Pertama Kalinya Brasil Gagal Melangkah ke Babak Delapan Besar

Pertama Kalinya  Brasil Gagal Melangkah ke Babak Delapan Besar

FOXBOROUGH – Sebelum melawan Peru di Gillette Stadium kemarin (13/6), bek kiri Brasil, Filipe Luis, sudah mewanti-wanti rekannya agar memetik pelajaran dari kekalahan 0-1 Uruguay atas Venezuela (10/6). Pemain Atletico Madrid itu berujar, kekalahan Uruguay yang merupakan pemegang status sebagai tim tersukses Copa America (15 gelar) itu membuka mata bahwa mereka tidak bisa menganggap remeh siapapun. ”Ini adalah kompetisi yang sangat rumit sekaligus tidak mudah. Sebab, semua tim menginginkan kemenangan,” kata Luis seperti dilansir ESPN. Sayang, ucapan Luis seperti angin lalu. Brasil pun kalah 0-1 via gol Raul Ruidiaz di menit ke-75. Brasil pun gagal melangkah ke fase perempat final karena disaat bersamaan, Ekuador menghajar Haiti dengan skor telak 4-0. Hasil ini seolah menjadi puncak dari serangkaian kegagalan Seleccao, sebutan Brasil, sejak mereka dibenamkan Jerman begitu telak, 1-7, di hadapan publik sendiri dalam semifinal Piala Dunia 2014 lalu. Selain itu, ini adalah pertama kalinya bagi Brasil gagal melangkah ke babak delapan besar sejak edisi 1987 silam di Argentina. Tak ayal, raihan ini membuat treinador Brasil, Dunga, begitu marah. Dia merasa timnya tak layak kalah jika melihat dominasi mereka sepanjang 90 menit. Selain penguasaan bola yang mencapai 63 persen, serangan Brasil yang dimotori oleh Gabriel dan Philippe Coutinho juga lebih banyak mengancam gawang Peru dengan melakukan enam kali tembakan dari total 11 kesempatan. Berbanding dua yang dilakukan pasukan Ricardo Gareca tersebut. Selain itu, yang membuat Dunga begitu frutrasi adalah disahkannya gol Ruidiaz oleh wasit Andres Cunha. Sebab, gol yang memanfaatkan crossing Andy Polo itu berbau handball. Dalam tayangan ulang, memang terlihat bola menyentuh lengan bawah Ruidiaz sebelum masuk kedalam jala gawang. ”Semua orang melihat apa yang terjadi. Kami semua tidak bisa merubah apa yang sudah mereka saksikan,” kecam Dunga seperti dilansir Four Four Two. Yang membuat pelatih 52 tahun itu semakin meradang adalah Cunha mengabaikan fakta video tersebut, berdiskusi dengan para asistennya sebelum kemudian memutuskan untuk mengesahkan gol Ruidiaz. ”Aku juga tidak mengerti kenapa diskusi itu sampai harus berlangsung sampai empat menit, kemudian tidak memutuskan apa-apa,” keluhnya. ”Brasil tersisih bukan karena sepak bolanya,” lanjutnya. Dengan tersingkirnya Brasil dari babak knockout, maka kursi Dunga pun kembali bergoyang untuk kali kedua. Satu-satunya asa yang tersisa adalah Olimpiade Agustus mendatang yang bakal berlangsung di kandang sendiri, Rio de Janeiro. Target yang diusung pun tidak mudah. Sebab, timnas U-23 yang dipersiapkan harus bisa merebut medali emas, setelah dalam 13 partisipasi terakhir, hanya bisa membawa pulang 3 medali perak, serta dua perunggu. Tiga medali perak itu diraih pada Olimpiade Los Angeles 1984, Seoul 1988, dan London empat tahun yang lalu. Adapun perunggu direbut Brasil pada Olimpiade Atlanta 1996 dan Beijing 2008 silam. Terkait dengan posisinya yang berada di ujung tanduk, Dunga menjawab dengan santai bahwa dia tidak khawatir. ”Satu-satunya yang aku khawatirkan hanyalah kematian,” ujarnya sebagaimana dikutip oleh ESPN. Secara tidak langsung, kapten Brasil kala menjadi juara Piala Dunia di Amerika Serikat 1994 silam itu menyatakan dia mendapat dukungan dari CBF (Federasi Sepak Bola Brasil) dengan mengatakan bahwa Presiden CBF interim, Antonio Nunes, mengetahui program apa saja yang dibawanya. ”Fans juga mengetahui cara kami bermain, terutama di babak pertama. Mereka juga tahu tersingkirnya kami bukan karena kami kalah kualitas. Itu saja. Jadi, aku tidak khawatir,” lanjut Dunga kembali. Terpisah, Gareca berkilah tidak bisa menjawab jika gol itu seharusnya sah atau tidak karena belum menonton rekaman pertandingannya dan serta dia berkata hal itu merupakan risiko dalam sepak bola. Yang jelas, lanjut Gareca, Peru memang pantas mendapatkan kemenangan itu karena dalam pandangannya, mereka mampu bertahan dan menyerang dengan efisien. ”Kami berhasil memanfaatkan setiap momentum yang ada. Kami bertahan ketika harus bertahan, dan menyerang jika memang waktunya untuk mencetak gol. Para pemain menjalankan setiap instruksiku dengan baik,” ujar entrenador asal Argentina itu kepada Four Four Two. (apu)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: