Tegaskan Aturan SKTM Harus Hilang
PURWOKERTO-Permasalahan surat keterangan tidak mampu (SKTM) yang tidak tepat sesuai dengan fakta di lapangan saat proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) online untuk tingkatan SMA/SMK sudah diprediksi sejak awal. Bahkan, Komisi D DPRD Kabupaten Banyumas juga sudah meminta Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk melakukan peninjauan kembali terhadap aturan tersebut. "Kalau sejak awal tidak ada aturan tersebut, seharusnya permasalahan seperti SKTM palsu (tidak sesuai fakta, red) atau semacamnya tidak akan terjadi. Tapi, tahun ini ada. Dan sejak awal memang ada kerancuan dan kelucuan dalam aturan tersebut," tegas Ketua Komisi D DPRD Banyumas, Mustofa SAg. Menurutnya, bukan hal yang aneh jika saat ini terjadi permasalahan mengenai keabsahan SKTM yang digunakan siswa untuk masuk ke jenjang SMA/SMK. Pasalnya, sejak awal tidak ada korelasi antara nilai dengan SKTM. Apalagi SKTM tersebut menjadi salah satu persyaratan untuk menambah nilai. "Dari awal kita sudah mewanti-wanti hal itu. Karena kemungkinan banyak terjadi kecurangan dengan banyaknya siswa atau orang tua/wali yang berlomba-lomba mengaku miskin agar dapat masuk sekolah yang favorit atau sekolah yang diinginkannya," jelasnya. Mustofa mengatakan, jika tujuannya memang untuk memberi bantuan kepada siswa miskin, terutama saat proses PPDB, seharusnya tidak perlu menggunakan aturan SKTM seperti itu. Menurutnya, bantuan kepada siswa miskin bisa dilakukan dengan memberikan beasiswa dan jalur masuk khusus, sehingga tidak dibarengkan dengan peserta didik reguler. Dia berharap, aturan-aturan diskriminasi seperti itu perlu dihilangkan. Sehingga prestasi bisa dikedepankan guna meningkatkan kualitas pendidikan bangsa, ketimbang kualitas pendidikan ternoda karena adanya aturan yang diskriminasi tersebut. Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi D DPRD Banyumas, Yoga Sugama. Dengan adanya aturan tersebut, menurutnya itu menjadi bentuk ketidaksiapan Pemprov Jateng dalam melaksanakan PPDB. "Ini jelas jadi catatan bagaimana ketidaksiapan pemerintah provinsi. Dan kita juga sudah meminta kepada Dinas Pendidikan Kabupaten untuk dapat meneruskan keluhan masyarakat tersebut ke Pemprov," ujarnya. Tak hanya persyaratan SKTM, aturan lain yang berpotensi menjadi permasalahan yaitu berkaitan dengan aturan zonasi, baik di tingkat SMA/SMK maupun SMP. Menurut Yoga, untuk aturan domisili rayon, hal itu sangat merugikan siswa pintar atau yang memiliki prestasi lebih, yang berada di pedesaan. Pasalnya, dari aturan mereka bisa saja kalah dari siswa yang memiliki prestasi sedang, namun memiliki domisili satu rayon dengan sekolah yang bersangkutan. "Harusnya dalam membuat kebijakan pemerintah lebih mengedepankan asas keadilan. Kalau begini kan kasihan siswa yang rumahnya jauh, tetapi ingin bersekolah di kota. Walau pintar, mereka kemungkinan tidak bisa diterima karena kalah dengan siswa yang domisilinya dekan dengan sekolah," tegasnya. Sementara itu, adanya siswa baru yang menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) masih menjadi polemik. Hal ini lantaran tidak adanya kriteria yang menjadi dasar boleh atau tidaknya calon siswa menggunakan SKTM, atau dikatakan siswa tidak mampu. Penuturan tersebut disampaikan Bagian Kesiswaan SMK Negeri 3 Purwokerto, Nanang Ramadi Prihartanto SPd kepada Radarmas, kemarin. Menurutnya, pengeluaran SKTM hendaknya dilakukan secara detail. "Kami kan hanya menerima siswa itu saja, karena stempel juga dari kecamatan. Jadi kami juga tidak tahu bagaimana kondisi sebenarnya siswa tersebut, akan benar-benar membutuhkan, atau mentalitas siswa tersebut saja yang merasa tidak mampu," terangnya. Meski begitu, pihak SMK Negeri 3 Purwokerto belum membentuk tim khusus untuk memverifikasi siswa yang mendaftar menggunakan SKTM. "Seharusnya verifikasi sejak awal, dan antar elemen juga harus lebih teliti saat menerbitkan SKTM tersebut. Mulai dari RT, RW, Kelurahan, hingga kecamatan. Menilai keluarga itu mampu atau tidak mampu juga tidak cukup satu atau dua hari saja," jelasnya. Mengenai kriteria yang disampaikan Balai Pengendali Pendidikan Menengah dan Khusus (BP2MK) Wilayah V Banyumas yang menyebut siswa tidak mampu yakni yang orang tuanya memiliki penghasilan di bawah UMK, ia pun tidak serta merta menyetujuinya. "Itu tidak bisa menjadi patokan, hal ini bisa dilihat jika penghasilan UMK namun anak masih satu mungkin masih mampu, berbeda jika anaknya empat. Jika nantinya diketahui di sini ada SKTM yang tidak sesuai dengan kondisi aslinya, siswa tersebut juga akan kami keluarkan, " jelasnya. Oleh karenanya, penerbitan SKTM harus melibatkan antar elemen. "Dari RT sampai Kecamatan itu harus teliti dan pihak terkait tidak serta merta memberikan keputusan mensahkan SKTM tersebut. Selain itu kembali pada mentalitas siswa ataupun orang tua siswa tersebut," jelasnya. Seperti diberitakan, BP2MK akan memverifikasi ulang ke setiap sekolah-sekolah negeri di Banyumas ini. "Kami akan kembali menegaskan dan memerintahkan SMA/SMK negeri di Banyumas untuk kembali memverifikasi siswa yang menggunakan SKTM. Kalau dari hasil verifikasi terbukti ya sesuai perintah dari gubernur akan dikembalikan ke orang tua," tegas Kepala BP2MK, Jasman Indradno. (bay/ali/ttg)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: