Cilacap Zona Merah GTT

Cilacap Zona Merah GTT

Cilacap - Cilacap masuk zona merah Guru Tidak Tetap (GTT). Dengan jumlah GTT lebih dari 11 ribu orang dan guru PNS hanya 3500 orang, maka jika sampai terjadi gejolak sangat berpotensi mengancam kelangsungan dunia pendidikan Cilacap. Humas Forum Komunikasi GTT PTT Cilacap, Johan Kurniadi SPd SD kepada Radarmas, Kamis (23/11) mengatakan, bagi forum, zona merah GTT bisa menjadi salah satu tanda pelayanan pendidikan yang kurang sehat di Cilacap. Forum GTT PTT juga tidak menampik bangunan-bangunan sekolah di Cilacap saat ini bagus-bagus. "Tetapi tidak untuk kesejahteraan tenaga pendidik non PNS yang masih buruk. Seandainya pendidikan di Cilacap masih berjalan dengan baik ya karena GTT dan PTT sebagai pengisi kekosongan," ujarnya. Dia menjelaskan, dari data 2016, sepengetahuannya sebanyak 1.580 PNS sudah berusia di atas 50 tahun. PNS kelahiran tahun 1959 selama rentang 5 tahun ke depan mulai purna tugas pada tahun 2019. "Bisa dikatakan pada tahun 2021 ada 1.580 guru PNS dari 3500an guru PNS yang pensiun. Artinya tinggal 2000an orang," ungkap dia. Dengan kondisi seperti ini, jika sedikit saja timbul gejolak karena kurang terperhatikannya kesejahteraan GTT dan PTT, menurut dia tentu sangat berbahaya bagi eksistensi dunia pendidikan di Cilacap. "Jelas jika tidak ada perhatian dan tindakan serius dari pemerintah daerah, maka semakin membahayakan dunia pendidikan. Apalagi bukannya semakin bertambah jelas sebaliknya nasib GTT tambah tahun semakin kurang jelas," pungkas Johan. Terkait munculnya gejolak guru dampak proses verifikasi guru yang akan memperoleh Surat Perintah Tugas (SPT), Ketua PGRI Cilacap, Wuyung Sulistiyo Pambudi SPd MPd menegaskan, pihaknya tidak melarang anggotanya untuk memperjuangkan nasibnya, khususnya untuk guru wiyata bakti maupun GTT. Namun pihaknya melarang angota PGRI mogok mengajar. Sebab masalah perjuangan itu diluar kewajiban seorang guru untuk mengajarkan ilmu kepada murid-muridnya. Jika guru menggelar aksi damai, itu masih dalam kategori wajar. Namun kalau sampai mogok mengajar, menurut Wuyung sudah tidak bijaksana. Apalagi yang menjadi korban adalah anak didik sendiri, karena itu dia menyarankan kepada guru wiyata bakti atau GTT yang belum terakomodir dalam pemberian SPT untuk menempuh cara lain jika masih belum menerima. “Semua sudah ada aturannya. Jika memang tidak masuk tentu ada alasannya. Silahkan bagi yang tidak masuk untuk bertanya apa alasannya asalkan tidak sampai meninggalkan tugasnya mengajar di sekolah,”kata dia.Sebab profesi guru sering diukur dari dedikasinya terhadap tugas dan tanggungjawabnya kepada anak didik. Jika hal itu sudah dilanggar maka perlu ditanyakan komitmen dan dedikasinya sebagai seorang guru, apalagi anak didik tidak tahu apa-apa soal ini. “Jangan anak didik yang menjadi korban, namun cari solusi yang dapat menjadi jalan supaya apa yang diinginkan bisa terwujud,”tegasnya. Dia juga berharap kepada anggota PGRI dari GTT yang sudah mendapat SPT harus bersyukur dan tugas-tugas sebagai seorang pendidik harus lebih dioptimalkan. Sebab anak didik juga tergantung gurunya dalam membimbingnya menjadi anak yang cerdas terampil dan bertaqwa. (yda/yan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: