Putuskan Aksi Besar-Besaran, Said Iqbal KSPI: 9 November Geruduk Parlemen

Putuskan Aksi Besar-Besaran, Said Iqbal KSPI: 9 November Geruduk Parlemen

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Foto Istimewa JAKARTA - Buruh berencana menggeruduk gedung parlemen baik di pusat maupun daerah saat pembukaan masa sidang. Aksi ini masih terkait dengan penolakan UU Cipta Kerja. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan ribuan buruh akan kembali menggelar aksi menuntut DPR melakukan legislative review terhadap omnibus law UU Cipta Kerja. Aksi akan dilakukan di seluruh Indonesia dengan berpusat di gedung DPR. "KSPI memutuskan akan melakukan aksi besar-besaran, secara nasional akan difokuskan di depan gedung DPR, di daerah akan dipusatkan di kantor-kantor DPRD Provinsi. Aksi besar ini akan meluas," katanya dalam konferensi pers virtual, Rabu (21/10). https://radarbanyumas.co.id/presiden-kspi-said-iqbal-tolak-dialog-aksi-berlanjut/ Dikatakannya, aksi akan dilakukan serentak pada saat 9 November 2020 mendatang. Menurut Iqbal saat itu merupakan paripurna pembukaan masa sidang DPR. Ditegaskannya, aksi akan dilakukan secara terukur, terarah, dan konstitusional, serta tidak merusak fasilitas umum. "Ini adalah aksi konstitusional lanjutan dari KSPI. Kapan? Sidang paripurna pertama setelah reses. Mungkin diperkirakan awal November. Semoga DPR tidak kucing-kucingan lagi seperti saat pengesahan UU Cipta Kerja yang tiba-tiba saja dimajukan," ujarnya. Dijelaskannya, aksi juga akan dilakukan di 20 provinsi dan lebih dari 200 kabupaten/kota di Indonesia. Tuntutan aksi adalah meminta DPR melakukan legislative review terhadap UU Cipta Kerja. "Tuntutannya hanya satu, lakukan legislative review. Uji ulang, dengarkan suara rakyat yang begitu meluas," tegasnya. Terkait legislative review, Iqbal menyebut pihaknya telah mengirimkan surat ke sembilan fraksi di DPR, yaitu PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP. Bahkan surat tersebut telah diterima pada 20 Oktober 2020. "Sudah kami kirim surat resmi KSPI kepada sembilan fraksi di DPR RI dengan tembusan ke pimpinan DPR, MPR, DPD dan 575 anggota DPR RI. Isi surat itu adalah tentang permohonan buruh meminta kepada anggota DPR RI melalui fraksi agar melakukan legislative review," tegasnya. Menurutnya, UU Cipta Kerja telah mendapatkan penolakan keras dari masyarakat luas, bukan hanya dari kalangan pekerja. "Oleh karena itu DPR harus mengambil sikap untuk melakukan legislative review," kata Said. Dia juga mengatakan KSPI meminta agar Fraksi PKS dan Demokrat, yang tidak menyetujui pengesahan UU Cipta Kerja, berinisiatif mendorong legislative review dan pembatalan undang-undang. "Dengan segala hormat, Fraksi PKS, Fraksi Demokrat bisa melakukan inisiatif untuk melakukan legislative review karena dibenarkan oleh UUD 1945 dan UU PPP. PKS dan Demokrat kalau benar menolak harus ada inisiatif jangan berlindung di balik aksi massa," katanya. Selain legislative review, lanjut Iqbal pihaknya bersama 32 serikat pekerja afiliasinya mempersiapkan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). "Ada dua gugatan, pertama gugatan materiil khususnya kami menggugat di klaster ketenagakerjaan dan yang kedua adalah gugatan uji formil yang berarti semua UU Cipta Kerja akan digugat," katanya. Diakuinya, KSPI sebelumnya tergabung dalam tim teknis pembahasan UU Cipta Kerja yang dibentuk pemerintah. Namun, mereka mundur karena menolak aturan yang dianggap tidak memperhatikan kepentingan buruh. Selain itu dia menyatakan kekecewaan terhadap perubahan yang terjadi dalam UU itu setelah masuk ke Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi (Baleg) DPR karena tidak mendengarkan aspirasi buruh yang menentang masuknya klaster ketenagakerjaan di dalam UU itu atau tetap mempertahankan UU Ketenagakerjaan. Dia memberi contoh bagaimana terdapat perbedaan antara keputusan Panja dengan yang didiskusikan dalam tim perumus DPR yang sempat diikuti KSPI seperti jumlah pesangon pemutusan hubungan kerja dari 32 kali upah berubah 25 kali upah. Menanggapi itu, Sekretaris Fraksi Partai Demokrat DPR Marwan Cik Hasan akan mempertimbangkan opsi legislative review. "Saya pikir itu salah satu opsi yang mungkin kita pilih, kami menampung aspirasi dari KSPI soal UU Cipta Kerja ini," ujarnya. Ditegaskannya, hingga kini Fraksi Demokrat substansi dan tahapan pengesahan UU Cipta Kerja. Di mana menurutnya, ada proses dan tahapan pembahasan yang tidak benar. "Pada tahapan ini kami menolak secara substansi dan tahapan yang tidak benar dan tidak tertib, itu dulu," ujar Marwan. Pihaknya, juga mendukung penuh pihak yang menolak UU Cipta Kerja mengajukan judicial review ke MK. Demikian pula yang diungkapkan Sekretaris Fraksi PKS Sukamta. Dia mengatakan mempertimbangkan legislative review UU Cipta Kerja. "Ini sedang dipertimbangkan oleh pimpinan fraksi" katanya. Terkait surat dari KSPI, Sukamta mengatakan dirinya belum menerimanya. Meski demikian, dia memastikan Fraksi PKS memang sedang mempertimbangkan langkah legislative review. "Belum masuk, nanti kalau sudah diterima sekretariat segera disampaikan ke pimpinan. Ini sudah kita diskusikan beberapa hari ini," ujarnya. Sementara Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menegaskan pemerintah tidak akan mengorbankan rakyat melalui UU Cipta Kerja. "UU Cipta Kerja merupakan terobosan untuk mentransformasi situasi, yang digagas Pak Joko Widodo saat baru dilantik. Karena targetnya untuk mengubah, maka pasti ada risiko penolakan. Tapi pak Jokowi memilih menjalani risiko itu," katanya. Untuk itu, dia mengajak agar semua pihak ikut menindaklanjuti warisan itu dengan semangat berdialog. "Namanya dialog ya tidak bisa 100 persen aspirasi pekerja dan pengusaha diakomodasi. Berbagilah. Ada juga kaum pencari kerja yang harus diberikan pekerjaan," katanya. Sedangkan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengatakan awal mula omnibus law itu sudah muncul sejak 2016. saat itu, dirinya, Jimly Asshidiqie, dan Indriyanto Seno Adji diundang Luhut B Panjaitan semasa menjadi Menko Polhukam. "Kata Pak Luhut, bagaimana ini pemerintah terhambat? Di situlah kita katakan buat saja omnibus law, itu 2016. Oke, saat mau digarap tiba-tiba Pak Luhut mau di-'reshuffle' ke (Menteri) kemaritiman. Macet itu," katanya. Menurutnya, saat itu regulasi di Indonesia sangat tumpang tindih sehingga menghambat investasi, misalnya "dwelling time" kapal yang bisa sampai 7-8 hari. "Kok lama sekali? Apa ndak bisa 2-3 hari. Sesudah ditanya di bidang itunya, ada UU lain yang beda. Sesudah diselesaikan di imigrasinya, wah ini ada lain lagi, lain lagi," katanya. Karenanya, lanjut Mahfud, pemerintah melalui omnibus law UU Cipta Kerja sebenarnya bertujuan untuk, antara lain mengatasi tumpang tindih aturan dan membuka lapangan kerja. Di sisi lain, Mahfud juga mengatakan proses penyerapan aspirasi dalam penyusunan omnibus law UU Cipta Kerja sudah berjalan. "Bahwa ada orang tidak setuju, itu soal lain," katanya. Itulah sebabnya, dibentuklah lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menangani pengaduan terhadap perundang-undangan. Bahkan, jika memang mau mencari kesalahan tentu semua UU punya sisi kelemahan sehingga dipersilakan jika mengajukan "judicial review" ke MK. "Mana ada UU di Indonesia tidak diprotes? Yang tahun ini semua diprotes. Ya, ndak apa-apa, tetapi negara ini kan harus jalan. Bukan kalau diprotes kemudian berhenti, evaluasi," ujar mantan Ketua MK itu. Yang jelas, kata dia, proses penyerapan aspirasi dalam penyusunan Omnibus Law UU Cipta Kerja sudah berjalan, misalnya dari Presiden KSPI Said Iqbal. "Said Iqbal itu sudah beberapa kali ke kantor saya, menyampaikan 13 usul perbaikan, sudah ditampung. Ditampung, dalam arti mari dirembuk. Pasalnya dirembuk, mari cari jalan tengah," katanya. Kemudian, ketika ada polemik soal klaster pendidikan dalam UU Omnibus Law sehingga akhirnya dicabut. "Bahwa kemudian ada perbedaan isi itu ndak apa-apa, itu ada kritik-kritik bagus tadi. Meskipun kadangkala kritiknya terlambat. Artinya, begitu ada kritik, itu sudah dicabut yang dikritik," katanya.(gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: