Nadiem Soal Alasan Pentingnya Pembelajaran Tatap Muka, Mental Siswa Tak Sehat, Sinyal Juga Tak Merata

Nadiem Soal Alasan Pentingnya Pembelajaran Tatap Muka, Mental Siswa Tak Sehat, Sinyal Juga Tak Merata

Pemerintah mendorong agar pembelajaran tatap muka (PTM) segera dilaksanakan. Ada beberapa faktor penyebabnya, salah satunya kesehatan mental siswa. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim meminta agar PTM segera dilaksanakan dengan penerapan protokol kesehatan ketat. Pemerintah tidak ingin mengorbankan proses pembelajaran serta kesehatan mental anak-anak sekolah Indonesia. https://radarbanyumas.co.id/nadiem-tak-tergeser-jadi-mendikbud-ristek-bahlil-pimpin-menteri-investasi/ "Menurun (efektivitas) pembelajaran jarak jauh (PJJ) di seluruh dunia saat pandemi ini melanda. Kita mengetahui ini karena ada berbagai macam laporan mengenai berbagai macam kendala yang dialami," katanya, Rabu (5/5). Ada beberapa persoalan kurang efektifnya PJJ. Pertama masalah konektivitas sinyal yang tidak reliable serta siswa yang tidak memiliki gawai. Padahal, hal seperti ini sangat fundamental dalam PJJ. "Sehingga, pelaksanaan PJJ pun di berbagai daerah sangat sulit dilakukan," tegasnya. Fakta kedua, adalah dampak psiko sosial siswa. Sebab banyak sekali siswa yang mengalami kebosanan di rumah, kejenuhan, dengan begitu banyaknya video conference yang dilakukan. Berdasarkan hasil evaluasi pihaknya, kondisi belajar tidak dinamis; siswa kesepian dan mengalami depresi karena tidak bertemu dengan teman-teman dan gurunya. Belum lagi ditambah permasalahan domestik, mulai dari stres yang disebabkan terlalu banyak berinteraksi di rumah dan kurang ke luar. "Ini juga terjadi di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia. Juga peningkatan level stres daripada orang tua. Yang dengan kesibukannya juga harus membantu membimbing anaknya dalam proses pembelajaran jarak jauh," urainya. Melihat berbagai faktor yang ada, Pemerintah pun menilai bahwa PJJ tidak optimal. Khususnya di wilayah pelosok dan terluar yang infrastruktur teknologinya kurang memadai. "Kita tidak bisa menunggu lagi dan mengorbankan pembelajaran dan kesehatan mental daripada murid-murid kita," tegasnya. Sebelumnya, di tahun lalu, Nadiem juga pernah mengatakan jika krisis pendidikan itu jarang diperhatikan di masa pandemi. Padahal, pendidikan merupakan salah satu indikator penting agar sebuah negara bisa lebih berkembang disamping ekonomi dan kesehatan. "Semua orang membicarakan soal risiko kesehatan dari Covid dan juga krisis ekonomi, tapi saya tidak mendengar banyak orang yang membicarakan soal krisis pendidikan, itu yang terjadi dan itu membuat saya frustasi. padahal itu bisa berpengaruh permanen untuk generasi sekarang," ujar dia dalam Yidan Prize Asia Pacific Annual Conference secara virtual. Apalagi, Indonesia sendiri memiliki kondisi yang berbeda dengan negara lain. Sebab Indonesia adalah negara kepulauan yang harusnya diimbangi dengan infrastruktur memadai. Jadi, menurutnya Indonesia memiliki beban yang lebih dalam mengatasi pandemi dibanding yang lain. "Indonesia memiliki keadaan yang rumit, dengan pulau-pulau terbanyak di dunia, pembangunan infrastruktur itu merupakan tantangan, jadi kita harus sangat seimbang, antara risiko kesehatan, ekonomi, dan risiko pendidikan," ujar dia. Nadiem pun mengakui bahwa ini akan menjadi sangat buruk, bukan hanya untuk pendidikan Indonesia tapi juga global. Sebab, di masa pandemi ini, ketahanan bisa terlihat dari ketersediaan akses infrastruktur dan status ekonomi masyarakat. "Jadi yang punya dan tidak punya itu ada kesenjangan yang berpengaruh. Yang punya itu bisa bertahan dari dampak negatif, yang tidak punya akses untuk internet, seperti kuota data itu mereka menderita saya pikir selama masa pandemi ini," ungkapnya. Untuk itu, dia meminta agar para masyarakat lebih mudah beradaptasi di tengah pandemi ini. "Kita tidak tau kapan ini selesai, manusia harus merubah kebiasaan," pungkas dia. (gw/fin/jpc)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: