Nazaruddin Terbukti Cuci Uang, Divonis Enam Tahun Penjara

Nazaruddin Terbukti Cuci Uang, Divonis Enam Tahun Penjara

Aset Nazar Rp 550 M Dirampas Negara Terbukti Cuci Uang, Divonis Penjara Enam Tahun Vonis-sidang-BF1-Nazaruddin JAKARTA - Masa pemidanaan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dipastikan bakal bertambah lama. Dalam sidang di pengadilan tipikor kemarin (15/6), Nazaruddin dijatuhi hukuman enam tahun penjara setelah terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang. Aset bos Grup Permai senilai Rp 550 miliar juga dirampas oleh negara. Vonis itu menambah masa pemidanaan Nazar --sapaan Nazaruddin. Dalam kasus sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menjatuhi hukuman enam tahun penjara kepada Nazar. Dia saat itu terbukti korupsi dalam kasus proyek wisma atlet. Sidang Nazar kemarin dipimpin oleh hakim ketua Ibnu Basuki Widodo. Sidang di mulai sekitar pukul 15.30. Seperti biasa, Nazar dengan memegangi perutnya dan membawa tasbih di tangan kanannya. Saat menunggu sidang, dia hanya tertunduk dengan wajah meringis. Padahal, ketika ditemui Jawa Pos di musala Pengadilan Tipikor sebelum sidang, dia terlihat baik-baik saja dan tampak sehat. Dia berbincang dengan rekannya seperti orang sehat. Namun ketika ditanya apakah dia masih sakit. "Iya masih sakit," ucapnya sembari memegang perutnya. Dalam sidang yang dipenuhi para jurnalis itu, Ibnu mengatakan, Nazaruddin secara sah melakukan korupsi dan tindak pencucian uang. Dia menerima fee dari proyek yang dia bantu. Yaitu, menerima gratifikasi dari PT Duta Graha Indonesia (DGI) sebesar Rp 23,1 miliar melalui 19 lembar cek dan menerima hadiah dari PT Nindya Karya sebesar Rp 17,25 miliar. Tidak hanya gratifikasi, terdakwa juga melakukan pencucian uang mencapai Rp 627,86 miliar selama periode 2010-2014. Uang itu digunakan untuk membeli tanah, bangunan, dan kendaraan bermotor. Dia juga membeli saham di beberapa perusahaan. Diantaranya, pembelian saham PT Garuda Indonesia (persero) Tbk senilai Rp163,918 miliar, saham PT Bank Mandiri senilai Rp 40,14 miliar, saham Krakatau Steel, saham PT Bank Negara Indonesia, serta sukuk yang ditotal sekitar Rp 300 miliar. Ibnu mengatakan, terdakwa terbukti melanggar Pasal 3 UU Nomor 8/ 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan pencucian uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Pasal 65 ayat (1) KUHP. Hakim menjatuhkan hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun penjara. Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa 7 tahun penjara. Menurut dia, terdakwa mempunyai waktu untuk mengajukan banding. "Terdakwa bisa pikir-pikir dulu," terang dia. Sebagian harta terdakwa yang dirampas KPK akan dikembalikan kepada pemiliknya. Nazar pun langsung menanggapi tawaran hakim. Menurutnya, dia tidak akan mengajukan banding. "Saya ikhlas dan tidak mengajukan keberadaan. Saya terima," papar dia. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Kresno Anto Wibowo mengatakan, pihaknya belum bisa menerima putusan yang tidak sesuai dengan tuntuan jaksa 7 tahun penjara. "Kami masih pikir-pikir," ungkap dia saat ditemui usai sidang. Terkait dengan harta yang dirampas negara dan yang dikembalikan kepada pemiliknya, dia belum tahu pasti angkanya. Namun, tutur Kresno, harta yang dikembalikan Nazar sekitar Rp 50 miliar. Nilai itu terbagi dalam enam aset. Empat properti, satu polisi asuransi, dan jam tangan. Properti yang dimaksud adalah lahan kelapa sawit di Panahatan, Bengkalis, Riau sebesar Rp 23 miliar, apartemen di Taman Rasuna Rp 1 miliar, rumah di Pejaten Rp 15 miliar, dan rumah di Alam Sutera sekitar Rp 2,5 miliar. "Itu nilai waktu beli, kalau sekarang nilainya tentu sudah berbeda," terang dia. Sedangkan harta yang dirampas oleh negara sekitar Rp 550 miliar. Untuk nilai pastinya, dia masih menunggu salinan putusan dari majelis hakim. Nazar menambahkan, harta yang dikembalikan hanya sedikit. "Tidak sampai Rp 50 miliar, hanya Rp 30 miliar. Kecil sekali," jelasnya saat ditemui usai salat magrib. Namun, dia sudah ikhlas dan tidak akan mempersoalkannya. Ia bersedia menjalani hukuman yang dijatuhkan kepadanya. (lum/agm/acd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: