Warga Bertahan di Tanggul Sungai

Warga Bertahan di Tanggul Sungai

WANAREJA - Sejumlah warga Dusun Purwosari Desa Madura, bertahan di tanggul sungai Cibanganjing selama banjir melanda sejak Rabu (15/11) lalu. Mereka mendirikan tenda darurat dan membawa sejumlah peralatan rumah tangga. Selain itu, beberapa warga lainnya bertahan di pabrik pembuatan bata merah yang tidak tergenang banjir. "Ada warga yang tetap bertahan di tanggul dan pabrik bata," ujar Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap, Tri Komara melalui Kabid Logistik dan Kedaruratan, Martono, Kamis (16/11) kemarin. Dia menjelaskan, seluruh pengungsi itu mencapai 92 Kepala Keluarga (KK) dan 321 jiwa. SISIR : Petugas gabungan bersama relawan menyisisir lokasi banjir di Desa Madura untuk memastikan kondisi warga yang masih mengungsi dan bertahan di tanggul.HARYADI/RADARMAS Mereka tersebar di 3 lokasi pengungsian yakni tanggul titik 1 dan 2 serta pabrik bata. Sementara rumah tergenang mencapai 89 dengan ketinggian air beragam antara 70 hingga 150 sentimeter. "Di dalamnya juga ada kelompok rentan seperti balita, ibu menyusui dan ibu hamil serta lansia," kata dia. Pihaknya saat ini terus mengupayakan bisa memenuhi kebutuhan dasar para pengungsi dan warga yang terdampak bencana seperti penyediaan air bersih, makanan, perlengkapan bayi, alas tidur dan lainnya. Di samping itu, petugas medis juga disiagakan di posko induk yang berada di lokasi bencana. "Kita berikan pelayanan kebutuhan masyarakat. Satu tangki air bersih sudah dikirim kemarin. Logistik dan perlengkapan lain sudah kita sediakan," jelasnya. Hasil pendatanan kemarin memastikan banjir terjadi karena akumulasi tiga permasalahan, yakni adanya tanggul jebol dan tidak berfungsinya 2 dari 3 klep di Sungai Citanduy. Klep ini tersumbat sampah yang berasal dari ketidaktahuan warga akan menjaga kebersihan sungai. Selain itu, Dusun Purwosari berada di daerah cekungan. "Ketiganya bertemu hingga banjir kali ini sulit diatasi," jelasnya. Untuk saat ini, BPBD bersama aparat terkait fokus menangani banjir di Dusun Margasari. Ini setelah debit air Sungai Cibaganjing yang sempat merendam Dusun Purwosari, sudah surut. "Sekarang kita fokus di sini (Margasari). Banjir sepertinya akan kembali naik jika turun hujan karena tanggul jebol belum tertanggani. Selain itu, air dari sungai Cibaganjing juga menumpuk disini semua," jelasnya. Keberadaan 3 orang ibu hamil di sana akan terus dipantau oleh bidan desa. Terlebih salah satu ibu hamil itu diperkirakan akan segera melahirkan berdasarkan perhitungan Hari Perkiraan Lahir (HPL) dan akan terjadi pada 22 November ini. "Bidan desa akan memantau intensif. Diharapkan ibu hamil ini mau segera ke Puskesmas sebelum HPL," tambah Kepala Puskesmas Wanareja 1, Teguh Wibowo. Menurut dia, memasuki hari kedua banjir di Desa Maduraa, sudah mulai menunjukkan masalah kesehatan bagi para korban. Mereka kini mulai mengeluhkan rasa gatal-gatal akibat selalu bersentuhan dengan air banjir. Mayoritas yang mengeluhkan penyakit ini adalah anak-anak. "Sudah mulai ada yang merasakan gatal-gatal, terutama anak-anak," ujar Teguh Wibowo. Mengatasi hal ini, pihaknya terus berupaya memberikan pengobatan sejak hari pertama banjir muncul. Saat ini sudah ada pos terpadu di Dusun Purwasari Desa Madura. Pos ini juga dipakai sebagai posko induk dengan berbagai perlengakapan pendukung dan petugas gabungan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cilacap, relawan dan unsur Forum Komunikasi Pimpinan Kecamatan (Forkompincam) Wanareja. "Kita beri salep kepada para pengungsi," kata dia. Selain itu, hasil pemeriksaan petugas terhadap warga juga ditemukan adanya gejala penyakit lain. Sebut saja demam, batuk, pilek yang khas diderita para korban banjir. Penyakit ini muncul karena pengaruh cuaca buruk yang dirasakan warga, terutama karena tidur di ruang terbuka. "Batuk pilek dan demam juga banyak dikeluhkan pengungsi," ujarnya. Karena itulah, petugas medis juga mendorong agar warga yang bertahan di tanggul untuk pindah ke rumah kerabat terdekat. Dengan demikian mereka bisa beristirahat dengan lebih nyaman karena berada di bangunan tertutup. Terlebih lagi bagi mereka yang memiliki balita ataupun kelompok rentan lainnya seperti lansia dan ibu hamil atau ibu menyusui. "Kita minta mereka untuk pindah ke rumah kerabat agar bisa lebih nyaman dibandingkan bertahan di tanggul," ungkap Teguh. Disamping itu, pihaknya mengantisipasi kemungkinan munculnya wabah diare yang memilik potensi tinggi di daerah bencana banjir. Ini terjadi karena kerusakan pada sarana sanitasi milik warga. Demikian juga terbatasnya sumber air bersih yang bisa mengganggu alat pencernaan. Disamping itu, hampir seluruh sumur warga terendam air. "Potensi terjadinya wabah diare sangat besar dan ini kita waspadai terus," tandasnya. (har/din)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: