Pemerintah Kewalahan Atasi Pengrusakan Terumbu Karang

Pemerintah Kewalahan Atasi Pengrusakan Terumbu Karang

trumbu-karang-rusak JAKARTA – Praktek illegal fishing dengan menggunakan bahan peledak yang terjadi di sejumlah perairan Indonesia masih sangat mengkhawatirkan. Pengawasan dari aparat yang bertugas di perairan yang terkesan longgar menjadi salah satu faktor praktek terlarang tersbeut masih ramai dilakukan. Hal itu diakui oleh Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Tyas Budiman di Jakarta, kemarin (28/5). Dia mengatakan, selain longgarnya pengawasan dari aparat, lancarnya suplai bahan peledak untuk menangkap ikan kepada sejumlah nelayan juga menjadi faktor utama praktek tersebut masih berlangsung. “Yang kami temukan adalah mereka membuat bahan peledak untuk aktifitas menangkap ikan dari pupuk urea. Pupuk urea itu disuplai dari Malaysia dan masih sangat mudah diperoleh,” kata Tyas. Tyas menjelaskan bahwa dampak buruk dari aktifitas tersebut sudah sangat dirasakan. Yakni, hancurnya ekosistem terumbu karang di sejumlah perairan Indonesia terutama di perairan Jawa Timur (Jatim), Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). “Para pelaku kebanyakan memang ingin mencari jalan cepat untuk mendapatkan keuntungan. Tapi mereka kan nggak mikir akibatnya apa,” tukasnya. Dia juga menambahkan bahwa restorasi terhadap terumbu karang yang hancur akibat aktifitas pengeboman tersebut membutuhkan waktu yang sangat lama. Seiring dengan hal tersebut, negara juga dirugikan dengan berkurangnya jumlah ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi disebabkan karena hilangnya ruang hidup untuk ikan-ikan tersebut. Penting untuk diketahui, Indonesia memiliki keanekaragaman terumbu karang yang sangat luar biasa sehingga dijuluki Amazon of The Sea. Terumbu karang di Indonesia tersebar hampir di 17.508 pulau. Sementara luas tutupan terumbu karang di Indonesia mencapai 75 ribu kilometer persegi. Terkait masalah pengawasan di perairan Indonesia tersebut, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti juga mengakui hal yang sama. Dia mengatakan bahwa masih maraknya pelanggaran di perairan Indonesia, seperti illegal fishing dengan bahan peledak terjadi karena adanya keterbatasan sumberdaya manusia untuk mengawasi perairan Indonesia. “Harus pasang berapa juta pasang mata untuk mengawasai laut kita ini?” tandas Susi. Susi menambahkan bahwa sejauh ini pemerintah masih mengandalkan cara lama untuk menangkal pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di perairan Indonesia. Yakni dengan menempatkan petugas untuk menjaga pintu masuk dan pintu keluar di perairan RI. Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar yang usai mengikuti 2nd United Nations Environment Assembly (UNEA-2) di Nairobi, Kenya menyatakan apresiasinya terhadap dukungan internasional untuk melestarikan terumbu karang. “Terumbu karang adalah ekosistem laut yang kompleks dan Indonesia adalah rumah bagi hampir 14 persen dari total populasi terumbu karang dunia, dan Nusantara mendukung kekayaan keanekaragaman karang termasuk 92 genus dan 569 spesies,” kata Siti dalam siaran pers yang diterima oleh Jawa Pos, kemarin. Namun, dia juga menyayangkan masih adanya pihak-pihak yang sengaja merusak terumbu karang demi memperoleh keuntungan pribadi. “Terumbu karang memainkan peran penting dalam aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan bagi jutaan orang yang tinggal di daerah pesisir. Sayangnya, meskipun penting, terumbu karang menghadapi sejumlah ancaman serius, baik lokal maupun global,” tuturnya. (dod)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: