Ribuan Tumpeng Megono Tandai Nyadran
KROYA-Ribuan tumpeng megono, tumpeng yang diberi isi lauk pauk menandai perayaan Nyadran di Desa Pesanggrahan dan Desa Pekuncen Kecamatan Kroya. Wargapun harus melakukan kenduri atau sebutan lain kepungan secara maraton dari satu keluarga ke keluarga yang lain. Bahkan, kenduri yang dimulai sejak ba’da Magrib baru bisa selesai sekira pukul 24.000. NYADRAN : Warga melakukan kepungan untuk merayakan Nyadran di salah satu rumah warga. Tradisi ini digelar setiap sebulan jelang Ramadan dan diikuti ribuan warga. (DARYANTO/RADAR BANYUMAS) Kepala Desa Pesanggrahan Sarjo yang menjadi pemangku adat di Desa Pesanggrahan mengatakan, nyadran sudah menjadi tradisi warga desanya sejak ratusan tahun yang lalu. Dan hingga kini, kepungan Nyadran masih terus dilakukan setiap setahun sekali. Nyadran bagi warga Desa Pesanggrahan merupakan adat budaya yang dilakukan untuk menghormati para leluhur satu bulan sebelum masuk bulan puasa. “Ritual budaya ini memang hingga sekarang masih berlangsung. Dan itu menjadi berkah bagi masyarakat Pesanggrahan sebagai ungkapan rasa syukur,”terang dia. Dikatakan dia, salah satu yang khas untuk perayaan Nyadran di Desa Pesanggrahan memang tumpeng Megono. Seperti sudah menjadi adat, setiap keluarga pasti membuat tumpeng di didahului sebelumnya melakukan bersih makan keluarga. Kemudian tumpeng dibeber dalam kenduri yang digelar secara bergantian. “Jika dahulu kenduri dilakukan di setiap rumah, sekarang sudah ada yang dilakukan di salah satu keluarga yang paling tua. Atau jika masih ada orang tua, maka digelar di rumah orang tua,”kata dia. Namun demikian, ada juga yang di gelar di tempat pasemuan atau pertemuan bagi para penghayat HPK. Selain itu ada juga yang menggelar langsung di makam dekat dengan makam keluarganya. “Karena itu ritual budaya maka kami hanya mendukung sebagai upaya untuk melestarikan. Yang terpenting dilakukan sesuai dengan adat istiadat warga Desa Pesanggrahan yang masih kental dengan adat budaya Jawa,”terang dia. Sementara itu menurut Abdullah Amir AG dari Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (Lesbumi) Cilacap mengagumi ketaatan warga Pesanggrahan yang masih menjalankan adat istiadat leluhurnya. “Warga tidak pernah merasa keberatan untuk membuat tumpengan guna merayakan sadranan, itu bukti jika kearifan lokal masih berlaku di Pesanggrahan,”terangnya. Namun demikian dia juga masih belum tahu apakah Tumpeng Megono yang jumlahnya ribuan itu hanya terbuang percuma karena setiap keluarga jelas membuat. Kedepan agar tumpeng Megono yang jumlahnya ribuan itu bisa dimanfaatkan dengan mengundang anak yatim atau para santri dari pesantren terdekat. “Artinya budaya Nyadran dengan kepungannya sebenarnya bisa sinergi dengan budaya NU. Jika biasanya hanya dikepung oleh tetangga bisa dilakukan bersama dengan mengundang anak-anak yatim atau santri untuk berdoa bersama sebelum kepungan,”kata dia hanya sekedar memberi masukan. (yan)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: