Ketua MUI Tidak Setuju Kata "Larangan" Diubah jadi Pengaturan Dalam Usulan di RUU Minumal Alkohol
ILUSTRASI JAKARTA - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Cholil Nafis meminta Panja Rancangan Undang-undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (Minol) untuk tetap menggunakan kata ‘Larangan’. Tidak diubah menjadi RUU Pengaturan Minol atau Pengendalian Minol. “Nanti di pasal-pasalnya terdapat pembatasan-pembatasan atau pengecualian berdasarkan masukan-masukan dari golongan atau komunitas tertentu,” jelasnya, Rabu (28/4). https://radarbanyumas.co.id/pro-kontra-ruu-larangan-minuman-beralkohol/ Misalnya, minuman keras dilarang, kecuali di komunitas atau golongan tertentu. Kata dia hal itu diperbolehkan. “Tetapi pada dasarnya tetap saja harus menggunakan kata larangan, bukan pengaturan,” terangnya. Dikatakannya, saat ini sudah ada sejumlah daerah yang lebih maju dalam pelarangan keberadaan minuman beralkohol dengan adanya Perda Larangan Miras. “Oleh karena itu, di tingkat nasional pun harus memiliki Undang-undang Larangan Minol,” katanya. Ia menegaskan, tidak ada kompromi dengan kata larangan Minol untuk diubah menjadi pengaturan atau pengendalian di pembahasan RUU minol. Pemerintah harus tegas bahwa minuman beralkohol yang memabukkan itu bukan diatur, tetapi dilarang. “Ini merupakan aspirasi dan kebutuhan masyarakat serta umat yang mengeluhkan keberadaan minol, serta banyaknya mudhorot minol yang terjadi di tengah-tengah mereka,” tandasnya. Adapun, diketahui terdapat usulan bahwa RUU Larangan Minol diubah menjadi RUU Pengaturan Minol. Sebab, hal ini untuk menegaskan bahwa ini bukan melarang minol, hanya mengaturnya saja. (sai/nur/JP)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: