Penerima Suap Pasti Dipecat

Penerima Suap Pasti Dipecat

Menkeu Warning Pejabat Ditjen Pajak JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan menindak tegas pegawai di lingkungan kementeriannya yang terbukti melakukan korupsi. "Sudah pasti, kalau terbukti berdasarkan peraturan, dengan pasti akan kami pecat," ujarnya di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, kemarin (23/11). Citra Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tercoreng atas penangkapan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Senin (21/11) penyidik KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Handang Soekarno, Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak. Dia menerima suap Rp 1,9 miliar dari Rajesh Rajamohanan Nair untuk menghapus tagihan pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia senilai Rp 78 miliar. Total, Handang dijanjikan fee Rp 6 miliar. Sri Mulyani menegaskan, sanksi tegas sudah diterapkan di Direktorat Jenderal Bea Cukai. Hal itu sejalan dengan upaya bersih-bersih di Kemenkeu. "Kami sudah copot banyak. Di Bea Cukai ada 22 orang saat terjadinya penangkapan (di Semarang)," katanya. Khusus untuk pejabat pajak yang ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan, Ani –sapaan Sri Mulyani– memastikan akan memberikan hukuman paling berat. "Untuk yang bersangkutan, saya minta hukuman yang paling berat," tegasnya. Kekecewaan Ani dituangkan dalam tulisan yang diunggah di Instagram kemarin. Salah satu poin dalam tulisan itu adalah betapa kecewanya Menkeu atas tindakan Handang yang disebutnya telah mengkhianati nilai-nilai baik dan integritas. Dia juga mengajak seluruh jajaran Kemenkeu untuk tetap bekerja serta melanjutkan reformasi dan transformasi. Dia menuturkan, surat itu dibuat sekitar pukul 23.00. "Kan saya kecewa, boleh dong menyampaikan (lewat surat)," ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan kemarin. Dia sengaja mengunggah tulisan itu di Instagram untuk memberi tahu jajarannya bahwa penggunaan teknologi bisa mempermudah penyebaran informasi. "Saya senang menulis, mengurangi stres dan kekecewaan," tambah mantan managing director Bank Dunia tersebut. Sementara itu, pengamat perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center (CCTC) Darussalam mengungkapkan, penangkapan oknum pejabat Ditjen Pajak oleh KPK diyakini tidak akan mengganggu target penerimaan pajak 2016 dan 2017. Persoalan tersebut hanya bersifat sementara dan mampu diredam Kemenkeu. Pemerintah telah mematok penerimaan pajak Rp 1.355,2 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016. Di APBN 2017, targetnya Rp 1.307,6 triliun. "Kasus ini tidak ada dampaknya di 2016 dan 2017 maupun jangka panjang. Ini hanya sesaat dan bisa dinetralisir," ujarnya dalam diskusi Tren, Outlook, dan Tantangan Pajak 2017 di Jakarta kemarin. Kemenkeu bergerak cepat untuk menenangkan masyarakat. Bahkan, Menkeu berjanji melakukan perbaikan dengan segera membentuk tim khusus reformasi perpajakan. "Bu Sri Mulyani turun tangan langsung sehingga saya yakin kasus ini tidak akan terpengaruh jangka panjang. Ini oknum dan tidak mencerminkan kondisi petugas pajak secara keseluruhan karena saya yakin teman-teman pajak sudah menjalankan aturan," tutur Darussalam. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mengembangkan kasus dugaan suap penghapusan tagihan pajak yang menyeret Handang Soekarno, kasubdit bukti permulaan direktorat penegakan hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan. Kemarin (23/11), komisi antirasuah melakukan pengeledahan di empat lokasi. Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha menyatakan, empat lokasi yang digeledah adalah kantor PT E.K Prima Ekspor Indonesia di Graha Eka Prima Ruko Tekstil Blok C3 Raya, Jalan Mangga Dua Nomor 12 Jakarta, dan rumah milik tersangka Rajesh Rajamohanan Nair di Perumahan Spring Hill Golf Residence, Pademangan Timur, Jakarta Utara. Selain itu, petugas juga mengeledah kantor Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak di Jalan Gatot Subroto dan rumah kos tersangka Handang Soekarno yang terletak di belakang kantor ditjen pajak. "Tersangka Handang tinggal di kos. Di kamar kos itu diduga ada beberapa bukti yang berkaitan dengan kasus pajak," terang dia saat ditemui di gedung KPK Jalan H.R Rasuna Said kemarin. Pihaknya masih mencari tahu dimana rumah Handang sendiri. Menurut dia, Hadang berdomisili di Jakarta. Tapi, dia belum tahu alamat rumah pastinya. "Pokoknya setiap harinya tinggal di kos. Kalau kosnya di Gatot Subroto berarti kosnya mewah," ujar dia. Ia menjelaskan, dari empat lokasi itu, pihaknya menyita beberapa dokumen. Salah satunya dokumen terkait surat tagihan pajak (STP) PT E.K Prima Ekspor Indonesia. Selain itu, ada dokumen penting lainnya, namun dia tidak bisa menyebutkannya. Ia menyatakan, dalam pengeledahan itu tidak ditemukan uang suap. "Uang suap yang disita hanya uang dari hasil OTT," paparnya. Barang bukti dokumen itu sangat penting untuk mengembangkan kasus tersebut. Terkait kemungkinan keterlibatan pihak lain, lanjut dia, pihaknya masih terus mendalami. Apakah itu bawahan atau pun atasan Handang. Jadi, KPK belum bisa memastikan siapa saja yang terlibat. Yang pasti untuk saat ini hanya dua orang yang menjadi tersangka Handang dan Direktur PT PT E.K Prima Ekspor Indonesia Rajesh Rajamohanan Nair. Apakah suap itu melibatkan Dirjen Pajak? Ia mengatakan, komisinya masih terus mendalami keterlibatan pihak lain. Bagaimana dengan tiga staf Rajamohanan dan sopir serta ajudan Handang yang sempat diamankan KPK? Menurut dia, mereka berlima dilepaskan dan kembali ke rumah masing-masing. Mereka hanya dimintai keterangan terkait dugaan suap penghapusan tagihan pajak itu. "Mereka masih saksi," ungkap Priharsa. Dia menyatakan, akibat suap yang dilakukan pegawai pajak itu negara terancam kehilangan pemasukan dari pajak sebesar Rp 78 miliar. "Bukan kerugian negara, tapi terancam kehilangan pajak yang harus dibayar," papar dia. Pajak Rp 78 miliar itu merupakan tagihan pajak untuk PT E.K Prima Ekspor Indonesia pada 2014-2015. Jadi, selama dua tahun, perusahan ekspor itu tidak membayar pajak. Dia berusaha menyuap pegawai pajak agar pajak itu dihapus. Pajak yang terancam hilang itu masih tetap bisa ditagih kepada wajib pajak. Tapi, yang lebih mengetahui mekanismenya adalah Ditjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan, komisinya tidak akan berhenti terhadap dua tersangka. Penyidik masih terus berupaya membongkar kasus suap yang akan merusak sistem perpajakan itu. Selain melakukan penindakan terhadap tindak pidana korupsi, KPK juga akan melakukan upaya pencegahan. "Kami akan bekerjasama dengan Kementerian Keuangan," ungkap dia. Apalagi, Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah menyatakan akan membuka akses seluas-luasnya kepada KPK untuk melakukan penyidikan. "Kami duduk KPK mengusut kasus tersebut," ucapnya saat konferensi pers di gedung KPK Selasa (22/11) lalu.  Menkeu juga siap bekerjasama dengan KPK untuk melakukan pencegahan. Seperti diberitakan, pada Senin (21/11) lalu, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pegawai ditjen pajak Handang dan pengusaha Rajamohanan di perumahan Spring Hill Golf Residence. Mereka ditangkap setelah melakukan transaksi suap sebesar USD sebesar USD 148.500 atau Rp 1,9 miliar. Suap itu diduga berkaitan dengan permasalahan pajak yang dihadapai PT E.K Prima Ekspor Indonesia. Yaitu, tentang surat tagihan pajak (STP) sebesar Rp 78 miliar. Handang diminta menghapus pajak itu dengan iming-iming fee sebesar Rp 6 miliar. Rencanya fee itu akan dibayar bertahap. Namun, setelah penyerahan tahap pertama senilai Rp 1,9 miliar, keduanya sudah ditangkap KPK. (lum/dee/byu/c5/ca/acd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: