Tangkap Joker, Buronan Kasus Cessie Bank Bali Diduga Ubah Nama

Tangkap Joker, Buronan Kasus Cessie Bank Bali Diduga Ubah Nama

Djoko S Tjandra alias Joe Chen alias Joker JAKARTA - Buronan kasus cessie Bank Bali, Djoko S Tjandra alias Joe Chen alias Joker, diketahui masuk ke Indonesia. Bahkan, pada 8 Juni 2020, dia sempat mendaftarkan PK (Peninjauan Kembali) atas perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pemerintah meminta kejaksaan dan Polri menangkap buron yang merugikan negara Rp 904 miliar tersebut. Diduga yang bersangkutan sudah mengubah nama sehingga tidak terdeteksi sistem Imigrasi. "Saya sudah bicara dengan Jaksa Agung supaya segera menangkap buronan Djoko Tjandra. Dia adalah buronan yang masuk dalam DPO (Daftar Pencarian Orang). Kejaksaan Agung maupun Kepolisian harus segera menangkapnya. Tidak ada alasan bagi orang yang DPO meskipun dia mau minta PK, kemudian dibiarkan berkeliaran. Karena itu, cari dan tangkap Djoko Tjandra," tegas Menkopolhukam Mahfud MD di Jakarta, Kamis (2/7). Seperti diketahui, Djoko S Tjandra alias Joe Chen alias Joker, merupakan terpidana dua tahun penjara kasus tindak pidana korupsi cessie atau pengalihan piutang antara Bank Bali dan Bank Tiara. Dia divonis menyalahgunakan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dalam kasus yang bergulir sejak tahun 1999 tersebut. Pengadilan memutuskan tindak korupsi yang dilakukan Djoko Tjandra merugikan negara Rp 904 miliar. Selain dua tahun penjara, pada tingkat Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA), Djoko Tjandra dihukum membayar denda Rp 15 juta subsider tiga bulan penjara. Kemudian, MA juga memutuskan merampas dana di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar untuk negara. Namun, sehari sebelum pembacaan putusan tersebut, tepatnya pada 2009, Djoko Tjandra kabur ke luar negeri. Dia kemudian diketahui pindah kewarganegaraan ke Papua Nugini pada Juni 2012. Djoko juga dikabarkan juga berpindah ke Singapura. Menurut Mahfud, berdasarkan UU, orang yang mengajukan PK harus hadir dalam pengadilan. Jika tidak, maka PK tidak bisa dilakukan. "Sebab itu, ketika hadir di Pengadilan, saya minta Polisi dan Kejaksaan menangkapnya dan segera dijebloskan ke penjara sesuai dengan putusan pengadilan yang telah inkracht (berkekuatan hukum tetap, Red). Jadi tidak ada penundaan hukuman bagi orang yang sudah minta PK. Ini harus dilakukan demi kepastian hukum dan perang melawan korupsi," papar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut. Djoko diduga masuk ke Indonesia tanpa terdeteksi oleh pihak imigrasi. Sehingga dirinya bisa bebas berkeliaran di Indonesia. Menkumham Yasonna Laoly mengatakan tidak ditemukan data dalam sistem Kemenkumham mengenai keberadaan Djoko Tjandra di Indonesia. "Dari mana data bahwa dia tiga bulan di sini. Tidak ada datanya. Di sistem kami tidak ada," ujar Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/7). Dia mengatakan tidak tahu-menahu mengenai keberadaan koruptor yang telah masuk dalam DPO sejak bertahun-tahun lalu itu. Menurutnya, bisa saja Djoko mengubah nama ketika masuk ke Indonesia. "Kemungkinan mengubah nama bisa saja kalau benar dia masuk Indonesia. Tapi soal kabar itu benar atau tidak, Kemenkumham tidak tahu," jelas Yasonna. Dugaan Djoko Tjandra mengubah nama, lanjutnya, sedang diteliti oleh Dirjen Imigrasi Kemenkumham. Dikatakan, kemungkinan penyusupan akan selalu ada. Namun, hingga saat ini, Yasonna menyebut nama Djoko Tjandra tidak ditemukan pernah masuk ke Indonesia melalui pintu perlintasan keimigrasian. Yasonna mengaku Kemenkumham sudah melakukan pengecekan terhadap semua data perlintasan keimigrasian. Baik di pelabuhan dan bandara. Hal ini untuk melacak apakah benar Djoko Tjandra telah masuk ke Indonesia pada 8 Juni 2020 lalu. "Dari hasil pengecekan Imigrasi, nggak ada sama sekali nama Djoko Tjandra," pungkas Yasonna. Sebelumnya, dalam rapat dengan Komisi III DPR pada Senin (29/6), Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memperoleh informasi Djoko Tjandra telah berada di Indonesia. Bahkan, Djoko datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mendaftarkan PK-nya. Terpisah, Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman menyebut Djoko S Tjandra diduga telah mengubah nama menjadi Joko S Tjandra sehingga tidak terdeteksi oleh pihak imigrasi. "Djoko S Tjandra saat ini telah memiliki kewarganegaraan Indonesia. Selain itu, dia juga mengubah nama menjadi Joko Soegiharto Tjandra melalui proses Pengadilan Negeri di Papua. Perubahan nama awal dari Djoko menjadi Joko menjadikan data dalam paspor berbeda. Sehingga tidak terdeteksi oleh imigrasi. Menkumham Yasonna Laoly mengatakan tidak ada data pada imigrasi atas masuknya Djoko S Tjandra. Itu memang benar. Karena namanya sudah diubah," ujar Boyamin di Jakarta, Kamis (2/7). Menurut dia, Djoko Tjandra telah kabur dan menjadi buronan sejak 2009. Sementara paspornya hanya berlaku 5 tahun. Sehingga semestinya sejak 2015 dia tidak bisa lagi masuk ke Indonesia. "Atau jika masuk Indonesia mestinya langsung ditangkap petugas imigrasi karena paspornya kadaluarsa," imbuhnya. Sementara jika mengacu pada nama barunya, maka upaya hukum PK yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, semestinya tidak diterima Mahkamah Agung (MA). Sebab, identitasnya berbeda dengan putusan persidangan dalam perkara cessie Bank Bali. "Kami akan melaporkan kepada Ombusdman RI untuk menelusuri maladministrasi atas bobolnya sistem kependudukan dan paspor pada sistem imigrasi yang diperoleh Djoko S Tjandra," paparnya.(rh/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: