Publik Tidak Setuju Dengan RUU KPK

Publik Tidak Setuju Dengan RUU KPK

Publik Tidak Setuju Dengan RUU KPKMenjadi Pertaruhan Citra Presiden JAKARTA- Indikator Politik Indonesia menyebutkan bahwa mayoritas masyarakat bahwa RUU KPK sifatnya sangat melemahkan kinerja lembaga tersebut. Melalui survey ini pun juga menjadi pertaruhan modal politik Presiden Joko Widodo dalam menanggapi isu tersebut. Survey yang didanai oleh Asian Barometer, Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Indikator Politik Indonesia menyebutkan bahwa KPK dan Presiden menempati kepercayaan tertinggi oleh masyarakat. "79, 6 persen itu untuk KPK dan 79,2 persen untuk Kepresidenan," jelas Direktur Riset LSI Hendro Prasetyo di kantor Indikator Politik Indonesia, kemarin (8/2).     Selanjutnya diikuti dengan lembaga kepolisian dan Pengadilan. Sedangkan, untuk DPR dan partai politik menduduki pada urutan terakhir. "Sekitar 22,5 persen yang tahu terkait wacana revisi UU KPK, sekitar 54,4 persen menilai revisi tersebut melemahkan KPK," ungkapnya. Sedangkan, ada 34,1 persen responden menyebutkan bahwa revisi tersebut akan memperkuat KPK. Meski demikian, Hendro melanjutkan masyarakat yang mengetahui hal tersebut cenderung menolak. Tak hanya itu, responden pun menyikapi terkait RUU KPK terkait kewenanganan pembatasan penyadapan. Ada 83,9 persen masyarakat yang tidak menyetujui terkait poin tersebut. Pasalnya, penyadapan tersebut dibatasi dengan izin pengadilan dan dewan pengawas yang secara jelas menlemahkan KPK. Sama halnya degan kewenangan KPK dalam penghapusan kewenangan dalam melakukan penuntutan. "Diantara yang mengetahui, mayoritas tidak setuju dengan usulan tersebut. 86,7 persen," tuturnya. Apapun, jumlah yang mengetahui terkait poin tersebut sebesar 60,5 persen. Adapun, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK tergolong stabil yakni pada kisaran 80 hingga 81 persen. Sehingga, masyarakat pun menilai bahwa RUU KPK tersebut pun dianggap belum terlalu penting untuk direvisi. Sementara itu, temuan Indikator menyebutkan bahwa sekitar 66,5 persen responden puas atas kinerja Presiden Joko Widodo. "Tingkat kepuasan ini paling tinggi sejak Jokowi dilantik sebagai Presiden," ungkapnya. Adapun, angka tersebut didorong oleh persepsi masyarakat terhadap kondisi perekonomian nasional yang dirasakan terus membaik. Meski demikian, hal tersebut tidak berlaku terhadap sikap Presiden dalam rencana revisi UU KPK. "Ketika dikaitkan dengan rencana revisi tersebut, kepuasan yang sudah cukup baik ini bisa terganggu jika Presiden tidak memenuhi aspirasi publik untuk mempertahankan posisi KPK," tuturnya. Pasalnya, dalam survey yang memiliki jumlah sampel 1.550 responden tersebut menggambarkan bahwa masyarakat yang mengetahui tingkat kepuasan atas kinerja Presiden tentang rencana revisi UU KPK cenderung menurun dibandingkan yang tidak mengetahui. "63:73 persen dalam kewenangan penuntutan, 62:72 persen kewenangan penuntutan". Hal tersebut jelas menyebutkan bahwa masyarakat yang mengetahui jelas menolak revisi UU KPK. Meski demikian hingga kini, Presiden pun belum mengeluarkan sikap resmi terkait perdebatan tersebut. Pasalnya, rancangan tersebut masih berada di tangan DPR. Hal tersebut pun ditegaskan oleh Staff Kepresidenan Bidang Komunikasi, Johan Budi terkait kebenaran draf RUU KPK. Menurutnya, isu poin draft RUU yang beredar di masyarakat belum dapat diverifikasi. Adapun empat poin diantaranya, terkait SP3, Dewan Pengawas, Penyidik Independen dan Penyadapan. "Sekarang draft mana yang melemahkan dan menguatkan. Kan kita tidak tahu, draft mana yang asli. Naskah akademik mana yang benar," ungkap Johan. Meski demikian, Johan pun menyebutkan bahwa Presiden sendiri sudah bersikap akan menarik diri jika memang revisi tersebut melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Tak hanya itu, pihak DPR pun belum mengkomunikasikan terkait pembahasan revisi UU KPK kepada preseiden. Adapun, revisi UU KPK juga merupakan bagian dari Kementerian Huku dan HAM dan Menkopolhukan. "Detailnya ada di sana," jelasnya (lus)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: