Geliat Para Tukang Servis Radio dan Televisi Ditengah Maraknya Serbuan Telpon Seluler

Geliat Para Tukang Servis Radio dan Televisi Ditengah Maraknya Serbuan Telpon Seluler

Tinggal Golongan Tua yang Memperbaiki Masa kejayaan radio kian tersisih. Dan tidak lama lagi, televisi juga sangat mungkin ditinggalkan oleh masyarakat karena hadirnya telepon pintar. Kondisi ini membawa pengaruh bagi penyedia jasa perbaikan alat elektronik. Namun mereka masih kerap menerima perbaikan radio meski jumlahnya kini bisa dihitung dengan jari. HARYADI NURYADIN, Majenang. Servis Radio dan Televisi Menonton siaran televisi atau mendengarkan siaran radio, kini bisa dilakukan dimana saja. Terlebih lagi jika siaran televisi bukanlah siaran langsung alias tunda. Semua ini karena perkembangan jaringan internet yang sudah bisa diakses oleh telepon seluler (ponsel) yang dijejali dengan berbagai piranti. Hingga muncullah istilah telepon pintar karena kemampuan mengakses siaran televisi. Hingga menikmati acara televisi atau bahkan siaran radio bisa melalui ponsel melalui situs youtube dan sejenisnya. Alhasil, piranti yang pada jaman dahulu sangat diidolakan yakni radio, nyaris tidak pernah terdengar dari dalam rumah warga. Kalaupun masih ada, hanya terpajang di rak lemari sebagai barang kenangan. Lebih parah lagi, piranti ini tergeletak begitu saja bersama barang tidak perpakai lainnya di gudang. Kondisi ini membuat penyedia jasa layanan perbaikan barang elektronik mulai ditinggalkan. "Sekarang nyaris tidak ada orang yang memperbaiki radio," ujar Taufik Hidayatulloh. Pria pemilik bengkel Graha Audio Service di Kecamatan Majenang ini mengaku masih tetap mempertahankan usaha yang dia bangun itu. Dia mengaku, keputusannya bertahan pada bisnis ini karena masih ada celah. Salah satunya keberadaan pelanggan dari kalangan tua yang tetap menyimpan dan memakai radio. "Golongan tua ini sering datang untuk memperbaiki radio. Meskipun jumlahnya sangat sedikit," katanya. Dia mengatakan, alasan orang tua tetap mempertahankan alat elektronik ini karena keunikan dari stasiun radio. Ini semua karena sejumlah tawaran program dari stasiun radio yang tidak ada di televisi atau bahkan internet sekalipun. Sebut saja lagu kenangan, tradisional macam campur sari atau lagu-lagu khas sunda. "Acara seperti ini yang tidak ada di TV," katanya. Perbaikan radio, katanya memang membawa kesulitan tersendiri. Pasalnya, banyak piranti yang sulit didapat. Kalaupun ada, dia harus berburu ke kota besar. Hal ini sedikit berbeda dengan onderdil televisi karena banyak pabrik yang memproduksinya. Tidak jarang, dia melakukan kanibal. Yakni memanfaatkan onderdil dari radio lain yang sudah tidak bisa digunakan sama sekali. "Kadang harus kanibal karena onderdil sulit dicari. Saat ini, dia pelanggan mayoritas membawa televisi. Jumlah pelanggan pun sudah jauh berkurang dibandingkan pada awal era 90-an. Kala itu tengah booming televisi, seiring munculnya stasiun televisi swasta. Demikian juga dengan serbuan produk elektronik dari Korea, Jepang dan terakhir menyusul adalah Tiongkok. "Servis televisi masih jadi andalan," tandasnya. (*/ttg)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: