Zakiah Beli Air Gun Via Online, Milenial Sasaran Empuk Pelaku Teror
JAKARTA - Polisi terus mengembangkan penyelidikan pasca aksi terorisme di Mabes Polri. Hasilnya, tim Densus 88 Antiteror Mabes Polri menangkap Muchsin Kamal alias Imam Muda. Laki-laki itu diringkus di Syiah Kuala, Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam, pada Kamis (1/4). Dia diduga kuat menjual air gun yang digunakan Zakiah Aini. https://radarbanyumas.co.id/ini-isi-surat-wasiat-zakiah-aini-perempuan-penyerangan-di-mabes-polri/ "Yang bersangkutan ditangkap Densus 88 Antiteror Polri. Saat ini, masih dalam proses pengembangan penyelidikan. Perannya adalah menjual air gun kepada pelaku ZA," kata Karonpenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono di Jakarta, Sabtu (3/4). Zakiah Aini dikabarkan membeli air gun kepada Muchsin Kamal secara online. Belum diketahui berapa harga senjata tersebut. Rusdi menambahkan polisi akan terus melakukan penyelidikan terkait perkara itu. Seperti diketahui, pada Rabu (31/3) sekitar pukul 16.30 WIB terduga teroris Zakiah Aini masuk ke dalam kawasan Mabes Polri. Dia memakai pakaian serba hitam dan penutup kepala biru. Dia menodongkan senjata api kepada polisi aparat yang bertugas di sekitar gerbang Mabes Polri. Namun, aksi terduga teroris perempuan itu tak berlangsung lama. Polisi menembak pelaku di tempat. Jenazah Zakiah Aini sudah dimakamkan di TPU Pondok Rangon, Jakarta. Krisis Kepercayaan Terjadinya serangan di Mabes Polri akan membuat publik menjadi krisis kepercayaan. Khalayak bertanya, bagaimana polisi bisa menjaga dan melindungi masyarakat dari serangan teroris, jika menjaga markas besarnya saja tidak mampu. Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane dalam siaran persnya mengatakan, serangan teroris dari dalam Mabes Polri adalah pukulan telak yang sangat memalukan bagi jajaran kepolisian. "Anehnya, hingga kini tidak ada tindakan tegas dari Mabes Polri tentang siapa pejabat kepolisian yang bertanggungjawab terhadap kebobolan itu," kata Neta di Jakarta, Sabtu (3/4). IPW melihat, sudah tiga hari sejak serangan itu terjadi di Mabes Polri, tapi belum ada satu pun aparatur dan pejabat kepolisian yang ditindak sebagai pihak yang bertanggungjawab atas kecerobohan tersebut. Lolosnya teroris ke jantung Markas Besar Polri tak lepas dari kecerobohan jajaran kepolisian dalam menjaga sistem keamanan di markas besarnya. IPW melihat sistem keamanan yang dibangun di Mabes Polri sebenarnya sudah cukup baik. Hanya saja, konsistensi para petugas penjaga sulit dijaga. Cenderung ceroboh. Sehingga teroris terbiarkan masuk dan melakukan serangan dari dalam. Menurutnya, yang terjadi di Mabes Polri itu adalah pukulan telak buat Kapolri Listyo Sigit. Saat Kapolri sibuk konsolidasi ke berbagai kalangan eksternal kepolisian, markas besarnya justru kebobolan diserang dari dalam. "Hingga kini tidak ada satu pun aparaturnya yang ditindak. Siapa pejabat polri yang harus bertanggungjawab atas bobolnya sistem keamanan menjadi tidak jelas. Seolah kebobolan Markas Besar Polri itu dari serangan teroris adalah hal biasa saja," tandasnya. Target Utama Di bagian lain, kalangan anak muda atau milenial menjadi target utama rekrutmen kelompok teroris. Mereka, kalangan milenial yang mudah menerima ajaran atau paham menjadi sasaran empuk kelompok tersebut. Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto mengatakan, kelompok milenial seringkali tidak banyak yang berpikir kritis. Mereka sering menelan mentah-mentah ajaran yang dibuat dan disasar oleh kelompok teror. Selanjutnya, kalangan milenial juga dianggap memiliki keberanian. Dengan begitu, kelompok teror lebih menyasar kalangan milenial. "Mereka (kalangan milenial-red) juga tidak banyak tanggungan. Cenderung emosional dan lebih berpikir pragmatis, apalagi ada iming-iming masuk surga dan lain-lain," kata Wawan, Sabtu (3/4). Wawan menegaskan, kalangan milenial harus bersikap kritis terhadap suatu ajaran atau paham baru. Jangan langsung mudah menerima dan menelan mentah-mentah. "Lakukan konfirmasi dan mengecek kembali ajaran-ajaran yang bernuansa radikal," terangngnya. Peran orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak juga menjadi faktor penting. Orang tua harus sering mengontrol anak mulai dari perilaku, teman, hingga buku-buku bacaan. "Biasanya yang awalnya riang jadi pemurung. Kemudian hanya berbicara dengan networking yang ada di media sosial karena dia di-drive di situ untuk melakukan apa pun," ujarnya. Orang tua juga sebisa mungkin mengontrol sosial media anak-anaknya. Jangan sampai, kalangan milenial yang saat ini melek terhadap teknologi dan perkembangan salah bergaul hingga terhasut oleh paham radikal. (khf/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: