44 Persen Kabupaten/Kota di Indonesia Berisiko Rendah

44 Persen Kabupaten/Kota di Indonesia Berisiko Rendah

Sejumlah petugas kesehatan melakukan pengecekan keehatan di Terowongan Belora, Jakarta, Rabu (10/6). Ratusan warga mengantre untuk melakukan rapid test secara gratis. (FIN) JAKARTA - Berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, sebanyak 514 kabupaten/kota di Indonesia terpapar virus Corona. Dari jumlah itu, 44 persen statusnya sudah menjadi risiko rendah dan aman. Ada yang kuning dan berwarna hijau. Meski begitu, masih terdapat daerah dengan angka penularan COVID-19 meningkat. "Kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah diharapkan dapat segera menekan angka penularan virus di masing-masing wilayah. Ada 44 persen wilayah kabupaten/kota secara nasional dari 514 kabupaten/kota yang sudah berwarna kuning dan hijau. Sedangkan daerah yang relatif berisiko tinggi tetap dikawal," kata Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Doni Monardo saat melaporkan hasil penanganan COVID-19 kepada Presiden Joko Widodo di Graha BNPB di Jakarta, Rabu (10/6). Mantan Danjen Kopassus ini menjelaskan pemerintah pusat telah bekerja sama dengan pemerintah daerah hingga aparatur tingkat RT/RW. Tujuannya mengubah perilaku masyarakat agar lebih disiplin menerapkan protokol kesehatan. "Ujung tombak kita adalah rantai komando dari pemerintah pusat sampai ke tingkat RT/RW. Kalau mampu mengubah perilaku masyarakat, maka upaya pencegahan adalah langkah terbaik. Kalau ada yang harus ke rumah sakit hanya untuk yang sakit berat," imbuhnya. Gugus Tugas, lanjut Doni, ingin masyarakat yang sehat harus dipertahankan. Sementara yang kurang sehat diuapyakan menjadi sehat. Sedangkan yang sakit harus diobati sampai sembuh. "Tahapan-tahapan ini harus dilakukan secara hati-hati. Langkah-langkah inilah yang kami lakukan paralel. Sebab, jumlah masyarakat yang kehilangan pekerjaan juga semakin banyak. Kita merangkum, merumuskan program hingga paralel agar tidak terpapar COVID-19 dan tidak terkena PHK,” tutur mantan Komandan Paspampres ini. Hal senada disampaikan Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito. Menurutnya, dari total 2.902 rumah sakit di seluruh Indonesia, sebanyak 1.647 rumah sakit telah melaporkan data aktual tentang COVID-19. "Laporan tersebut disampaikan secara real time ," terang Wiku di Graha BNPB Jakarta, Rabu (10/6). Baca Juga: Napi Asimilasi di Purwokerto Utara Kembali Berulah, Sudah Mencuri Helm Sampai Empat Kali Setelah Jadi Zona Merah, Kini Desa Adiraja Cilacap Menuju New Normal Dengan banyaknya rumah sakit melaporkan data secara aktual, hal itu bisa menambah kevalidan data terkait COVID-19 di Indonesia. Dari sisi jumlah laboratorium, hingga saat ini sudah ada 247 laboratorium rujukan COVID-19. "Dengan jumlah laboratorium tersebut, kemampuan tes COVID-19 saat ini rata-rata mencapai 14.000 per hari," paparnya. Tim Pakar Gugus Tugas, lanjutnya, memastikan selalu bekerja berbasiskan data ilmiah untuk menjaga keamanan masyarakat. Data-data terkait COVID-19 tersebut diperlukan pemerintah untuk memutuskan waktu penerapan normal baru ke depan. Penerapan era normal baru harus berdasarkan perhitungan yang tepat berbasiskan data yang akurat. Terpisah, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mendorong adanya pengembangan obat herbal. Termasuk jamu sebagai bagian dari upaya percepatan penanganan COVID-19. "Beberapa contoh herbal yang bisa dimanfaatkan antara lain kunyit, jahe merah, temulawak, meniran, jambu biji, daun sembung dan sambiloto. Herbal ini dapat dimanfaatkan sebagai imunomodulator," kata Kepala BPOM Penny K Lukito di Jakarta, Rabu (10/6). BPOM menyatakan Indonesia memiliki kekayaan dan keanekaragaman hayati. Hal ini menjadi peluang besar untuk dikembangkan dan dijadikan produk inovasi dalam memberi kontribusi menangani COVID-19. "Karena virus ini dapat dicegah apabila tubuh memiliki daya imun yang kuat, gaya hidup sehat dan mental baik," ucapnya. Penny mengatakan BPOM siap memfasilitasi dan mendampingi peneliti dan pelaku usaha yang ingin berkontribusi dalam pengujian klinik obat herbal dan suplemen kesehatan untuk menangkal COVID-19. Dikatakan, sejauh ini produk herbal cenderung sebagai produk untuk pengobatan. Artinya, obat herbal bisa turut berperan sebagai penangkal COVID-19. Sehingga ada kemandirian obat herbal dalam upaya promotif, preventif dan kuratif terhadap penyakit. (rh/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: