Serukan Marhaenis dan Pertahankan NKRI
Jempolan: Jajaran Pengurus Gerakan Pemuda Marahaenis berfoto bersama.istimewa PURWOKERTO - Gerakan Pemuda Marhaenis Banyumas menggelar Deklarasi Kebangkitan di Pendopo Wakil Bupati, Minggu (30/12). Diikuti 150 orang dari 22 Kecamatan di Kabupaten Banyumas, deklarasi tersebut bertujuan untuk tetap mempertahankan keutuhan NKRI dari rongrongan neo imperialisme dan neo kolonialisme. Selain itu juga dilakukan pernyataan sikap politik atas dukungan Jokowi-Ma'ruf Amin di pilpres 2019. "Kami ingin mengembalikan semangat dan jati diri bangsa Indonesia. Gotong royong dan idealisme harus kembali ditanamkan kepada generasi penerus kita, " kata Ndaru Wahyudi, Ketua Karteker Gerakan Pemuda Marhaenis Banyumas. Dia akan melakukan beberapa program. Konsolidasi, kaderisasi, dan menumbuhkan kembali ekonomi kerakyatan adalah beberapa program yang akan diusung pihaknya. Nantinya disetiap Kecamatan akan ada kader-kader yang mendukung program tersebut. "Tugas kewajiban kita mengantarkan sampai ada pengurus definitif. Yang terbentuk karena ada konferensi cabang, ini bergantung darimana kita membentuk anak cabang-anak cabang. Dari 27 kecamatan itu minimal 50% + 1 baru mengadakan konferensi, " imbuhnya. Selanjutnya dia menyoroti generasi muda saat ini yang asing dengan marhaenis dan nasionalisme. Kondisi saat ini merupakan akibat dari sistem yang diterapkan di era orde baru dan terlebih pada reformasi. "Anak muda sekarang bersifat konsumtif, individualis, dan materialistis. Inilah yang ingin kami ubah, " ungkapnya. Meskipun diakuinya generasi muda sekarang mempunyai kecerdasan yang mumpuni namun masih dangkal dalam beripikir politik. Politik bukan berarti harus bergabung di dunia partai politik. "Usaha untuk mencapai kesejahteraan adalah definisi yang dibuat oleh Prof Miriam Budiharjo. Nation Character Building adalah yang diperlukan oleh bangsa kita, " ujarnya. Lebih jauh lagi sistem orde baru juga membuat generasi muda sekarang pragmatis. Begitu pula dengan dunia politik, ini yang membuat kerusakan bangsa kita. "Berpikir dialektik saat ini mulai ditinggalkan. Sistem pendidikan saat ini juga tidak memungkinkan untuk membuat generasi muda berpikir demikian, " pungkasnya. (aam)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: