Penyaluran Bansos Semrawut - Jokowi Minta KPK Lakukan Pendampingan dan Pengawasan

Penyaluran Bansos Semrawut - Jokowi Minta KPK Lakukan Pendampingan dan Pengawasan

JAKARTA - Penyaluran bantuan sosial (Bansos) bagi warga terdampak COVID-19, terus mendapat sorotan. Ada yang tidak tepat sasaran. Ada pula yang diduga diselewengkan. Presiden Joko Widodo meminta KPK, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Kejaksaan Agung mendampingi penyaluran berbagai bansos tersebut. Selama ini, di lapangan masih ditemukan kesemrawutan penyaluran dan distribusinya. "Yang paling penting, bagaimana mempermudah pelaksanaan di lapangan. Sebab itu keterbukaan itu sangat diperlukan sekali. Untuk sistem pencegahan minta saja didampingi KPK, BPKP, Kejaksaan. Kita memiliki lembaga-lembaga untuk mengawasi, untuk mengontrol agar tidak terjadi korupsi di lapangan. Saya juga minta agar prosedur penyaluran bansos disederhanakan. Ternyata memang di lapangan banyak kendala. Problemnya adalah prosedur yang berbelit-belit. Padahal situasinya adalah situasi yang tidak normal yang bersifat extra ordinary. Karena itu, pentingnya kecepatan dalam distribusi bansos," tegas Jokowi dalam rapat terbatas dengan tema Ratas Penyederhanaan Prosedur Bansos Tunai dan BLT Dana Desa di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (19/5). Untuk dapat menyinkronkan data, Jokowi juga meminta pelibatan RT, RW, dan kepala desa dalam mekanisme penyaluran bansos yang transparan. Seperti diketahui, ada tujuh program jaring pengaman sosial stimulus COVID -19 yang sudah diluncurkan pemerintah senilai total Rp 110 triliun. Dari program-program tersebut, terdapat empat jenis bantuan sosial yang dikelola Kementerian Sosial. Dua bansos dari Kementerian Sosial bersifat reguler atau sudah biasa diberikan sebelumnya yaitu Program Keluarga Harapan (PKH) dengan target 10 juta penerima manfaat dengan besaran manfaat yang berbeda-beda sesuai kualifikasi penerima dan bansos kedua adalah program sembako untuk 20 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dengan nilai masing-masing Rp200.000 per KPM. Bansos ketiga adalah bansos non-reguler khusus COVID -19 yang terdiri atas bansos sembako bagi wilayah Jabodetabek dengan target 1,9 juta KK dengan besaran Rp 600 ribu untuk masing-masing KK selama tiga bulan. Bantuan tersebut menjadi bagian dari bantuan sosial yang secara simbolis mulai disalurkan pada 20 April 2020 lalu dengan mengikutsertakan PT Pos Indonesia, operator ojek daring, pihak Karang Taruna, Pasar Tani, dan pengemudi ojek pangkalan. Saat ini, penyaluran bansos itu sudah memasuki tahapan ketiga dari enam tahap yang direncanakan. Pemerintah telah merealisasikan penyaluran bantuan sosial di tahap ketiga bagi 961.000 keluarga penerima manfaat di Provinsi DKI Jakarta dari 1.215.237 penerima yang ditargetkan. Bansos keempat adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk 9.000.000 KK di luar Jabodetabek. Pemerintah menargetkan penyaluran BLT kepada 8,3 juta KK sebelum hari raya Idul Fitri 2020. Bansos kelima berbentuk Kartu Pra Kerja di bawah Kementerian Koordinator Perekonomian yang ditujukan untuk 5.600.000 penerima dengan total anggaran Rp 20 triliun yang diberikan pada April-Desember 2020. Bansos keenam adalah Bantuan listrik yaitu menggratiskan pemakaian listrik untuk 450 VA dan diskon 50 persen untuk pemakaian 900 VA pada April-Juni 2020. Terakhir, bansos ketujuh berupa Bantuan Langsung Tunai dana desa di bawah Kementerian Desa bagi 12,3 juta KK dengan nilai Rp600.000 per bulan per KK pada April-Juni 2020. Sementara itu, Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan, Ipi Maryati Kuding menyebut lembaganya masih menemukan kesemrawutan penyaluran bansos dalam penanganan pandemik COVID-19. Hal ini karena belum adanya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang diperbaharui di sejumlah daerah. "Dalam pelaksanaannya, KPK masih menemukan kesemerawutan terkait penyaluran bansos. Masalah utamanya disebabkan belum adanya DTKS yang diperbaharui di sejumlah daerah," ujar Ipi di Jakarta, Selasa (19/5). KPK sendiri telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 11 Tahun 2020 pada 21 April 2020 tentang Penggunaan DTKS dan Data non-DTKS dalam Pemberian Bantuan Sosial ke Masyarakat, agar penyaluran bansos tepat guna dan tepat sasaran. "Sesuai dengan SE, KPK mendorong penggunaan DTKS dijadikan sebagai rujukan awal pendataan di lapangan yang teknisnya dilakukan dengan melibatkan hingga ke satuan kerja terkecil di masyarakat. Yaitu RT/RW untuk melakukan perluasan penerima manfaat (non-DTKS) dan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Dinas Dukcapil," tuturnya. KPK, lanjut Ipi, juga mendorong keterbukaan data terkait penerima bantuan, realisasi anggaran, dan belanja terkait bansos sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas. "Selain itu, KPK meminta kementerian/lembaga/pemda agar menyediakan saluran pengaduan masyarakat terkait hal ini," paparnya. Sedangkan dalam upaya pencegahan korupsi penanganan pandemi COVID-19, pada 2 April 2020 KPK telah membentuk tim pada Kedeputian Pencegahan yang bekerja mendampingi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 baik di pusat maupun di daerah. "Empat titik rawan yang menjadi fokus area pendampingan adalah terkait pengadaan barang dan jasa, refocusing dan realokasi anggaran COVID-19 pada APBN dan APBD, pengelolaan filantropi atau sumbangan pihak ketiga yang dikategorikan bukan gratifikasi, dan penyelenggaraan bansos," jelas Ipi. Di tingkat pusat, pendampingan dilakukan KPK bersama-sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan kementerian/lembaga terkait. "Sedangkan di tingkat daerah, KPK juga melibatkan seluruh personel pada unit Koordinasi Wilayah (Korwil) Pencegahan KPK bersama-sama dengan BPKP Perwakilan dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) untuk mendampingi dan mengawasi 542 pemda di Indonesia dalam penanganan COVID-19, termasuk di dalamnya penyaluran bansos maupun Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa," kata Ipi. Terpisah, Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo meminta pemerintah menindak tegas penunggang gelap babsos yang memanfaatkan COVID-19 demi kepentingan maju pemilihan kepala daerah. "Di daerah banyak ditemukan bansos dibanderol foto calon kepala daerah yang akan maju pilkada. Ini bisanya dilakukan oleh calon incumbent," kata Karyono, di Jakarta, Selasa (19/5). Dia mendorong pemerintah, melalui Kementerian Dalam Negeri untuk bertindak tegas. Begitu juga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus menindak calon petahana yang menunggangi bansos untuk capital politic. Menurutnya, Bansos harus steril dari kepentingan politik apapun. Ia menilai KPK perlu masuk dalam hal pengawasan, pencegahan, dan penindakan terkait penyelewengan dana bansos atas dampak pandemi COVID-19. "Kita dukung KPK tegas bagi penyelewengan dana bansos. Sebab asasnya keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Kita perlu dukung KPK untuk masuk," tegasnya.(rh/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: