Ketua MPR Usulkan Penggunaan Pistol Bagi Warga Sipil, Pakar Hukum: Usul Ketua MPR itu Lebay, Berlebihan Bahkan

Ketua MPR Usulkan Penggunaan Pistol Bagi Warga Sipil, Pakar Hukum: Usul Ketua MPR itu Lebay, Berlebihan Bahkan

Bambang Soesatyo JAKARTA - Ketua MPR Bambang Soesatyo mengusulkan agar Kapolri Jenderal Idham Azis mempertimbangkan penggunaan pistol kaliber 9 mm bagi warga sipil untuk bela diri. Usul tersebut mendapat sorotan dari sejumlah pihak. Sebab akan sangat membahayakan dan berdampak munculnya banyak kejahatan. Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengatakan usul yang dilontarkan Ketua MPR Bambang Soesatyo terkait senjata api atau pistol bagi warga sipil untuk membela diri, sangat berlebihan. Usul tersebut sangat berbahaya. "Usul Ketua MPR itu lebay, berlebihan, bahkan berbahaya," ujarnya, Minggu (2/8). Dijelaskannya, pembelaan diri telah diatur dalam pasal 49 KUHP. Pasal itu berbunyi, 'Barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.', dan 'Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh keguncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak dipidana.' "Artinya apa? Dalam keadaan tertentu, sesorang boleh melakukan pembelaan diri meski akibatnya mematikan orang lain yang menyerang," katanya. Untuk itu, menurutnya tak perlu ada aturan baru yang melegalkan orang yang sudah mempunyai izin kepemilikan, agar dapat menggunakan senjata api untuk membela diri. Dia menilai, usul yang dilontarkan Ketua MPR tersebut seakan menggambarkan Indonesia sudah tidak aman. Jika Bamsoet menggunakan alasan situasi rawan akibat banyak PHK dan pandemi maka, menurutnya pemecahannya bukan pada gejala kejahatan. "Tetapi harus pada akar masalahnya yaitu kebijakan soal perekonomian dan lapangan kerja," ucapnya. Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto pun menilai belum ada urgensi penggunaan senjata api bagi warga sipil. "Saya memandang, belum ada urgensi untuk memberikan ruang yang lebih besar lagi terkait dengan kepemilikan dan hak menggunakan senjata api untuk masyarakat sipil. Apakah ada hal yang luar biasa di negara kita? Saya rasa tidak," ujar politisi Demokrat ini. Dia menilai, justru saat ini kesadaran hukum masyarakat semakin tinggi. Mereka lebih banyak menyelesaikan masalahnya melalui jalur hukum. Aparat keamanan dan aparat penegak hukum juga semakin masif untuk memerangi kejahatan dan menciptakan rasa aman. "Kondisi keamanan masyarakat semakin baik, kesadaran hukum masyarakat semakin tinggi sehingga tidak ada alasan yang mendesak akan hadirnya ancaman yang membahayakan diri, harta benda dan kehormatan," tuturnya. Dia mengatakan, esensi paling dasar bagi warga sipil yang diberikan izin menggunakan senjata, pertimbangannya adalah untuk membela diri dari segala ancaman yang dapat membahayakan keselamatan jiwa, harta benda, dan kehormatan. Pertimbangan itupun diberikan hanya untuk penggunaan jenis senjata api non organik Polri dan TNI dengan jenis tertentu. Dalam konteks tersebut, kata dia, mekanisme perizinan yang diatur dalam Peraturan Kapolri 18 Tahun 2015, dengan mendasarkan kepada kondisi keamanan negara yang relatif tenang dan aman, dan juga memperhatikan kondisi psikologis masyarakat. "Saya rasa ruang yang diberikan kepada masyarakat sipil untuk menggunakan senjata api sudah lebih dari cukup," pungkasnya. Demikian pula yang diungkapkan politisi PAN, Saleh Daulay. Dia menilai kepemilikan senjata untuk sipil bukan prioritas. "Menurut saya, kepemilikan senjata di Indonesia bukan menjadi prioritas. Apalagi, kepemilikan itu hanya untuk orang-orang tertentu. Kalau alasan untuk bela diri, semua orang tentu saja berhak membela diri," katanya. Menurutnya, kepemilikan senjata seperti pisau bermata dua. Awalnya untuk membela diri, tetapi pada saat-saat tertentu bisa saja disalahgunakan dan senjata justru dikeluarkan untuk menakut-nakuti orang. "Nanti ada yang gagah-gagahan. Tunjukin sana-sini. Terus, pas lagi ribut sama orang, bisa jadi senjata dikeluarkan. Alasannya, ya bela diri itu tadi," ujarnya. Terkait hal tersebut, Ketua MPR Bambang Soesatyo memberikan klarifikasi. Menurutnya, dirinya tak pernah mengusulkan pemberian izin senjata api kaliber 9 mm kepada Kapolri Jenderal Idham Azis. "Agar tidak menyesatkan, yang saya sampaikan bukan soal kepemilikan senjata untuk sipil. Tapi soal kaliber 9 mm yang selama ini dipakai hanya untuk olahraga menembak," ujarnya, Minggu (2/8). "Seolah-olah saya mengusulkan pada Kapolri soal kepemilikan senjata api untuk warga masyarakat. Ngawur," lanjut dia. Dilanjutkannya, kepemilikan senjata api bagi sipil harus mengacu pada peraturan Kapolri (Perkap). Pemilik senjata api dianjurkan juga harus memiliki sertifikat IPSC (International Practical Shooting Confederation). Sertifikat ini, untuk melengkapi syarat kepemilikan senjata yang diatur dalam Perkap. Misalnya, pemilik senjata harus menduduki jabatan sebagai Komisaris Utama, Direktur Utama, Direktur Keuangan, hingga anggota DPR/MPR. Sehari sebelumnya, Bamsoet mengusulkan Kapolri Jenderal Idham Azis mempertimbangkan merevisi Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 18 tahun 2015, yang mengatur jenis senjata api peluru tajam yang boleh dimiliki warga sipil. Saat ini, penggunaan senjata api di Indonesia dibatasi untuk senapan berkaliber 12 GA dan pistol berkaliber 22, 25, dan 32. "Sebetulnya di berbagai negara, sudah memperbolehkan menggunakan pistol kaliber 9 mm. Mungkin Kapolri bisa mempertimbangkan merevisi Perkap tersebut," katanya.(gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: