Firli Dilaporkan Lagi

Firli Dilaporkan Lagi

Ilustrasi gedung KPK JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri kembali dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Kali ini oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). Sebelumnya Firli dilaporkan Masyarakat Anti-korupsi Indonesia (MAKI) terkait bergaya hidup mewah. Tidak hanya Filri, kali ini ICW juga melaporkan Deputi Penindakan KPK Karyoto ke Dewas. Keduanya diduga telah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku terkait peristiwa operasi tangkap tangan (OTT) di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang dilakukan KPK beberapa waktu lalu. https://radarbanyumas.co.id/icw-stop-bahas-mobil-dinas/ Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menjelaskan, pelaporan Firli dan Karyoto didasarkan atas petikan putusan pelanggaran etik terhadap mantan Pelaksana Tugas Direktur Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK Aprizal. Aprizal dijatuhi sanksi etik ringan oleh Dewas KPK berkaitan dengan OTT UNJ. "Berdasarkan petikan putusan APZ (Aprizal), diduga terdapat beberapa pelanggaran serius yang dilakukan oleh keduanya. ICW mencatat setidaknya terdapat empat dugaan pelanggaran kode etik yang terjadi," ujar Kurnia dalam keterangannya, Senin (26/10). Dugaan pelanggaran itu yakni, pertama, Firli bersikukuh mengambil alih penanganan yang saat itu dilakukan Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Itjen Kemendikbud). Padahal, menurut ICW, Aprizal sudah menjelaskan bahwa setelah tim pengaduan masyarakat melakukan pendampingan, ternyata tidak ditemukan adanya unsur penyelenggara negara. Sehingga, kata Kurnia, KPK tidak dimungkinkan menindaklanjuti peristiwa itu berdasarkan Pasal 11 ayat (1) huruf a Undang-undang KPK. Kedua, Firli menyebutkan dalam pendampingan yang dilakukan oleh Tim Dumas KPK terhadap Itjen Kemendikbud, telah ditemukan adanya tindak pidana. Padahal, dikatakan Kurnia, Firli diduga tidak mengetahui kejadian sebenarnya. Apabila Firli menyimpulkan adanya tindak pidana dalam kasus tersebut dan dapat ditangani oleh KPK, menurut Kurnia, janggal. Ketiga, yaitu tindakan Firli dan Karyoto saat menerbitkan surat perintah penyelidikan dan pelimpahan perkara ke kepolisian, diduga tidak didahului dengan mekanisme gelar perkara di internal KPK. Padahal, kata Kurnia, aturan internal KPK telah menyatakan bahwa untuk dapat melakukan dua hal tersebut mesti didahului dengan gelar perkara yang diikuti oleh stakeholder kedeputian penindakan serta para pimpinan KPK. Dugaan pelanggaran terakhir yaitu tindakan Firli Bahuri mengambil alih penanganan yang dilakukan oleh Itjen Kemendikbud. Hal itu diduga atas inisiatif pribadi tanpa melibatkan atau pun mendengar masukan dari Pimpinan KPK lainnya. "Padahal Pasal 21 UU KPK menyebutkan bahwa pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial," ucap Kurnia. Atas hal itu, ICW menduga tindakan Firli dan Karyoto telah melanggar Pasal 4 ayat (1) huruf b, Pasal 5 ayat (1) huruf c, Pasal 5 ayat (2) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf e, Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b, dan Pasal 7 ayat (1) huruf c Peraturan Dewan Pengawas Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi. "ICW pun mendesak agar Dewan Pengawas menyelenggarakan sidang dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Firli Bahuri dan Karyoto," tegas Kurnia. Berdasarkan salinan surat tanda terima dokumen oleh KPK yang beredar, berkas pelaporan Firli dan Karyoto diserahkan pada 26 Oktober 2020 pukul 11.40 WIB. Adapun yang menyerahkan dokumen tersebut yakni Kurnia Ramadhana dan diterim oleh Nurul Widiasih. Namun, saat dikonfirmasi, Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho mengaku belum menerima berkas laporan tersebut. "Saya belum terima," ujar Albertina ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat. Pun dengan Anggota Dewan Pengawas KPK Harjono. Ia memprediksi, berkas pelaporan tersebut masih dalam proses diedarkan ke pimpinan dan anggota dewan pengawas. "Dari bagian administrasi, baru diedarkan ke anggota. Mungkin belum semua baca," kata dia melalui pesan singkat. Untuk diketahui, ini merupakan kali kedua Firli Bahuri dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK lantaran diduga melanggar etik. Sebelumnya, ia dilaporkan oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) pada Juni 2020 lalu. Dewan Pengawas KPK lantas menjatuhkan sanksi etik ringan berupa teguran tertulis II kepada Firli. Ia dinyatakan terbukti bersalah melanggar kode etik menyangkut gaya hidup mewah saat menumpang helikopter untuk kepentingan pribadi ketika melakukan kunjungan dari Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan. Firli dinilai tidak mengindahkan kewajiban untuk menyadari bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan KPK. Ia juga dinilai tidak menunjukkan keteladanan dalam tindakan dan perilaku sehari-hari. Firli dinyatakan melanggar Pasal 4 Ayat (1) huruf n dan Pasal 8 Ayat (1) huruf f Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK. Akibatnya, Dewan Pengawas KPK menjatuhkan sanksi ringan berupa pemberian teguran tertulis II kepada Firli. (riz/gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: