Sanksi Pelajar Ikut Demo Semena-mena
JAKARTA - Aksi demo menolak Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang melibatkan para pelajar berbuntut ancaman berupa sanksi tegas dari otoritas masing-masing daerah. Kabarnya, bagi pelajar yang kedapatan ikut dalam aksi demo tersebut akan didrop out (DO) dari sekolah. Bukan hanya didrop out, melainkan pelajar tersebut juga diancam bakal dimutasi ke pendidikan paket C dan dipindahkan ke sekolah pinggir kota. Menanggapi hal itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan, Retno Listyarti menyayangkan atas sikap yang diambil oleh beberapa otoritas daerah dalam menyingkapi peristiwa tersebut. Menurutnya, narasi yang dibuat justru membuat pelajar terbatasi hak pendidikannya. https://radarbanyumas.co.id/demo-di-alun-alun-purwokerto-lima-anak-stm-diamankan/ "Menurut saya, rencana dikeluarkannya anak dari sekolah merupakan tindakan semena-mena. Ini kan akan menghambat masa depan mereka. Jadi, narasi-narasi seperti itu tidak seharusnya," kata Retno dalam diskusi di salah satu stasiun TV swasta, Kamis (15/10). Retno juga menerima aduan, bahwa pelajar yang terjaring saat ikut aksi demo UU Ciptaker terancam akan mendapatkan catatan buruk yang akan tertuang dalam Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Padahal, SKCK biasanya dibutuhkan pelajar saat ingin melamar pekerjaan dan untuk keperluan lainnya saat lulus. "Saya menyayangkan munculnya ancaman tersebut dan menilai hal itu terlalu berlebihan. Sebab, tidak semua dari pelajar yang terjaring tersebut melakukan tindakan kriminal," ujarnya. Dalam melihat kasus ini, Retno meminta pihak kepolisian harus bisa memilah mana pelajar yang benar-benar melakukan pelanggaran. Artinya, jika benar ada pelanggaran yang diperbuat oleh pelajar, maka aparat mesti mengacu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. "Misalnya ada anak pelaku pidana seperti pembakaran, melempar batu, silakan itu diproses secara pidana dengan peraturan perundangan yang ada," ujarnya. Kendati demikian, kata Retno, pelajar yang melakukan demo tidak sepenuhnya bersalah. Sebab, mereka hanya sekedar menyampaikan aspirasinya melalui aksi demo tersebut. "Kami memastikan jika anak-anak maupun pelajar yang ada di dalam aksi demo tidak digerakkan oleh pihak tertentu. Mereka bergerak atas dasar solidaritas dan pembuktian sebagai satu kelompok pertemanan," katanya. Menurut Retno, melihat peristiwa ini perlu dibanunnya komunikasi antara anak, orang tua serta guru. Artinya, anak harus diberi pemahaman apa itu demo atau unjuk rasa dan apa itu penyampaian aspirasi. "Jadi ketika ada anak-anak yang ingin demo, orang tua harus dialog. Dalam hal ini peran orang tua itu besar, jadi guru dan orang tua itu berkomunikasi dengan anak," tuturnya. Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda menilai bahwa sudah selayaknya para pelajar saat ini mendapatkan pendidikan demokrasi. Menurutnya, hal ini guna menghindari aksi demo tak lagi diikuti fenomena kerusuhan di masa yang akan datang. "Jangan pandang ini fenomena enggak baik, harus ada edukasi demokrasi politik. Sekolah harus mengambil peran tersebut," kata Huda. Huda melihat, bahwa untuk menyikapi aksi para pelajar tersebut, maka edukasi adalah jalan terbaik ketimbang memberikan hukuman berupa sanksi pidana. "Kita berharap kepolisian tidak memproses ini dan serba melakukan pendekatan hukum pidana yang ini akan menjadi preseden yang tidak baik dan menjadi distrust di anak pelajar kita," ujarnya. Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan angkat bicara mengenai aksi para pelajar yang ikut dalam unjuk rasa UU Ciptaker. Menurutnya, sanksi dikeluarkan dari sekolah untuk menertibkan pelajar yang bermasalah dinilai sudah tidak relevan. "Kami tidak akan melakukan penertiban pada para pelajar yang ikut aksi demonstrasi, terlebih lagi sampai memberi sanksi untuk dikeluarkan dari sekolahnya," kata Anies. Menurut mantan Mendikbud ini, para pelajar tersebut justru harus mendapatkan banyak perhatian dari institusi sekolah agar ada yang membina mereka bahkan diberi tugas seperti mengkaji Undang-undang Cipta Kerja. "Jadi cara mendekati anak-anak ini harus diajak dialog lebih banyak. Nanti kalau sekolahnya sudah mulai, nanti gurunya bisa kasih tugas," ujarnya. Sebelumnya, Kapolres Metro Tangerang Kota Kombes Pol. Sugeng Hariyanto menyebutkan, para pelajar yang diamankan karena akan melakukan aksi menolak UU Cipta Kerja ke Jakarta akan direkam dan menjadi catatan kepolisian. "Mereka yang sudah diamankan akan ter-record di intel dan ini menjadi catatan tersendiri ketika mereka mau mencari pekerjaan," kata Sugeng. Selain itu, Kepala Dinas Pendidikan provinsi Sumatra Selatan, Riza Fahlevi juga mengatakan, seluruh aktivitas belajar saat ini masih tetap dilakukan di rumah karena pandemi covid-19. Namun, para pelajar tersebut memanfaatkan kesempatan itu untuk keluar rumah dan ikut dalam rombongan massa aksi demo. "Semuanya masih belajar daring. Kalau masih ada yang ikut (demo) ambil paket C saja. Silakan sekolah di pinggir Sumsel," ujar Riza. Sedankan Pejabat Sementara (Pjs) Wali Kota Depok, Dedi Supandi juga mengatakan, akan memberikan sanksi hukuman berupa drop out (DO) atau dikeluarkan dari sekolah jika ada pelajar ikut aksi demo Tolak Omnibus Law, apalagi anarkis konsekuensinya di keluarkan dari sekolah. (der/fin)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: