Saat SD Jalan Kaki 7 KM, Gundah Soal Guru Honorer

Saat SD Jalan Kaki 7 KM, Gundah Soal Guru Honorer

Dr Sulistyo Mpd, Sosok Pejuang Pendidikan yang Telah Pergi Dunia pendidikan berduka. Salah satu sosok penting dalam dunia pendidikan, Dr Sulistyo Mpd yang juga Ketua PGRI telah diistirahatkan di pemakaman keluarga di Desa Kalitengah, Kecamatan Purwanegara, Banjarnegara, Selasa (15/3). Namun, perjuangannya sebagai sosok pejuang guru selalu ada dihati setiap anggota PGRI di tanah air. PUJI HARTONO, Banjarnegara Rumah sederhana di balik tingginya perbukitan Sugeng di Desa Kalitengah RT 1 RW 5, Kecamatan Purwanegara dibanjiri ribuan pelayat sejak Selasa (15/3) pagi. Tidak hanya dari daerah sekitar, pelayat datang dari berbagai daerah seperti Kendal, Temanggung, Semarang dan lainnya. Mereka rela bersabar dengan wajah sendu menunggu kedatangan jenazah Dr Sulistyo Mpd, yang menjadi korban ledakan tabung di Rumah Sakit Mintoharjo yang baru tiba di rumah duka pukul 16.30 WIB. Isak tangis pun tak bisa dibendung. Sambil diiringi shalawat, korban yang merupakan putra pasangan Suwito (76) dan Suparmi (74) ini diturunkan dari mobil jenazah. Bahkan, Suparmi, ibu korban tidak kuat menahan kesedihanya ketika anak kandung satu-satunya ini diturunkan dari mobil jenazah. Meski proses pemakaman sudah usai, di pemakaman keluarga sekitar 600 meter dari rumah duka pelayat tak henti-hentinya berdatangan. Tidak heran memang, mengingat sosok Dr Sulistyo Mpd ini memang dikenal sebagai pejuang terutama di dunia pendidikan. Paman korban, Suprihanto menuturkan tidak ada pesan-pesan khusus yang disampaikan Sulistyo sebelum malapetaka itu terjadi. Meski kelaurag melihat gelagat yang tidak seperti biasanya. Misalnya mengajak keluarga besar untuk foto bersama. Selain itu juga akhir-khir ini sering pulang ke kampung halaman. Biasanya, kata dia hanya setahun sekali kecuali jika ada kegiatan dinas yang dekat dengan Banjarnegara. “Padahal sebelumnya tidak jarang sekali meminta foto bersama. Tapi saat terakhir pulang pada 10 Februari 2106 lalu, mendadak mengajak foto bersama keluarga,” ungkapnya. Selain itu, Suprihanto juga mengisahkan jika Dr Sulistyo Mpd sempat mengaku akan berhenti dari pekerjaan yang digeluti saat ini, lantaran akan fokus menghabiskan waktu dengan keluarga. Sementara itu dimata tetangga, pria yang meninggalkan satu istri Nurhalimah, kedua anaknya Gani Purwanegara dan Malik Abdul Hakim ini dikenal sebagai sosok yang rendah hati. Seperti yang dikisahkan Rudin, tetangga Sulistyo. Menurutnya, Sulityo adalah teman saat duduk di bangku sekolah dasar. Sulistyo mempunyai semangat yang besar dalam menuntut ilmu. Pasalnya, di daerah tempat tinggalnya rata-rata hanya bersekolah sampai SD. “Biasanya setelah SD bekerja dan menikah. Tetapi Dr Sulistyo Mpd terus bersemangat bersekolah,” ujar dia. Tamat SD, Sulistyo melanjutkan sekolah ke jenjang SMP di Kecamatan Mandiraja. Kegigihanya dalam menuntut ilmu pun diuji. Sebab, Rudin mengatakan jika Sulistyo harus berjalan kaki hingga tujuh kilometer. Bahkan ia harus menyebrangi sungai. “Medannya saat itu sulit, karena melewati pemetangan sawah dan tegalan. Juga harus menyebrang Kali Sapi di Desa Merden, Kecamatan Purwanegara,” terangnya. Lebih jauh, Rudin yang sering bermain sepakbola bersama menambahkan jika Sulistyo pun orang yang rajin menabung. Dulu, kata dia uang saku sebesar lima rupiah selalu ditabungnya. Untuk bekal, Sulistyo tidak malu untuk membawa bekal hasil bumi seperti ketela. “Banyak kebiasaan-kebiasaan yang bisa kita contoh,” imbuhnya. Wakil Bupati Banjarnegara Hadi Supeno yang juga rekan saat menuntut ilmu di Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Banjarnegara mengatakan kegundahan Dr Sulistyo Mpd yang sempat disampaikan kepadanya. Salah satunya masih adanya guru honorer yang belum terangkat menjadi PNS. “Saya bertemu dengan beliau sekitar dua bulan lalu. Saat itu, beliau mengaku masih adanya nasib honorer K2 sekarang menjadi pekerjaan rumah baginya. Tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa dalam hal ini,” tutur Supeno Mengenai sosok Dr Sulistyo Mpd, Supeno mengaku mengenal baik. Meski dari dulu dirinya terus bersaing dalam dunia pendidikan. Namun kesamaanya salah satunya sama-sama menjadi ketua osis di SPG. “Dr Sulistyo Mpd adik kelas saya waktu di SPG. Setelah lulus, saya ke Jogjakarta, beliau ke Semarang,” terangnya. Kenangana akan sosok Sulistyo juga tidak lepas dari ingatan Ketua PGRI Banyumas Drs Takdir Widagdo SH MSi. Ia mengaku tertegun ketika kabar duka itu diterimanya pada Senin (14/3) sore kemarin. Bagaimana tidak, suara Sulistyo hingga kini seakan masih terdengar nyaring di gendang telinganya. "Beliau menghubungi saya lewat sambungan telepon pada Minggu pagi sebelum ke berangkat ke Babel," katanya. Sulistyo bertanya tentang kabar 107 sekolah di Banyumas yang tak ada kepala sekolahnya. Beberapa kepala sekolah diberhentikan, dan lainnya telah purna tugasnya. Berita yang selama beberapa hari dirilis di Radar Banyumas ini ternyata jadi isu nasional juga. Takdir mengatakan, Sulistyo ingin tahu kenapa hal itu terjadi. "Ini ada wartawan di Jakarta tanya ke saya soal itu," ujar Takdir menirukan apa yang dikatakan Sulistyo. Setelah itu, percakapan dengan jarak yang terpisah ratusan kilometer pun berlangsung biasa. Sulistyo menyampaikan, dalam minggu-minggu ini dirinya akan berangkat ke Banyumas. Sulistyo pun meminta Takdir mengkomunikasikan rencana kedatangannya untuk bisa bertemu Bupati Banyumas Ir Achmad Husein. Sulistyo ingin berbicara tentang pendidikan di Banyumas lebih intens. Tapi, rencana itu tak pernah terwujud. Sulistyo tak akan pernah bertemu dengan Achmad Husein dan juga dengan Takdir. Kabar tragis berpulangnya Sulistyo pun menyebar. Ponsel milik Takdir seakan tak berhenti berdering. Isak tangis mulai terdengar. Takdir menuturkan, tak sedikit guru-guru di Banyumas yang menangis karena kepergian Sulistyo. Ketua Umum PGRI itu seakan sudah menjadi karib bagi guru guru Banyumas. Takdir ingat benar, Sulistyo selalu mendampingi guru Banyumas ketika meminta audiensi dengan kalangan DPR RI maupun Kemendikbud. "Sesibuk apapun, Sulistyo selalu punya waktu jika itu urusan guru," katanya. Tak jarang pula, rombongan guru diterima di kediaman Sulistyo. Di sana mereka menginap dan dijamu bak saudara. Takdir sendiri sudah mengenal Sulistyo sejak dua puluh tahun silam. Di matanya, Sulistyo ialah pekerja keras, sangat melindungi guru, dan tak pernah merasa lebih dibanding yang lain. "Ini kehilangan besar, bukan hanya bagi guru, tapi juga pendidikan. Sulit rasanya PGRI mencari sosok seperti beliau," pungkas Takdir usai takziah di Banjarnegara. (dis/acd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: