Waspada! Anak Dalam Pusaran Bisnis Seksual Dijual Ke Pedofil dan Gay

Waspada! Anak Dalam Pusaran Bisnis Seksual Dijual Ke Pedofil dan Gay

- Manfaatkan Kemiskinan dan Hedonisme - Rekrut 99 Anak Dalam Dua Bulan JAKARTA— Enam orang anak dan satu remaja yang menjadi korban dari Mucikari, AR, berlatarbelakang keluarga miskin. Kabareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto menduga kemiskinan itulah yang dimanfaatkan tersangka AR untuk merekrut anak untuk bisa dijual ke seorang gay atau pedofil. Kasus penjualan anak lelaki untuk gay ini dipastikan merupakan sindikat. Infografis-anak-dan-bisnis-seksual Ari Dono menjelaskan, pengungkapan itu dimulai saat Bareskrim melakukan undercover buying pada AR dan enam anak serta, seorang remaja usia 18 tahun di sebuah hotel di Jalan Cipayung Raya, Puncak Bogor. AR menawarkan untuk seorang anak dengan tarif Rp 1,2 juta melalui akun Facebook. ”Metode pembayaran juga ditentukan AR sebagai mucikari, yakni dengan down payment 50 persen dari tarif yang disepakati,” jelasnya. Setelah itu, AR menentukan lokasi hotel di Puncak Bogor. Hotel tersebut dipilih yang dirasa aman dan sudah terbiasa menjadi lokasi transaksi yang dilakukan AR. ”Saat pertemuan itulah, uang sisanya harus dibayarkan. Ternyata, korban mendapat bagian Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu,” terangnya ditemui di kantor Bareskrim kemarin. Dia menegaskan bahwa identitas ketujuh korban sama sekali tidak boleh menyebar ke masyarakat. Yang pasti, para korban ini berasal dari Bogor dan Bandung. ”Keluarga sudah dihubungi dan mereka akan mendapatkan treatment khusus dari Kementerian Sosial (Kemensos),” terangnya. Dipelajari dari latar belakang keluarga, memang sebagian besar korban merupakan anak dari keluarga yang tergolong menengah ke bawah. AR mengiming-imingi para korban dengan uang banyak bila memang mau untuk melayani gay atau seorang pedofil. ”Dari tujuh korban ini, salah satunya juga putus sekolah,” paparnya. Dia menuturkan bahwa kehidupan hedonism atau senang-senang, juga membuat anak tergiur dengan tersangka RA. Selama ini, anak-anak sudah menginginkan untuk ganti handphone dan barang-barang mewah. ”Ini hasil pemeriksaan ya,” tuturnya. Dalam pemeriksaan Bareskrim, diketahui juga ternyata RA tidak hanya menyediakan tujuh anak. Dia memiliki jaringan dan ada 99 anak yang tergabung dalam jaringan tersebut. ”Anak yang dibawah jaringan RA ini jumlahnya hampir seratus,” ungkapnya. Saat ini, semua anak itu akan ditelusuri keberadaannya. Tentunya, tidak hanya untuk menjadi saksi, namun juga harus mendapatkan treatment dari Kemensos. ”Kami ingin menyelamatkan mereka,” paparnya. Apalah AR bekerja sendirian? Dia menjelaskan bahwa Bareskrim mengetahui ada mucikari lain yang membantu AR. Biasanya, kalau AR tidak bisa menyediakan anak yang dipesan, maka akan menghubungi mucikari lain. ”Kami kejar semua yang terlibat,” ujarnya. AR dipastikan memiliki jaringan yang besar karena latar belakangnya. Kabareskrim menuturkan bahwa AR merupakan residivis yang baru saja keluar penjara dua bulan lalu. Kejahatan yang sebelumnya dilakukan juga sama, yakni memperdagangkan orang. ”Tapi, kasus pertama itu perempuan yang jadi korban,” ungkapnya. Ari Dono menjelaskan, dampak pada anak yang menjadi korban begitu mengerikan. Sebab, dari pemeriksaan sementara anak-anak itu bahkan ada yang sampai sudah merasa menikmati. ”Tapi, ada pula anak-anak yang masih malu-malu,” tuturnya. Apakah hanya berhenti pada mucikari? Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Brigjen Agung Setya menuturkan bahwa konsumen dari mucikari anak itu juga akan menjadi target kepolisian. ”Saat ini masih didata siapa saja yang pernah menjadi konsumennya,” ungkapnya. Namun, sayangnya perbuatan illegal semacam ini sering kali tidak memiliki catatan yang jelas. Hanya dari handphone mucikari, semua itu akan dideteksi. ”Gay dan pedofil yang telah melukai generasi ini akan kami tangkap secepatnya,” ujarnya. Sementara Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan bahwa untuk tujuh anak itu akan dilakukan pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan ini untuk memastikan bahwa mereka tidak terjangkit penyakit seksual. ”Kalau ternyata sakit, tentu harus diobati,” paparnya ditemui di kantor Bareskrim. Selanjutnya, semua anak itu akan mendapatkan rehabilitas, serta proses terapi psikologi dan sosial. Nantinya, mereka akan dikirim ke Safe House Kemensos. Mereka akan mendapat terpai selama beberapa bulan. ”Termasuk untuk 99 korban ya,” paparnya. Tidak berhenti disana, pendidikan para korban juga akan dikawal. Dia menuturkan bahwa keluarga dan guru juga perlu untuk mendapatkan pengetahuan bagaimana menghadapi anak yang menjadi korban kejahatan seksual. ”Kami ingin memastikan lingkungannya aman dan tidak memperburuk rasa trauma anak,” jelasnya. Menjaga pertumbuhan anak korban kejahatan seksual ini penting. Sebab, terkadang memori mereka atas kejahatan itu bisa jadi menuntut mereka kembali. ”Karena itu, semua harus dicegah terlebih dahulu. Jangan sampai mereka menjadi korban lalu berubah menjadi pelaku,” ungkapnya. Bagian lain, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam Sholeh menyebut bahwa dampak psikologis pada anak itu sudah sangat parah. Sampai-sampai, 99 anak itu ternyata sudah membentuk sebuah komunitas, yakni Komunitas Gay Brondong. ”Ini menunjukkan prilaku seksual yang sudah menyimpang,” tuturnya. Fenomena itu harus diputus dengan kerjasama lintas sector. Anak-anak mendapatkan terpai dan keluarga juga harus mendapatkan perhatian. ”dampak pendek, menengah dan panjangnya dari kejahatan seksual anak ini harus dihentikan,” paparnya. Saat ini sesuai data KPAI sepanjang 2016 ini terdapat tren peningkatan kasus kejahatan seksual terhadap anak. Kalau untuk kejahatan seksual anak setahun ini mencapai 1.593. 25 diantaranya merupakan kasus kejahatan seksual anak melalui online atau dunia maya. ”dalam era teknologi ini, industri seksual anak mulai merambah ke dunia maya,” ujarnya. Khofifah menambahkan bahwa peran serta masyarakat menjadi sangat penting untuk mencegah adanya kejahatan yang dilakukan pada anak. Karena itu, bila melihat gejala ada anak di jalanan mengemis atau lainnya, maka masyarakat bisa menghubungi call center Kemensoso 1500771. ”Siapapun yang melihat ada anak yang rawan untuk menjadi korban baik dijalanan atau lainnya tentu bisa menghubunginya,” paparnya. Untuk mengantisipasi hal itu, pengusaha dan karyawan hotel akan dikumpulkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Bareskrim. Dalam apertemuan itu, pengelola hotel akan diminta untuk lebih peduli terhadap kejahatan seksual anak. Bila, masih ada hotel yang membiarkan kejahatan seksual anak terjadi, maka ancaman pidana bisa diterapkan. Deputi perlindungan anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Imiarti MH menjelaskan perlu dibangun sebuah kesadaran dini atau early warning pada semua pengusaha dan karyawan hotel di Indonesia. Kesadaran itu untuk peduli pada pencegahan kejahatan seksual pada anak. ”Selama ini mereka membiarkan dan tidak peduli,” tuturnya. Padahal, karyawan hotel dapat dengan mudah mengidentifikasi kemungkinan adanya pedagangan anak di hotel. Misalnya, dengan melihat anak-anak remaja masuk ke hotel dengan tanpa orang tua. ”Kan KTP bisa dilihat dan kalau ada anak bisa menunjukkan kartu keluarga,” ujarnya. Apabila ada banyak anak remaja di hotel, itu adalah sebuah ketidakwajaran. Karena itu, karyawan dan pengusahanya harus melaporkannya ke kepolisian atau ke kementerian. ”Kami akan himbau dulu agar memiliki satu pemahaman,” paparnya. Namun, bila masih saja terjadi adanya kejahatan seksual anak di hotel, maka Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bisa merekomendasikan pada Polri untuk mempidana pihak hotel. Dia menjelaskan bahwa sesuai undang-undang 21/2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang, bahwa pelaku kejahatan yang mengantar, melabuhkan dan menampung bisa dipidana. ”Pihak hotel ini merupakan penampungnya,” ujarnya. Menurut dia, dalam persoalan kejahatan seksual anak ini, yang utama sebenarnya peran dari masyarakat. Masyarakat yang menjadi titik awal mendeteksi dan mencegah kejahatan tersebut. ”Kami akan kesulitan tanpa peran masyarakat,” ungkapnya. Maka, masyarakat sebagai agen perlindungan anak juga harus ditingkatkan. Dia menjelaskan bahwa masyarakat misalnya sedang menginap di hotel juga bisa mendeteksi indikasi kejahatan seksual anak. ”Ada anak remaja banyak dan tidak bersama orang tua atau ibunya langsung lapor saja,” paparnya. Sementara Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Brigjen Agung Setya mengatakan bahwa pihaknya juga mendalami keterlibatan dari pihak hotel. Seharusnya hotel memang lebih mudah mendeteksi semacam ini. ”Setelah mucikarinya, kami akan lihat ke hotel,” tuturnya. Namun, tentunya hotel harus mendapatkan sosialisasi terlebih dahulu. Sehingga, bisa ada sistem yang bisa dijalankan pihak hotel. ”Misalnya, ada yang janggal bisa minta ke polisi untuk memeriksa. Karyawannya kan belum tentu memiliki kesadaran itu,” paparnya. (idr/mia/ang/acd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: