PKPU Syarat Pencalonan Direvisi

PKPU Syarat Pencalonan Direvisi

JAKARTA – Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang mengatur syarat pencalonan harus segera direvisi. Pasalnya, ada perubahan setelah uji materi UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada yang dilayangkan Perludem dan ICW diaminkan sebagian oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Pasca putusan MK, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) meminta agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatur secara jelas di PKPU terkait syarat mantan terpidana korupsi mencalonkan diri menjadi kepala daerah. Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan KPU harus secara jelas mengaturnya dalam PKPU agar tidak terjadi interpretasi yang multitafsir nantinya. Menurut Rahmat, perubahan bunyi pasal 7 Ayat (2) Huruf g UU Pilkada yang menjelaskan syarat calon tersebut dapat mengatasi berbagai permasalahan mengenai calon yang memiliki latar belakang narapidana korupsi. “Keputusan tersebut harus sudah bisa diberlakukan pada Pilkada 2020,” ucap Bagja di Jakarta, Rabu (11/12). Baca Juga: Nyalon, Mantan Koruptor Harus Tunggu Lima Tahun Sementara itu, Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik mengatakan, KPU akan melakukan sejumlah perubahan pada PKPU Pilkada 2020. Ini setelah MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. “Dengan demikian KPU akan melakukan sejumlah perubahan PKPU pencalonan Pilkada 2020 menyesuaikan dengan substansi Putusan MK tersebut,” terang Evi. Kemudian, bagi mantan koruptor yang telah menjalani pidana penjara sebagaimana dimaksud dalam putusan MK, baru dapat ikut mendaftar sebagai calon kepala daerah. Yakni sudah melewati masa 5 tahun usai menjalani pidana penjara. “Itu pun masih harus mengumumkan secara jujur, terbuka, tentang statusnya sebagai mantan terpidana korupsi,” imbuhnya. Terpisah, Akademisi Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing menuturkan, mereka yang masih mengusung mantan koruptor di Pilkada 2020, masih belum memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Politik kepentingan partai dinilai masih lebih tinggi ketimbang kepentingan rakyat. Kaderisasi yang dilakukan parpol tersebut juga dinilai minim. Regenerasi parpol yang seharusnya memunculkan kader terbaik justru terhambat karena ada kepentingan partai. “Partai seharusnya memberikan pendidikan politik. Jangan cuma mau mengusung kader yang sudah cacat hukum,” tegas Emrus. Dia mengatakan, masih banyak calon yang memiliki kompetensi baik dan bisa diusung. Hanya saja, Emrus tidak menampik jika komunikasi dan jaringan pemilih kemungkinan besar dimiliki oleh mereka yang lama berkecimpung di dunia politik. “Saya berharap parpol berkomitmen untuk tidak mengusung kandidat yang jelas-jelas memiliki rekam jejak buruk. Haris memperhatikan kualitas dan integritas. Sehingga masyarakat atau pemilih tidak dihadapkan dengan kandidat yang pernah tersangkut kasus hukum,” bebernya.(khf/fin/rh)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: