertama mengerjakan soal yang diberikan secara daring, melalui ponsel pintarnya. DIMAS PRABOWO/RADAR BANYUMAS PURWOKERTO - Pandemi ini membuat orang tua merangkap menjadi guru. Setahun sudah pandemi, ya setahun sudah para orang tua menjadi guru. Orang tua mengaku, tak bisa melepaskan begitu saja sang buah hatinya saat Pembelajaran Jarak Jauh atau yang kerap disebut Daring itu. Misal saja Dedy Afrenki. Buah hatinya baru duduk di kelas 2 di salah satu SD Swasta di Purwokerto. https://radarbanyumas.co.id/di-batang-300-sd-dan-30-smp-mulai-sekolah-tatap-muka-hari-ini-siswa-belajar-online-susah-tidak-mudeng/ "Anak saya masuk pas kelas satu, pas itu juga ada pandemi," kata dia. Diawal-awal dulu, Ia mengaku sulitnya bukan main. Ia mengatakan, selepas TK, semestinya masih ada transisi dimana anak masih belajar dan bermain. "Namun ini, dia harus duduk manis didepan layar selama satu jam," ujar dia. Ia mengatakan, mesti ada perubahan kurikulum setelah Pembelajaran Tatap Muka (PTM) mendatang. Sebab, sang anak yang lulus TK ketika masuk sekolah besok langsung kelas dua. "Itu kan pasti porsinya sudah beda. Harus ada penyesuaian terlebih dahulu, harus ada masa transisinya," ungkapnya. Ia berharap, jika kedepan masih diterapkan pembelajaran jarak jauh, alangkah lebih baik jika Guru memembuat konten yang menarik sesuai dengan usianya. Sementara itu, wali murid lainnya, Iksan yang berasal dari SD N 1 Bantarsoka Purwokerto mengatakan sebagai orang tua merasa cukup kasihan. "Bukan berarti merasa terbebani mendidik di rumah. Namun lebih ke sosialisasi bersama teman-temannya," tuturnya. Menurutnya, belajar melalui daring sudah lumayan optimal. Hanya saja, anak kerap rindu belajar di Sekolah. "Lebih menitikberatkan pada sosialisasi dengan teman. Interaksi dengan gurunya juga," kata dia. Ia menambahkan, sebagai orang tua memang dituntut untuk interaktif. Terutama kepada Guru. "Kadang ada soal yang memang tidak bisa dipahami. Kita berinteraksi dengan Guru, takutnya jika salah menyampaikan ke anak," katanya. Permasalahan lain juga dialami sejumlah guru. Mulai dari media yang digunakan untuk memberikan tugas, hingga kesulitan mengawasi tugas siswa secara berkala. Alhasil banyak tugas siswa yang menumpuk. Imbasnya, guru pun menjadi sulit memberikan nilai. Wakil Kepala SMPN 2 Kalibagor, Sudarsono mengungkapkan selama 1 minggu banyak tugas siswa yang dikerjakan. Hingga terjadi akumulasi tugas dari siswa yang seharusnya bisa diselesaikan sesuai jadwal. "Sampai ada siswa yang belum mengikuti PTS sesuai jadwal. Kalau sudah diingatkan guru tapi tetap tidak dikerjakan siswa dalam 1 hari kemana. Setiap hari memegang HP PTS saja tidak dikerjakan," ungkap dia. Tidak perlu menghitung selama 1 tahun pandemi. Dalam 1 semester ke belakang saja, hampir di setiap mapel ada siswa yang tidak mengumpulkan tugas tepat waktu. "Sekolah menyiasati bagi siswa yang belum mengerjakan tugas atau bahkan belum mengikuti PTS, ketika siswa datang ke sekolah untuk satu keperluan kami fasilitasi secara offline," pungkas Sudarsono.(mhd/yda)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: