Fortas Tolak Koridor Purbalingga-Banyumas

Fortas Tolak Koridor Purbalingga-Banyumas

Dinhub : BRT Akan Tetap Beroperasi PURWOKERTO-Bus Rapid Transit (BRT) koridor I, Purbalingga-Banyumas direncanakan beroperasi tahun depan. Namun, sampai saat ini, program dari pemerintah provinsi tersebut masih mendapat penolakan. Khususnya para pelaku usaha angkutan di Banyumas. Mereka menilai, hadirnya BRT akan menggusur keberadaan angkutan umum di Banyumas. Ketua Umum Forum Transportasi Banyumas (Fortas), Tonni Kurniawan mengatakan, pihaknya tidak menafikan adanya perkembangan teknologi di zaman seperti ini. Tapi, prinsipnya perkembangan kearah yang lebih bagus dan bermartabat. KHAWATIR TREGERUS : Sejulah angkutan kota beberapa waktu lalu. Rencana kehadiran Bus Rapid Transit (BRT) koridor I, Purbalingga-Banyumas menuai penolakan dari Fortas. Mereka khwatir usaha angkutan saat ini tak laku lagi. DIMAS PRABOWO/RADAR BANYUMAS "Bermartabat dalam arti semua yang sudah ada bisa berjalan, tidak harus kehadiran teknologi baru justru membunuh yang sudah ada sebelumnya. Kita tidak mau yang seperti itu," katanya disela-sela kegiatan sosialisasi program BRT yang diselenggaran Dinas Perhubungan Provinsi Jateng, disalah satu rumah makan di Purwokerto, Selasa (7/11). Dia menilai, ketika program BRT dijalankan, semestinya angkutan yang sudah ada dioptimalkan terlebih dulu. Bukan malah, kata dia, justru mengganti dengan moda transportasi jenis baru. Dia mencontohkan, kereta api Indonesia (KAI) bisa baik seperti sekarang bukan karena menggantikan keretanya. Tetapi, sistemnya yang diperbaiki. Karena itu, dia pun meminta Dishub mencontohkan yang seperti di KAI itu. Adanya regulasi baru dari Menteri Perhubungan, menurutnya, perlu dibenahi di internal mereka sendiri. Hal ini sebelum membuat program baru seperti BRT. Orang bilang angkot seperti sekarang ini kondisinya, salah siapa? Itu kan seharusnya pembinaan dari Dishub. "Itu yang kita kejar. Kita inginkan regulasi yang ada itu perbaikan dulu dari internal mereka," katanya. Bagi Fortas, program BRT dinilai kurang bijaksana. Dalam hal ini, Dishub ingin enak sendiri tanpa harus bekerja keras. Sementara dampak yag terjadi buat para pelaku jasa transportasi umum tidak ada. "Kita yang merasakan dibawah. Beda lagi yang dilakukan Dishub adalah membenahi regulasi yang sudah ada. Itu tidak akan merubah apapun, justru pelayanan akan lebih baik. Tidak ada yang dikorbankan. Itu kalau dipaksakan masuk Purwokerto, khususnya lewat tengah kota, sepanjang koridor masuknya lewat tengah kota, kami sudah satu suara menolak BRT," tandasnya. Sementara pada kesempatan yang sama, Ketua Organda Banyumas H Sugiyanto mengatakan, sejak awal digencarkan adanya program BRT, pihaknya menolak, namun setelah disosialisasi berkali-kali, dan itu merupakan program pemerintah yang wajib diadakan guna menunjang transportasi yang aman, nyaman, dan murah, sehingga pihaknya akan mendukung program tersebut. "Kalau sudah menjadi program pemerintah kita mendukung. Namanya program baru, pro kontra itu sudah pasti ada, terutama bagi pengusaha yang trayeknya terganggu itu pasti menolak. Antisipasinya, kita akan komuikasikan supaya bisa menerima semuanya, karena masyarakat juga sudah menunggu-nunggu. Harapannya biar sama-sama bisa berjalan beriringan," katanya. Menanggapi hal tersebut, Kabid Angkutan Jalan Dishub Jateng Ginaryo menjelaskan, kehadiran BRT koridor I Purbalingga-Banyumas, sebenarnya ingin memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat, supaya pelayanan bus yang dihadirkan sesuai pelayanan standar minimal. Karena sekarang ada aturan dari Menteri Perhubunga bahwa bus angkutan baik angkot, pedesaan maupun AKDP, apalagi AKAP, itu meskipun ekonomi harus difasilitasi ac. "Nah mobil yang mau kita hadirkan ini sebenarnya bukan mobil bantuan dari pemerintah Provinsi Jateng, tapi operator eksisting (pengusaha angkutan) yang sudah beroperasi ini, mereka disuruh mengadakan bus baru dan kita akan membeli layanan mereka. Jadi sebenarnya disini kita tidak ada konsep menggusur atau mengganti yang sudah ada, peran serta mereka justru 100 persen," jelasnya. Dia menjelaskan, mekanisme program BRT tersebut adalah membeli layanan pengusaha angkutan umum yang sudah ada. Mereka diminta menyediakan angkutan baru yang nantinya pelayanan angkutan tersebut ditanggung pemerintah. Ada penumpang maupun tidak, mereka akan tetap melayani Bukateja sampai Purwokerto, dan mereka tetap mendapatkan bayaran dari pemerintah. "Contoh di koridor I, dari Terminal Bawen sampai Stasiun Tawang, itu kita bayar per bus per kilometer sebesar Rp 7.475. Jadi tinggal kalikan saja mereka melayani berapa kilo, misalkan PP ada 60 kilometer, bisa sampai Rp 420 ribu. Kita bayar pakai APBD Provinsi. Jadi sebenarnya mereka laku tidak laku, tetap dibayar," terangnya. Disamping itu, program BRT tersebut memudahkan para pengusaha angkutan, karena sebenarnya mereka diwajibkan mengikuti pola standar pelayanan minimal. Namun jika itu diwajibkan sesuai keputusan Menteri Perhubungan bahwa setiap angkutan harus ber-ac, mereka semuanya belum mampu. "Makanya sekarang mereka diminta menghadirkan bus baru, supaya mereka tetap eksis, jadi layananannya tetap kita beli. Angkutan mereka yang lama nanti diskreping atau tukar guling dengan yang baru. Jadi sebenarnya mengganti bukan menggusur, rencananya ada 14 bus yang akan dioperasikan di koridor Purbalingga-Banyumas," katanya. (why)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: