KPK dan Kemenag Luncurkan Buku Gratifikasi dalam Prespektif Agama
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Agama (Kemenag) sepakat meluncurkan buku Gratifikasi Dalam Perspektif Agama. Dalam buku ini dijelaskan, gratifikasi bukan hanya secara hukum tetapi secara sosiologi gratifikasi tidak diperbolehkan dalam agama apapun. Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi Zainut berharap hadirnya buku ini, dapat dipahami masyarakat. Baik isi maupun substansi gratifikasi dengan benar. Tidak lepas dari itu, dengan buku ini pemuka agama selaku rujukan umat, berani memainkan peran yang sangat vital dalam diseminasi pengetahuan tentang gratifikasi. Bahkan, lanjut dia, wajib dan harus didukung oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Kementerian Agama yang diwujudkan dengan tiga cara. Pertama, tidak melakukan pelayanan berlebihan dan/atau memberikan suatu pemberian dalam bentuk uang, barang, atau fasilitas yang dapat berpotensi menimbulkan benturan kepentingan. Kedua, senantiasa menolak pemberian gratifikasi yang dilarang serta tidak menggunakan fasilitas dinas di luar aktivitas kedinasan. ”Dan yang ketiga, berusaha menjadi contoh dan teladan yang baik bagi masyarakat dengan tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan tugas dan kewajiban,” jelas Zainut, Rabu (8/7). Kemenag juga menyepakati komitmen pengendalian gratifikasi merupakan hal yang sangat penting untuk dilaksanakan sehingga Kemenag telah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 34 Tahun 2019 tentang Pengendalian Gratifikasi pada Kementerian Agama. Diatur dalam PMA tersebut bahwa pegawai wajib menolak gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas. Sedangkan, kategori gratifikasi dibedakan menjadi gratifikasi yang wajib dilaporkan dan yang tidak wajib dilaporkan. Dalam waktu dekat, KPK bersama Kemenag juga akan melengkapi seri buku gratifikasi dalam perspektif agama lainnya, yaitu Konghucu. Sementara itu Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron juga menegaskan, gratifikasi bukan hanya secara hukum tetapi secara sosiologi gratifikasi tidak diperbolehkan dalam agama apapun. Ia pun menjelaskan secara singkat perbedaan antara gratifikasi, suap, dan pemerasan. ”Dan prinsipnya hadiah dianjurkan sepanjang tidak ada kaitannya dengan jabatan. Kami berharap buku ini memberi kepastian bahwa yang disebut infaq, sedekah, hadiah itu berbeda dengan gratifikasi,” tutur Ghufron. Ditambahkannya bahwa gratifikasi berbeda dengan suap dan pemerasan. ”Kalau gratifikasi inisiasinya dari pemberi. Sedangkan suap inisiasinya antara pemberi dan penerima bertemu (meeting of mind). Sementara, pemerasan inisiasinya dari penerima,” ujar Ghufrom. (fin/ful)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: