Lolos Dari Hukuman Mati di Arab Saudi, Ety Tiba di Indonesia Setelah 18 Tahun Dikurung

Lolos Dari Hukuman Mati di Arab Saudi, Ety Tiba di Indonesia Setelah 18 Tahun Dikurung

TIBA DI TANAH AIR : Ety Toyyib Anwar, PMI asal Majalengka, tiba di Bandara Soekarno Hatta, kemarin. Ety dipenjara sejak 2002 atas tuduhan meracuni majikannya. FIN JAKARTA - Pekerja migran Indonesia (PMI) Ety Toyyib Anwar, asal Majalengka, Jawa Barat, akhirnya tiba di Tanah Air. Ety merupakan PMI yang lolos dari hukuman mati di Arab Saudi, karena dituduh membunuh majikannya. Ety tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, dengan menggunakan pesawat Saudi Airlines dengan nomor penerbangan SV-818. Ety tiba Senin (6/7) pukul 16.53 WIB. Sesaat setelah mendarat Ety telah ditunggu Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah dan Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid, Wakil Ketua dan Anggota Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh dan Anggia Ermarini, Anggota Komisi V Ning Eem Marhamah, dan Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdhani. Setelah itu mereka langsung Gedung VVIP Terminal 3 untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan. “Alhamdulillah bahagia, siapa yang enggak bahagia dikurung 18 tahun (bisa) balik lagi,” kata Ety, yang terlihat menitikan air matanya. ”Terima kasih banyak. Kepada Bapak Presiden, kepada Ibu Negara, kepada semuanya. Saya sudah enggak tahu anak-anak saya. Mudah-mudahan apa-apa dibalas oleh Allah,” lanjutnya. Ety begitu semringah tiba di Tanah Air. Ia mengatakan dipenjara 18 tahun meski tak bersalah. Dia tak mengaku tak pernah melakukan kesalahan seperti apa yang dituduhkan kepadanya. “(Saya) Enggak merasa salah, nanti Allah yang menjawab. Saya enggak merasa salah. Enggak ada yang disalahkan,” ujar Ety. Meski demikian, dia mengaku tidak menyesal atas apa yang telah dialaminya. Justru, dia mengaku mengambil hikmah. Dia justru lebih tekun beribadah. Bahkan dirinya dapat menghafal Alquran dan Hadist. "Alhamdulillah hafal Alquran, hadist, hikmah dipenjara. Apa aja saya lakukan, kerja ya kerja, banyak kegiatannya, bagi-bagi sembako,” ucapnya. Ety pun mengaku sangat berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantunya membayar diyat tebusan sebesar 4 juta riyal Arab Saudi. Atau setara dengan kurang lebih Rp 15,5 miliar. “Kepada semua yang membantu saya, semoga ini menjadi jalan menuju surga,” ucap wanita yang mengaku harus mendekam di penjara sejak usia 35 tahun pada 2002 silam. Ety pun menceritakan awal mula peristiwa sebelum majikannya meninggal dunia. “Majikan saya itu pergi ke Jeddah naik mobil sendiri. Paginya sarapan sama istrinya, malamnya makan di restauran. Di Jeddah dua minggu kesana kemari, apa kesalahan saya? Bagaimana saya disana menjerit-jerit enggak bunuh, enggak bunuh, tetapi tetap dipenjara,” ungkapnya. Dia mengaku hanya korban atas tuduhan pembunuhan. Kendati begitu, Ety mengaku tidak terbesit sedikitpun dendam di hatinya. ”Enggak, saya enggak ada dendam. Itu kesesatan saya, enggak ada yang disalahkan,” katanya. Menaker Ida Fauziyah mengaku bersyukur Ety bisa kembali ke Tanah Air dengan selamat. “Saya sebagai pemerintah ingin menyampaikan terima kasih atas dukungan partisipasi masyarakat, terutama dukungan keluarga besar NU melalui LAZISNU, yang banyak teman-teman Fraksi PKB,” katanya. Menurut Ida, kasus Ety harus menjadi pelajaran ke depan bahwa jika memang orang tidak bersalah maka Allah SWT akan menunjukkan jalannya. Ida juga mengapresiasi kinerja dari perwakilan Indonesia di Arab Saudi yang sudah melakukan advokasi sehingga Ety bisa dibebaskan dengan membayar diyat yang diambil atas dukungan seluruh masyarakat. "Pemerintah, khususnya Kemenaker selalu berkomitmen melindungi PMI. Kami bertanggung jawab atas keselamatan PMI," katanya. Sementara Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid juga bersyukur. “Alhamdulillah, hari ini memang kita saksikan satu nyawa warga negara Indonesia berhasil pulang. Karena memang satu jiwa ini sangat berharga, tidak ada harganya. Ini hukum di Arab Saudi menentukan siapapun yang divonis mati atau pembunuhan maka kena qishash. Yakni hukum nyawa dengan nyawa. Namun, ada solusinya yakni dengan membayar diyat (uang darah) sebagai denda," katanya. Dikatakannya, proses panjang dilakukann pemerintah dalam membebaskan Etty. Pemerintah Indonesia dengan dukungan dari berbagai kalangan, termasuk Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh Nahdlatul Ulama (LAZISNU) dan PKB, membayarkan diyat (uang darah) yang diminta keluarga majikan. Dijelaskannya, mulanya ahli waris majikannya meminta diyat sebesar 30 juta real atau Rp 107 miliar. Namun, setelah ditawar-tawar akhirnya dengan berbagai pendekatan akhirnya ahli waris bersedia dengan diyat sebesar Rp 15,5 miliar. "Cak Imin (Ketua Umum DPP PKB) yang memprakarsai penggalangan dana bersama LAZISNU, berkontribusi cukup banyak," ujarnya. Sedangkan Menteri Luar (Menlu) Negeri Retno Marsudi mengatakan, pihaknya sangat berterima kasih ke semua pihak yang telah membantu TKI asal Majalengka tersebut bebas dari hukuman mati. “Alhamdulillah ibu Ety bisa kembali ke Indonesia. Sudah 18 tahun beliau jalani hukuman penjara, saya menyampaikan terimakasih dukungan masyarakat terutama keluarga besar NU, melalui itu teman-teman fraksi PKB,” kata Menlu. “Kita sampaikan melalui pemerintah bantu bu Ety. Alhamdulillah perjuangan teman-teman sudah terbayar dan liat hasilnya. Pelajaran buat kita bersama, dimana pun kalau enggak bersalah insha Allah ditunjukan jalannya,” tambah Retno. Kendati demikian, Ety tidak dapat langsung kembali ke kampung halamannya untuk berkumpul dengan keluarganya. Pasalnya, Ety harus menjalani karantina selama 14 hari. "Tidak langsung dipulangkan, karantina mandiri 14 hari di Wisma Atlet. Tadi sebelum ke sini belum (dilakukan) rapid test, baru pas sampai sini dilakukan karantina 14 hari di wisma atlet,” tutur Retno. (gw/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: