Seratusan Anak Muda Antusias Ikuti Penyuluhan Hukum

Seratusan Anak Muda Antusias Ikuti Penyuluhan Hukum

seratus peserta dari pemuda, pelajar dan mahasiswa antusias mengikuti penyuluhan hukum bersama LBH PAHAM di Gedung Halal Mart, Sabtu (13/8).-Foto Budi Cahyo Utomo/Radar Banyumas -

PURBALINGGA-Sekitar seratus peserta dari pemuda, pelajar dan mahasiswa antusias mengikuti penyuluhan hukum bersama LBH PAHAM di Gedung Halal Mart, Sabtu (13/8). Penyuluhan hukum dengan tema Memahami Kekerasan Seksual di Dunia Maya pada Kalangan Anak Muda itu menghadirkan tersebut menghadirkan dua narasumber yaitu Purwanto SH selaku Direktur LBH PAHAM Jawa Tengah dan Padang Kusumo SH selaku Advokat dari Purbalingga, sekaligus Direktur PAHAM Purbalingga.

Padang Kusumo mengatakan, penyuluhan hukum itu digelar sebagai upaya preventif terhadap maraknya kekerasan seksual di Indonesia. Materi yang disampaikan dalam penyuluhan itu adalah kekerasan seksual ditinjau dari segi Undang-Undang ITE dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Dalam kesempatan itu dijelaskan, kalangan anak muda yang akrab dengan media sosial diharapkan berhati hati dalam melakukan aktivitasnya di media sosial. Pasalnya, jika tidak hati-hati bisa berujung pada tindak pidana yang bisa dilaporkan oleh orang yang merasa dirugikan. “Hati-hati. Sekedar kopi paste saja bisa berbahaya bila kontennya merugikan orang lain, misalnya berpotensi mengarah pada cyber bulliying dan lainnya,” tutur Padang Kusumo.

Padang juga menjelaskan, ada sembilan bentuk kekerasan seksual yang tercantum dalam Undang Undang TPKS tersebut yakni pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Menurut Padang, ada sejumlah poin penting dalam Undang Undang TPKS itu, diantaranya laporan TPKS tidak boleh ditolak oleh penyidik, korban TPKS memiliki hak untuk mendapatkan pendampingan, korban memiliki hak mendapatkan restitusi atau ganti rugi dan TPKS ini tidak bisa diselesaikan menggunakan pendekatan restorative justice.(bdg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: