BI Agresif Tetapkan Bunga Rendah

BI Agresif Tetapkan Bunga Rendah

[caption id="attachment_102166" align="aligncenter" width="100%"] grafis-BI rate[/caption] BI Rate Dipangkas Tiga Kali Beruntun JAKARTA-  Agresivitas Bank Indonesia (BI) dalam melonggarkan kebijakan moneter terus berlanjut. Bank sentral kemarin kembali memangkas BI rate atau suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,75 persen. Itu adalah pengeprasan tiga kali berturut-turut sejak Januari tahun ini. Otoritas moneter memandang fundamen ekonomi domestik telah berangsur membaik. Menurunnya tekanan terhadap rupiah juga membuat bank sentral berani mengambil kebijakan agresif tersebut.         Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI Juda Agung mengungkapkan, langkah The Fed, bank sentral AS, yang lebih dovish (menjaga bunga rendah) dari perkiraan pasar, juga menjadi pertimbangan BI. "Itu menjadi faktor juga," kata Juda di kantornya kemarin. Juda menuturkan, perekonomian global yang masih belum sepenuhnya pulih membuat kinerja ekspor tidak bisa menjadi tumpuan. Untuk itu, bank sentral perlu memberikan stimulus kepada perekonomian domestik. "Oleh sebab itu moneter perlu didorong," katanya. Dampak stimulus paling nyata yang diharapkan tentunya adalah dari penurunan suku bunga kredit. Untuk itu, bank sentral berharap stance kebijakan moneter BI tersebut segera diikuti dengan penurunan suku bunga perbankan. "Kami sudah longgarkan tiga kali, fokusnya bagaimana pelonggaran ini bisa direspons dengan turunnya suku bunga perbankan," kata Juda. Dengan likuiditas yang semakin mencukupi, ekspansi kredit diharapkan bisa lebih agresif. Bulan lalu bank sentral juga telah menurunkan giro wajib minimum (GWM) primer dari 7,5 persen menjadi 6,5 persen. GWM merupakan sejumlah likuiditas atau dana segar yang wajib ditempatkan perbankan di bank sentral. Dengan penurunan GWM, perbankan akan memiliki cukup banyak likuiditas sehingga bisa membantu menekan suku bunga. Bank sentral memandang transmisi sejumlah kebijakan moneter tersebut telah berjalan. Namun, Juda mengakui memang belum terlalu kuat. Suku bunga deposito baru turun sekitar 7 bps dan suku bunga kredit hanya turun 4 bps. Hal itu tentu terbilang belum efektif.  Dengan demikian, ke depan, fokus BI adalah bagaimana agar transmisi kebijakan tersebut bisa berjalan seefektif mungkin. Juda mengungkapkan, untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, BI akan mengubah term-structure (struktur jatuh tempo) operasi moneter. Perinciannya, suku bunga operasi moneter satu minggu sebesar 5,5 persen. Kemudian dua minggu 5,6 persen. Lalu, satu bulan sebesar 5,8 persen, tiga bulan 6,2 persen, enam bulan 6,45 persen, dan sembilan bulan sebesar 6,6 persen. "Untuk suku bunga operasi moneter 12 bulan atau setahun besarnya sama dengan BI Rate 6,75 persen," tuturnya. Dengan berbagai kebijakan yang telah dilakukan oleh BI, diharapkan hal itu dapat mengakselerasi penyaluran kredit perbankan. Sebab, ketersediaan kredit amat penting bagi dunia usaha. Dengan terus bergeraknya iklim dunia usaha yang kondusif juga diharapkan dapat membantu mendongkrak pertumbuhan ekonomi tahun ini agar lebih baik dari tahun lalu. BI optmistis capaian pertumbuhan ekonomi kuartal pertama tahun ini lebih cerah dibanding realisasi kuartal keempat tahun lalu. Belanja pemerintah juga menjadi poin penting yang dapat menggenjot angka pertumbuhan ekonomi. Juda menyebut realisasi belanja modal pemerintah sampai Februari mencapai 300 persen (yoy) dibanding tahun lalu. Sedangkan belanja barang mencapai 60 persen (yoy). "Ini cepat sekali dan menjadi driver sumber pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama tahun ini," tambahnya. Selain itu, indikator lainnya seperti konsumsi rumah tangga dan indeks keyakinan konsumen ikut membaik, penjualan ritel pun terakselerasi. Meski, diakuinya bahwa ada indikator lain yang masih melandai seperti penjualan mobil yang cenderung datar. Tetapi, secara keseluruhan dia meyakini dengan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan regulator, maka pertumbuhan ekonomi dapat terdorong. "Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama tahun ini akan lebih baik yakni mencapai 5,1 persen. Kira-kira sedikit diatas. Dan lebih baik juga dibanding kuartal keempat tahun lalu yang mencapai 5,04 persen," jelasnya. Sementara itu, Menkeu Bambang Brodjonegoro menilai tepat keputusan BI untuk menurunkan suku bunga acuan. Sebab, dari sisi global ada dukungan dari kebijakan The Fed. "Memang ada ruang dan kemarin The Fed, sifatnya dovish, artinya tidak akan menaikkan dalam waktu dekat. Jadi ada ruang," kata Bambang di Gedung DPR kemarin. Bambang melanjutkan, penurunan BI rate tersebut diharapkan bisa berdampak cukup besar bagi sektor riil. Setidaknya, tingkat bunga pinjaman juga ikut menurun. "Mudah-mudahan tingkat bunga pinjaman ikut menurun.  Sehingga sektor riil juga bergerak, investasi swasta juga," imbuhnya. (dee/ken/sof)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: