Pengamat: Masyarakat Masih Tunda Beli Barang Mewah, Konsumsi Makanan dan Farmasi Masih Terbatas

Pengamat: Masyarakat Masih Tunda Beli Barang Mewah, Konsumsi Makanan dan Farmasi Masih Terbatas

Ekonom Senior Universitas Perbanas Piter Abdullah BPS: Ekonomi RI Kuartal II/2020 Minus 7 Persen JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II/2020 terkoreksi lebih dalam dari perkiraan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, yakni hingga minus 7 persen. Bendahara negara itu memperkirakan minus hingga 3,8 persen. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, proyeksi tersebut berdasarkan asumsi pasar dari perdagangan pada bulan April hingga Mei 2020. "Ibu Menkeu Sri Mulyani menyampaikan prediksi ekonomi alami kontraksi minus 3,1 persen, sementara kami lebih dalam lagi minus 4,8 persen, bahkan prediksi sampai minus 7 persen," ujarnya di Jakarta, kemarin (22/6). Lanjut dia, berdasarkan hasil survei BPS sebanyak 70,53 persen responden dengan tingkat pendapatan Rp1,8 juta per bulan mengalami penurunan pendapatan sejak pandemi virus corona atau covid-19. Dijelaskan, ada beberapa indikator pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi pada kuartal II/2020. Pertama, dari tingkat pendapatan masyarakat. Penurunan pendapatan juga dirasakan oleh 30,34 persen responden bergaji tinggi di atas Rp7,2 juta per bulan. Kedua, penurunan pertumbuhan sektor-sektor industri masih berlanjut pada kuartal II 2020. Mulai dari perdagangan, industri, pertanian, pertambangan, konstruksi, serta transportasi dan pergudangan. Ketiga, tercermin dari penurunan penjualan kendaraan bermotor. Pada April-Mei 2020, penjualan mobil turun sekitar 93,21. Lalu, diikuti sepeda motor 79,31. Keempat, ada penurunan transaksi elektronik masyarakat dari turun 1,07 persen pada kuartal I 2020. Pada kuartal II 2020 diperkirakan bakal turun lagi sekitar 18,66 persen. Kelima, ada penurunan jumlah penumpang angkutan udara dari 13,62 persen pada kuartal I 2020 menjadi minus 87,91 persen pada kuartal II 2020. Keenam, tingkat inflasi rendah sekitar 0,07 persen secara bulanan pada Mei 2020. Ketujuh, ekspor turun lebih tajam hingga 28,9 persen pada Mei 2020, meski impor juga turun 42 persen pada bulan yang sama. Kedelapan, ada penurunan jumlah wisatawan mancanegara dari beberapa negara. Kesembilan, ada penurunan harga komoditas, seperti karet dan minyak sawit mentah (Crude Palm Oils/CPO) yang selanjutnya turut menurunkan Nilai Tukar Petani (NTP). Terakhir, ada penurunan jumlah iklan lowongan kerja yang cukup tajam pada Mei 2020. Terpisah, ekonom senior Universitas Perbanas Piter Abdullah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II dan III masih terkoreksi. Sebab masih berkepanjangan pandemi Covid-19 di Tanah Air. "Selama masih ada wabah Covid-19, konsumsi sulit untuk tumbuh positif. Daya beli masih rendah," katanya. Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia ini menambahkan, Saat ini masyarakat masih menunda untuk membeli barang-barang mewah. Sementara konsumsi makanan dan farmasi juga masih terbatas. "(Konsumsi makanan dan farmasi) tidak cukup menutup penurunan konsumsi barang sekunder dan barang mewah," ucapnya. Mencermati hal itu, Piter memprediksi pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II berkisar minus 2-5 persen. Menurutnya, ini imbas dari menurunnya konsumsi, investasi dan ekspor. Kondisi ini akan menambah jumlah pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. "Yang terlihat sekali penurunan konsumsi, ini akibat kehilangan pekerjaan, pendapatan yang dipangkas. Dan, aktivitas investasi menjadi tertunda," pungkasnya. Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani memperkirakan ekonomi nasional akan mengalami kontraksi hingga -31 persen pada kuartal II/2020. Hal ini karena penerapan PSBB di sejumlah kota di Indonesia. Proyeksi negatif ini sama yang disampaikan oleh berbagai lembaga ekonomi dan keuangan dunia, yakni di kisaran -3 persen sampai -6 persen.(din/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: