Tangis Histeris Karena Zonasi
Dindik Beri Kuota 5 Persen Untuk Nilai Tinggi PURWOKERTO- Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SMP di Purwokerto bak drama, Rabu (5/7) kemarin. Isak tangis dan histeris siswa terdengar dari mereka yang tidak diterima di sekolah favorit. Padahal, mereka merasa memiliki nilai cukup tinggi untuk diterima. Sementara beberapa orang tua siswa juga terlihat emosi. Mereka protes keras terhadap kebijakan penerimaan peserta didik baru dengan sistem mengutamakan zonasi. Salsabila, salah seorang calon siswa di di SMP Negeri 2 Purwokerto, meledak tangisnya. Dia tak kuasa menahan sedih setelah tahu tak diterima di sekolah idamannya itu. Salsabila, yang nilainya cukup tinggi ini, sama sekali tak menduga dua terpental dari daftar jurnal PPDB. MENANGIS : Beberapa calon siswa jenjang SMP terlihat tegang dan menangis, saat mengetahui dirinya nyaris tak diterima di sekolah favoritnya (4/7). Kejadian tersebut mewarnai hari ke tiga pendaftaran siswa baru jenjang SMP dengan sistem PPDB Online, di SMPN 2 Purwokerto. (Dimas Prabowo/Radar Banyumas) Penyebabnya satu, rumah orang tua Salsabila berada di zona yang tidak aman. Sesuatu yang jelas diluar kuasa Salsabila dan orang tuanya. Tak ayal, orang tua Salsabila dan guru setempat berusaha menenangkannya. Tidak hanya Salsabila, beberapa siswa juga deras mengalir air matanya di depan ruang penerimaan siswa baru. Mereka ada yang sudah jelas tergusur dari daftar jurnal. Tapi, ada pula yang menangis karena panik bakal tergusur dari daftar jurnal penerimaan. Suasana pun panas karena ada aksi protes dari orang tua calon siswa. Mereka gusar karena nilai anak mereka tergolong tinggi namun gagal masuk ke sekolah yang diharapkan. Sugotho, salah satu wali murid dari Kelurahan Arcawinangun, Kecamatan Purwokerto Timur ini mengaku geram dengan sistem zonasi. "Sistem ini sangat merugikan anak-anak yang sudah belajar mati-matian dan berhasil memperoleh nilai tinggi," katanya. Dia merasa semua kerja keras anak untuk meraih nilai tinggi menjadi sia-sia hanya karena sitem zonasi. "Mubah semua hasil nilai anak saya. Kita lihat saja negera ini lima tahun ke depan kalau masih menggunakan sistem seperti ini, bisa hancur pendidikan di negeri ini," ujar Sugotho. Kekecewaan memuncak juga melanda Joko Setyo, warga Desa Karang Gintung Kecamatan Sumbang. Anaknya tak diterima di SMP Negeri 2 Purwokerto. "Waktu ujian anak saya sakit, saya paksakan ujian dan nilainya 8,8. Jumlah nilai 26,5 dengan nilai matematika 9,4. Tapi dikalahkan dengan siswa yang nilai matematikanya 2 koma karena sistem zonasi," katanya. Di bagian lain, Panitia PPDB SMP N 2 Purwokerto Agus Widodo mengatakan, yang menjadi pemicu permasalahan zonasi yakni sebenarnya aturan tertulis jarak maksimal 6 km untuk zonasi 1. Lebih dari itu sudah zonasi 2. Namun kenyataannya, tak sampai 6 km, jumlah calon siswa sudah menghabiskan kuota. "Jadi untuk SMP N 2 Purwokerto ini, dari keseluruhan kuota zonasi sebanyak 240 anak. Jarak maksimal hanya 2,6 km. Jadi di luar itu sudah tidak dapat diterima," katanya. Hal senada juga diungkapkan Ketua Panitia PPDB SMP Negeri 8 Purwokerto Kuswanto. Dari kuota 240 siswa zonasi di sekolahnya, jarak maksimal yang diterima ternyata 2,16 km. "Jadi disini memang anak-anak tidak sampai 6 km sudah memenuhi kuota sekolah. Selisih sedikit saja lebih dari jarak itu sudah tidak dapat diterima," katanya. Menanggapi kejadian tersebut, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Banyumas Purwadi Santoso segera menggelar rapat. Dindik berupaya mencari solusi permasalahan. Hasilnya, Dindik memberi kebijakan untuk calon peserta didik berprestasi tidak ada ketentuan zonasi. "Artinya jarak tempat tinggal tidak dipertimbangkan bagi siswa berprestasi atau nilai yang bagus. Tapi kuotanya hanya lima persen," jelasnya. Sementara PPDB akan diperpanjang bagi sekolah yang kuotanya belum terpenuhi. "Yang belum terpenuhi bisa memperpanjang PPDB mulai besok, Kamis (5/7)," imbuhnya. (ali/dis)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: