Ekonomi Pulih di Tahun 2022

Ekonomi Pulih di Tahun 2022

SEPI : Bandara Internasional Soekarno Hatta sepi calon penumpang. Selama pandemi covid-19, bandara tidak melayani penumpang komersil. Kondisi berpengaruh terhadap ekonomi. (FIN) Pemberian Stimulus Rp 436,1 Triliun Belum Cukup Atasi Covid-19 JAKARTA – Nyaris semua sektor lumpuh diterjang wabah Virus Corona (Covid-19). APBN yang diproyeksikan di beberapa sektor pun rasanya belum kuat untuk menopang harapan publik dalam memenuhi kebutuhan hidup. Pemulihan ekonomi ini pun diprediksi menyita waktu yang tidak cepat. Peneliti Pusat Kajian Visi Teliti Saksama Widyar Rahman memperkirakan kinerja perekonomian Indonesia baru dapat pulih pada 2022 dengan proyeksi pandemi Virus Corona baru atau Covid-19 reda pada pertengahan 2020. ”Ya, tentunya proses pemulihan ekonomi akan membutuhkan waktu yang lebih panjang, setidaknya sampai akhir 2021,” kata Widyar, Senin (27/4). Penurunan jumlah kasus positif Corona yang disertai dengan kebijakan penanganan untuk mengatasi Covid-19 dapat menjadi kabar positif bagi pulihnya perekonomian. Namun, menurut dia, permintaan barang dan jasa yang belum pulih dalam waktu dekat masih memperlambat pertumbuhan industri pengolahan nasional. Kondisi itu juga dipengaruhi oleh kinerja perdagangan global yang masih terdampak oleh turunnya kinerja industri manufaktur di Cina yang menjadi pusat penyebaran wabah. ”Jika dibandingkan wabah SARS 2002-2003 yang juga berasal dari Cina, dampak negatif dari merebaknya Covid-19 terhadap perekonomian akan jauh lebih luas,” kata Widyar. Sementara itu, Peneliti Senior Visi Teliti Saksama Sita Wardhani menambahkan dari sisi produksi saat ini rata-rata produsen dalam negeri hanya memiliki stok bahan baku hingga Maret dan April 2020. Jika pasokan dari Cina yang selama ini merupakan mitra dagang utama, dalam periode ini terhambat atau hanya terpenuhi sedikit, maka proses produksi pabrik di Indonesia dapat terganggu. ”Dampak minimum pada perekonomian adalah dengan asumsi perekonomian Cina bangkit dan kembali aktif di bulan April,” kata Sita. Namun, tambah dia, bila pemulihan ekonomi di Cina berlangsung lebih lama dari perkiraan, maka pemenuhan barang baku impor dapat tertunda lebih lama. Menurut Sita, kelangkaan bahan baku itu bisa mempengaruhi beberapa industri unggulan yang tidak lagi mampu memenuhi permintaan seperti sektor makanan dan minuman. Kelangkaan pasokan itu diperkirakan dapat memicu terjadinya inflasi tinggi, sehingga sektor rumah tangga akan menurunkan konsumsi. ”Dengan tingkat inflasi tinggi, konsumsi rumah tangga juga turun sejalan dengan daya beli yang juga menurun. Imbasnya, pertumbuhan ekonomi pun dapat terpuruk lebih jauh,” kata Sita. Terpisah, Peneliti lembaga kajian ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Tallatov menilai pemberian stimulus oleh pemerintah senilai total Rp 436,1 triliun atau setara 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) belum cukup untuk mengatasi dampak Covid-19. Abra mengatakan total stimulus yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia jauh berbeda dengan beberapa negara lain seperti Malaysia yaitu menyiapkan dana khusus untuk menangani pandemi Covid-19 sebesar 10 persen dari PDB. ”Dibandingkan dengan rasio Malaysia, rasio stimulus terhadap PDB nya hampir 10 persen apalagi kalau dibandingkan dengan negara-negara maju,” katanya dalam diskusi publik secara daring. Total stimulus Rp 436,1 triliun itu terbagi dalam tiga stimulus yaitu Rp 10,3 triliun untuk stimulus pertama, Rp 22,9 triliun untuk stimulus kedua, dan Rp 405,1 triliun untuk stimulus ketiga. Dalam stimulus ketiga Rp 405,1 triliun terdiri dari Rp 75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 75,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat, serta Rp 150 triliun untuk program pemulihan ekonomi. Abra menuturkan dalam stimulus ketiga tersebut masih ada yang perlu ditambah anggarannya oleh pemerintah yaitu untuk social safety net atau jaring pengaman sosial karena Rp 110 triliun dianggap masih terlalu kecil. ”Dari stimulus jilid ketiga tadi ini ada beberapa catatan terutama pada social safety net Rp 110 triliun dianggap masih kecil,” ujarnya. Meski demikian, Abra memahami tambahan anggaran Rp 405,1 triliun tergolong sangat besar mengingat adanya keterbatasan ruang fiskal yakni aturan dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara bahwa defisit anggaran dibatasi maksimal 3 persen dari PDB. ”Indonesia masih 2,5 persen karena ruang fiskal APBN kita terbatas. Rp 405,1 triliun itu sebuah anggaran yang sangat besar,” katanya. Ia melanjutkan melalui pemberian stimulus jilid tiga Rp 405,1 triliun itu pun membuat pemerintah harus melebarkan defisit hingga 5,07 persen melalui dikeluarkannya Perppu Nomor 1 Tahun 2020. ”Tapi sampai sekarang Perppu ini masih menjadi polemik dan belum disetujui DPR. Kalau misal tidak disetujui nanti dari mana lagi nih memberikan stimulus untuk masyarakat terdampak,” katanya. Di tengah kecemasan yang ada rupiah kemarin (27/4) ditutup menguat 15 poin atau 0,1 persen menjadi Rp 15.385 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.400 per dolar AS. ”Pasar menyambut gembira kabar dari AS dan sejumlah negara Eropa yang bersiap untuk mengendurkan pembatasan sosial (social distancing) dan karantina wilayah (lockdown, Red),” jelas Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi. Di AS, mulai pekan ini negara bagian Colorado, Mississippi, Minnesota, Montana, dan Tennessee bersiap mengikuti Georgia, Oklahoma, Alaska, dan South Carolina yang sudah membuka kembali keran aktivitas publik. Penyebaran wabah Covid-19 yang terus melambat di Negeri Paman Sam membuat Presiden AS Donald Trump memberi restu kepada negara bagian yang akan mengendurkan kebijakan social distancing dan lockdown. US Centers of Disease Control and Prevention mencatat jumlah pasien positif corona di AS per 25 April 2020 adalah 895.766 orang, naik dibandingkan posisi hari sebelumnya yaitu 865.585 orang. Meski masih bertambah, tetapi secara persentase pertumbuhannya relatif kecil yaitu 3,49 persen. Sejak 8 April, persentase pertumbuhan harian kasus positif Covid-19 baru di AS sudah stabil di kisaran satu digit dan kurvanya semakin mendatar. Sentimen positif bagi rupiah lainnya yaitu mulai stabilnya harga minyak dunia dan adanya isu Bank Sentral Jepang Bank of Japan (BoJ) yang mempertimbangkan stimulus pembelian obligasi tanpa batas. BoJ akan mengumumkan hasil rapat moneternya Selasa besok. Rupiah pada pagi hari dibuka melemah di posisi Rp15.455 per dolar AS. Sepanjang hari, rupiah bergerak di kisaran Rp15.385 per dolar AS hingga Rp15.494 per dolar AS. Sedangkan kurs tengah Bank Indonesia pada Senin menunjukkan, rupiah melemah menjadi Rp15.591 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp15.553per dolar AS. (tim/fin/ful)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: