Berkas Dilimpahkan, Kajari Malah Jamu Makan Siang Napoleon dan Pengusaha di Kasus Joko Tjandra

Berkas Dilimpahkan, Kajari Malah Jamu Makan Siang Napoleon dan Pengusaha di Kasus Joko Tjandra

Foto Istimewa JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Komisi Kejaksaan (Komjak) dan Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung segera memanggil Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Selatan terkait dugaan penjamuan makanan terhadap para tersangka kasus Joko Tjandra. Diketahui, Kajari Jakarta Selatan dan oknum jaksa lain menjamu makan mantan Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte, mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo, serta pengusaha Tommy Sumardi saat pelimpahan berkas perkara ketiganya ke penuntutan tahap II oleh Bareskrim Polri. https://radarbanyumas.co.id/terpidana-joko-tjandra-palsukan-surat-jalan/ "ICW merekomendasikan agar Komisi Kejaksaan dan bidang Pengawasan Kejaksaan Agung segera memanggil Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan oknum Jaksa yang ikut menjamu dua tersangka pemberian surat jalan dan red notice kepada buronan kasus korupsi hak tagih Bank Bali, Joko S Tjandra, yakni Prasetijo Utomo dan Napoleon Bonaparte," ujar Kurnia dalam keterangan tertulis, Senin (19/10). Menurutnya, jamuan makan siang itu diduga melanggar Pasal 5 huruf a Peraturan Jaksa Agung Tahun 2012 tentang Kode Perilaku Jaksa. Aturan tersebut memuat bahwa jaksa wajib menjunjung tinggi kehormatan dan martabat profesi dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dengan integritas, profesional, mandiri, jujur, dan adil. "Pertanyaan sederhana terkait dengan konteks tersebut, apakah perlakuan itu dilakukan terhadap seluruh tersangka yang ada pada wilayah kerja Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan? Atau jamuan makan siang itu hanya dilakukan terhadap dua perwira tinggi Polri tersebut? Jika iya, maka Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan mesti memperlihatkan bukti tersebut," kata Kurnia. Kurnia menegaskan, setiap penegak hukum seharusnya menjunjung asas hukum equality before the law. Dengan asas ini, penegak hukum seharusnya tidak membedakan perlakukan kepada saksi, maupun tersangka hanya karena jabatan orang tersebut. "ICW menekankan agar setiap penegak hukum mengamanatkan asas hukum equality before the law, yakni tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap seseorang, baik tersangka maupun saksi, berdasarkan dengan jabatan yang diemban oleh yang bersangkutan," tegasnya. Dugaan adanya perlakuan istimewa dengan jamuan makan terhadap tiga tersangka kasus suap penghapusan red notice Joko Tjandra mencuat dari unggahan foto di Facebook milik Petrus Bala Pattyona kuasa hukum tersangka Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Melalui akun Petrus Bala Pattyona II, Petrus menggugah foto momen saat Kajari Jakarta Selatan menjamu makan siang ketiga tersangka saat pelimpahan tahap II dari Bareskrim Polri. "Sejak saya menjadi pengacara tahun 1987, baru sekali ini di penyerahan berkas perkara tahap dua - istilahnya P21, yaitu penyerahan berkas perkara berikut barang bukti dan tersangkanya dijamu makan siang oleh kepala kejaksaan," tulis Petrus. Menanggapi hal ini, Ketua Komjak Barita Simanjuntak menyatakan pihaknya bakal mendalami informasi dan meminta penjelasan terkait dugaan penjamuan makan siang tersebut. Meski demikian, ia memandang penjamuan makan tersebut merupakan hal yang wajar sepanjang mengacu pada prinsip equality before the law atau semua orang sama di hadapan hukum. "Kami akan dalami informasi ini dan meminta keterangan atau penjelasan bagaimana hal tersebut terjadi sehingga semua terang termasuk alasan-alasannya. Sebab memberikan makan siang secara wajar dan bila sudah tiba waktu makan siang adalah hal yang wajar bagi semua tanpa kecuali, karena pada prinsipnya semua orang sama di hadapan hukum, tidak ada yang diistimewakan berdasarkan prinsip equlity before the law dan due process of law," kata Barita. Barita menambahkan, agar prinsip equality before the law diimplementasikan secara merata, maka terdapat standar operasional prosedur (SOP) dalam setiap penanganan perkara. "Tentu saja dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan tersebut termasuk dalam hal di atas harus berdasarkan ketentuan sehingga semua aspek dapat dipertanggungjawabkan kalau ada pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat," ucap Barita. (riz/gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: