Tarif Angkutan Premium Tak Ikut Turun

Tarif Angkutan Premium Tak Ikut Turun

[caption id="attachment_93960" align="aligncenter" width="100%"] lustrasi[/caption] JAKARTA- Organisasi Angkutan Darat (Organda) sedang berhitung soal penyesuaian tarif angkutan darat pasca penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Kendati belum final, Ketua Umum DPP Organda Andre Djokosoetono sudah memastikan tidak ada penurunan tarif untuk angkutan dengan bahan bakar premium, baik angkutan penumpang maupun barang. Andre berdalih, penurunan harga premium kali ini kecil. Hanya Rp 350 per liter. Itu dinilainya  tidak mumpuni untuk menutupi kenaikan biaya komponen lainnya. Misalnya, biaya upah minimum provinsi (UMP) atau upah minimum regional (UMP), biaya perawatan dan biaya kompenen lain. Angkutan darat pengguna premium misalnya, taksi dan mikrolet/angkot. "Masih banyak komponen lainnya ini yang biayanya makin tinggi. Penurunan premium tidak cukup untuk cover ini," ungkapnya, kemarin (6/1). Berbeda dengan angkutan dengan bahan bakar solar. Menurutnya, penurunan tarif angkutan darat dengan bahan bakar solar masih ada harapan. Sebab, penurunan harga solar cukup signifikan yakni Rp 1050 per liter. Meski belum final, penurunan tarif diperkirakan dapat mencapai 5 persen dari tarif sebelumnya. "Ini masih dalam pembahasan. Tapi paling maksimum paling hanya 5 persen," katanya. Andre mengakui, kenaikan BBM  selalu diikuti kenaikan tarif angkutan darat. Tapi sayangnya, saat BBM turun, tarif angkutan seringkali tak lagi menyesuaikan. Dia menjelaskan, kenaikan BBM selalu menyeret semua komponen penentu tarif angkutan ikut naik. Tapi, saat turun, komponen ini tidak ikut terkerek turun. "Kalau UMR 2016 contohnya, apakah bisa turun?"  ujarnya. Sebetulnya, kata dia, tingginya biaya angkutan paling banyak karena faktor inefisiensi. Seperti kemacetan panjang yang kerap terjadi. Sementara itu Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Srie Agustina mengatakan, penurunan harga BBM sebesar Rp 200-300 per liter tidak memberikan dampak besar terhadap harga bahan pokok. "Dalam struktur harga, porsi biaya transportasi hanya tiga persen, jadi kalau kemarin turunnya (harga BBM) sedikit, dampaknya ke harga paling cuma 0,1 persen," tukasnya. Meski begitu dia mendesak agar Organda mau menurunkan tarif angkutan penumpang maupun barang. Dengan begitu bisa mengurangi beban masyarakat dan mendongkrak daya beli. Di bagian lain, losongnya stok BBM di beberapa lokasi SPBU pada Selasa (5/1) mulai teratasi. Mulai kemarin, bahan bakar minyak (BBM) jenis premium sudah terdistribusi dengan normal ke seluruh SPBU. Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang menyebut, pihaknya kini tinggal mengurus solar. "Solar masih progress," ujarnya kepada Jawa Pos. Dia mengakui ada salah perkiraan untuk bahan bakar mesin diesel itu. Terutama, di wilayah Jabodetabek. Sebelumnya, dia berpikir kenaikan konsumsi maksimal hanya 50 persen, sehingga bisa cepat diselesaikan. Namun, permintaan naik sampai dua kali lipat, sehingga sampai kemarin distribusi terus dikejar. Berdasar analisa Pertamina, peningkatan konsumsi solar karena jumlah kendaraan meningkat. Apalagi, kendaraan besar sempat dilarang beroperasi pada peralihan tahun baru. "Ada juga yang menunda membeli solar setelah tahu harganya turun banyak," jelasnya. Beberapa upaya untuk menormalkan pasokan solar ke SPBU, Pertamina memanfaatkan suplai dari Cikampek, Bandung, dan Merak. Armada mobil tangki juga ditambah dengan truk khusus solar industri disertai surat izin khusus.         "Kami juga memberikan fasilitas kredit untuk setor dan angkut,"’ terangnya. Direksi yang akrab disapa Abe itu memperkirakan pasokan solar di seluruh SPBU kembali normal pada Rabu (6/1) malam. Atau, paling telat pada hari ini semua jenis BBM sudah tersedia. (dim/end/mia/wir)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: