Lima Tahun, Terjadi 10 Kasus Pencabulan

Lima Tahun, Terjadi 10 Kasus Pencabulan

ILUSTRASI CILACAP- Kasus pelecehan seksual kepada anak yang dilakukan Y, warga Desa Bener Kecamatan Majenang, merupakan kasus ketiga di tahun ini. Di Kecamatan Nusawungu dan Kesugihan, juga ditemukan kasus yang sama dengan korban anak perempuan. Data Dinas Keluarga Berencana, Perlindungan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DKBPPPA) Kabupaten Cilacap menyebutkan, sebelumnya sudah ada 2 kasus serupa. Pertama adalah di Kecamatan Nusawungu dengan korban anak perempuan. 13 korban melapor. Kedua adalah di Kesugihan dengan 8 korban melapor. "Untuk kasus di Nusawungu pelakunya seorang guru SD, sedangkan yang di Kesugihan pelakunya guru ngaji," jelas Kabid Kesejahteraan dan Perlindungan Anak DKBPPPA Kabupaten Cilacap, Nurjanah Indriani, Jumat (16/11). Di tahun 2017, ada 2 kasus, yakni di Kecamatan Cimanggu dan Wanareja. Kasus pencabulan di Cimanggu, korban yang melapor 4 anak. Pelaku juga guru ngaji. Sedangkan di Wanareja, 6 korban melaporkan pemilik rental Play Station (PS) kepada kepolisian, yang sudah mencabuli mereka. Menurut Nurjanah, tahun 2015 juga ada 2 kasus di Kecamatan Bantarsari dan Nusawungu dengan masing-masing kasus ada 5 anak yang melaporkan dengan pelaku semuanya guru ngaji. Pada 2014, di Kecamatan Cimanggu 27 anak korban pencabulan melaporkan penjual mainan di sekolah. Jumlah tersebut menjadi terbanyak dari korban yang melaporkan tindak pencabulan di Cilacap sejauh ini. Di tahun yang sama, di Kecamatan Binangun juga ada 4 korban yang melaporkan guru ngaji yang telah melakukan tindak pencabulan kepada mereka. Dan di Desa Bunton Kecamatan Adipala, guru SD ditetapkan menjadi tersangka pencabulan setelah dilaporkan 8 muridnya. "Jumlah korban diperkirakan bertambah, apabila semua korban melaporkan," ungkapnya. Menurut dia, untuk kasus pencabulan di Desa Bener Kecamatan Majenang, dari 26 korban yang dikabarkan, baru 9 yang berani melaporkan. Dari 9 tersebut, 1 mengaku pernah disodomi. "Untuk kasus tersebut, sudah kami tawarkan untuk dibawa ke Cilacap. Tetapi karena persoalan teknis, akhirnya korban hanya didampingi saat melaporkan ke Polsek setempat," ujarnya. Dia menambahkan, berdasarkan pengalaman sebelumnya, dari beberapa kasus yang didampingi DKBPPPA, tidak semua korban berani melaporkan pelaku. Dari banyak korban pencabulan, beberapa korban mengalami trauma, sebagian lainnnya tidak. "Untuk yang mengalami trauma, kami tangani dengan bekerjasama dengan Dinas Sosial untuk diinapkan di Trauma Center," pungkasnya. Sementara itu, sekolah tempat para korban pelecehan oleh Y, sudah mengambil sejumlah langkah penanganan. Jika dipandang perlu, sekolah akan menjalin komunikasi dan kerjasama dengan psikolog untuk mengatasi beban mental yang dirasakan para korban. Kepala sekolah tempat para korban selama ini belajar, K mengatakan, keberadaan tenaga ahli ini untuk melihat secara pasti apakah ada anak yang mengalami trauma atau tidak. "Bisa didatangkan," ujarnya. Hanya saja, langkah ini masih baru dalam sebatas rencana. Pihaknya masih menunggu proses penyelidikan yang dilakukan oleh Unit Perlindungan Anak Polres Cilacap. Dipastikan penyidik akan memeriksa tersangka, saksi dan korban yang tidak lain adalah anak didiknya. "Kita nunggu proses hukumnya dulu," kata dia. Selain itu, pihaknya juga menjalin komunikasi dengan orang tua para korban. Tujuannya untuk mengetahui perkembangan anak pasca pengungkapan kasus ini. Karena sangat mungkin anak merasakan beban mental tersendiri. Pertama karena menjadi korban tindak pelecehan dan sodomi. Kedua merasa terbebani karena harus menghadap petugas penyidik. Dia menambahkan, langkah utama adalah menjaga anak agar tidak menjadi pusat perhatian pasca pengungkapan kasus tersebut. Dengan demikian, mereka tetap bisa bergaul dengan teman sekelas tanpa ada rasa beban. "Melindungi anak-anak ini yang paling penting," imbuhnya. (nas/har/din)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: