Panwascam Harus Jadi Mediator
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja. Foto istimewa JAKARTA – Lembaga pengawas pemilu meminta proses penyelesaian sengketa secara cepat. Panwascam harus menjadi mediator yang baik jika terdapat sengketa perselisihan antar peserta pemilihan. Pasalnya, kewenangan mandat penyelesaian sengketa acara cepat antar peserta pemilihan diberikan kepada panwas kecamatan. Anggota Bawaslu Rahmat Bagja dalam keterangan tertulisnya mengatakan, pendekatan yang dilakukan bukan untuk menghukum peserta pemilihan. Tetapi mengkoreksi dan mengawasi hal-hal yang administratif. Misalnya terkait pemasangan Alat Peraga Kampanye. Dia juga berharap panwascam adalah orang-orang yang paling tenang di lapangan dengan memperhatikan waktu serta tempat yang mudah untuk menyelesaikan perselisihan di lapangan bersama liason officer (LO) atau tim kampanye peserta pemilihan. https://radarbanyumas.co.id/pemungutan-suara-terapkan-prokes-ketat/ "Kemudian dalam menunjang adminstratif penyelesaian sengketa acara cepat, panwascam harus mempersiapkan berita acara dan laporan hasil pengawasan formulir model A di lapangan terkait dengan proses mediator antar peserta pemilihan agar semua proses tahapan berjalan dengan baik," ujarnya, Kamis (19/11). Terpisah, Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan penggunaan editor dalam menyusun keterangan tertulis Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Tahun 2020 di Mahkamah Konstitusi (MK) sangat dibutuhkan. Hal ini agar Bawaslu provinsi/kabupaten/kota mampu menyusun kerja-kerja hasil pengawasan dalam keterangan tertulis sistematis, efektif, dan mudah dipahami. Menurutnya, penyusunan keterangan tertulis PHP sama halnya dengan mekanisme publikasi berita. Dalam hal ini, kata Fritz, naskah berita perlu diperiksa terlebih dahulu oleh editor. "Kita selalu merasa sudah hebat benar terhadap apa yang kita tulis, disitu kita butuh editor untuk menyusun keterangan tertulis menjadi satu format sehingga dalam penyampaiannya mudah dipahami, selaras, lugas serta menjawab pertanyaan," ujarnya. Fritz menambahkan, penggunaan editor dalam menyusun keterangan tertulis merupakan hasil kerja kolektif kolegial (kerja bersama), bukan hanya koordinator divisi hukum, tetapi semua dapat menjadi editor dalam menyusun keterangan tertulis tersebut. "Dalam menyampaikan keterangan tertulis bukan hanya menjawab permohonan tetapi perlu menjawab permohonan dengan apa yang diminta dan tidak memihak, dan sesuai dengan argumentasi yang disampaikan," jelasnya. Ia juga meminta seluruh jajarannya untuk mengingatkan kembali seluruh hasil kerja pengawasan guna disusun dalam dokumen tertulis, seperti penomoran alat bukti/barang bukti, penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta pencatatan tanggal penting. (khf/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: