Jaga Etika Penyelenggara Pemilu

Jaga Etika Penyelenggara Pemilu

JAKARTA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengklaim peradilan etika penyelenggara pemilu telah dicontoh banyak negara di dunia. Indonesia menjadi negara pertama di dunia sekaligus pelopor dalam membangun sistem dan infrastuktur peradilan etika penyelenggara pemilu. Ketua DKPP Muhammad menjelaskan, sejumlah negara berkunjung ke DKPP. Belajar bagaimana membangun peradilan etika penyelenggara pemilu yang sifatnya terbuka. Peradilan etika yang diselenggarakan DKPP dilakukan secara terbuka sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggara pemilu. https://radarbanyumas.co.id/bawaslu-laporan-medsos-masih-minim/ Seluruh penyelenggara pemilu yang diadukan ke DKPP secara langsung dan tidak boleh diwakilkan kepada kuasa kepada pengacara atau kuasa hukum. Sejak era kepemimpinan Jimly Ashiddiqie pada periode 2012-2017, sambung Muhammad, concern DKPP dalam menjalankan peradilan etika bagi penyelenggara pemilu adalah patut atau tidak patut, bukan benar atau salah. Muhammad mencontohkan selama masa penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020, DKPP mengimbau penyelenggara pemilu menjauhi kedai kopi yang menjadi tempat berkumpulnya pasangan calon tim sukses, partai politik, pendukung atau simpatisan, dan lainnya. “Kalau benar atau salah, penyelenggara ke kedai kopi bayar sendiri tidak ada salah. Tetapi publik akan melihat itu patut atau tidak patut, bukan benar atau salah. Itu adalah etika, patut atau tidak patut,” lanjutnya. Muhammad meminta penyelenggara pemilu untuk memedomani Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pedoman Kode Etik dan Perilaku Penyelenggara Pemilu. Aturan tersebut menjadi katalisator bagi penyelenggara dalam mengelola kepercayaan publik terkait penyelenggaraan pemilu. “Core business penyelenggara pemilu adalah public trust. Kalau bisa mengelola kepercayaan itu dengan baik maka akan menghasilkan pilkada atau pemilu yang berintegritas,” pungkasnya. Sementara itu, Anggota DKPP Ida Budhiati angkat bicara soal penanganan perkara asusila yang ditangani oleh DKPP. Menurut Ida, penegakkan kode etik yang dilakukan DKPP beririsan dengan persoalan tahapan pemilu, seperti pelanggaran administrasi, pidana, dan sengketa pemilu. Namun, di sisi lain perkara DKPP juga beririsan dengan pelanggaran kode etik nontahapan yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. “Seperti seleksi dan penyalahgunaan wewenang atau jabatan dalam relasi yang timpang. Ada yang superior, ada yang subordinat,” jelas Ida. Menurut Ida, DKPP memandang hal ini masih erat dengan kode etik karena berkaitan dengan sikap dan tindakan penyelenggara pemilu yang menyalahgunakan wewenang. Ia pun menegaskan DKPP takkan mengambil alih tugas dari pengadilan agama hanya karena menangani perkara asusila. “Jadi DKPP tidak akan ambil alih pekerjaan pengadilan agama, urusan DKPP hanya kode etik penyelenggara pemilu yang ada kaitannya dengan pelaksanaan tugas dan jabatan sebagai penyelenggara pemilu,” terangnya. (khf/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: